Oleh: Citra Istiqomah
Marxisme telah lama dikenal sebagai salah satu meta-theory dalam ilmu hubungan
internasional. Ajaran Marxisme berangkat dari pemikiran-pemikiran Karl Heinrich
Marx, seorang sosiolog, filsuf yang kemudian menjadi tokoh revolusioner dari Trier,
Jerman yang hidup pada tahun 1818-1883. Pemikiran-pemikiran Marx menjadi
landasan bagi munculnya pemikiran-pemikiran kritis yang berkembang pada abad
berikutnya.
Para
Marxist dan Neo-Marxist seringkali bertolak pada pemikiran-pemikiran Marx yang
tertuang dalam karya-karya mendekati akhir hayatnya, seperti Communist Manifesto dan Capital yang dengannya, mereka memahami
dan sepaham mengenai asas-asas dasar dalam pemikiran Marx berupa materialisme
historis, perjuangan kelas dan nilai lebih. Hal ini kemudian membentuk basis
pandangan yang kemudian mengarahkan orang pada konseptualisasi bahwa ajaran
Marx materialistik, tidak humanis, dan juga ateis, sehingga orang perlu menutup
diri terhadap ajaran tersebut. Di AS misalnya, Erich Fromm melihat
kecenderungan orang menjustifikasi atau memberikan pandangan klise dan
cenderung negatif bahwa Marxisme semata bersikap materialistik, mengesampikan
individu di bawah negara atau masyarakat, dan oleh karena itu berlawanan dengan
nilai-nilai kemanusiaan.[1]
Di sisi lain, orang seringkali melupakan ajaran Marx yang
tidak kalah esensial, lebih filosofis-humanis ketimbang ekonomi-politik, yang
tertuang dalam gagasan-gagasan awal atau karya-karya masa mudanya, seperti Economic and Philosophical Manuscripts
(1844). Dalam karya awalnya itu Marx bahkan berupaya untuk memerangi
materialisme yang muncul dalam gaya hidup borjuis untuk menciptakan kondisi
masyarakat di mana manusia adalah kebaikan tertinggi (summum bonum). Dari sini kita dapat melihat dimensi humanis Marx.
Namun dalam perkembangannya, orang lebih sering melihat sisi-sisi dari
pemikiran Marx yang umum, yang dikenal lebih radikal.
Meskipun demikian, esensi humanis Marx yang ingin
ditunjukkannya tetaplah menjadi sesuatu yang tidak kalah pentingnya dalam
memahami arah pemikiran Marx. Mengutip dari terjemahan dalam buku Marx Muda
karya Baskara T. Wardaya:
“Komunisme adalah penghapusan positif milik pribadi sebagai keterasingan
diri manusia, dan karena itu pemilikan (adalah) hakikat manusia oleh dan bagi
manusia; … komunisme itu sebagai naturalisme utuh = humanisme, dan sebagai
humanisme utuh = naturalisme; ia adalah pemecahan nyata pertentangan antara
manusia dengan alam dan dengan manusia, … antara kebebasan dan keniscayaan… Ia
adalah pemecahan teka-teki sejarah.” – Karl Marx
Pertanyaan:
Mengapa pemikiran-pemikiran Marx Muda mengenai dimensi
humanis tidak dapat menyaingi dimensi humanis dalam liberal-kapitalis?
JAWABAN
& HASIL DISKUSI KELAS:
Dalam
memahami pemikiran-pemikiran Marx, semestinya kita memandangnya secara lebih
utuh, dalam artian tanpa perlu mengotak-kotakkan antara pemikiran Marx muda
ataupun Marx tua. Karena sejatinya, keduanya merupakan fase-fase pemikiran
dalam sebuah rangkaian pemikiran seorang Marx semasa hidupnya. Dalam dimensi
humanis, tujuan yang ingin dicapai pada hakikatnya ialah memanusiakan manusia.
Dalam konteks pemikiran Marx, kelas tidak hanya harus diruntuhkan, namun
manusia juga harus diangkat martabatnya. Aspek ini pula yang sejatinya juga
diangkat oleh kaum liberal-kapitalis untuk mencapai tujuannya mengangkat
kebebasan individu. Namun dalam mencapai tujuannya itu, kapitalis ataupun kaum
borjuis memberikan insentif pada kaum proletar. Inilah yang barangkali tidak
diduga Marx, bahwa kapitalis juga dapat “membalikkan posisi” dalam artian
menggunakan proposisi memanusiakan manusia melalui “pola pemberian kemapanan” untuk
mencapai tujuannya. Ketika seseorang diberikan kemapanan, hampir dapat
dipastikan bahwa sangat kecil kemungkinan ia akan memberontak.
Kelemahan-kelemahan
teori Marx, bukan karena dia bersifat deterministik, karena baik Marxisme
maupun liberalisme-kapitalisme pun keduanya memang bersifat demikian, namun
lebih kepada mana yang memberi pengaruh lebih signifikan terhadap kecenderungan
pola pemikiran umat manusia. Mengacu pada kritik Gramsci terhadap pemikiran
Marxis yang memuat beberapa kelemahan, dalam struktur kapitalis, proletar
“dipaksa tunduk” tanpa sadar bahwa mereka sedang dikuasai. Sehingga terdapat
konsep hegemoni di sini, dimana kelompok borjuis menciptakan sistem penguasaan
yang rapi dan terstruktur untuk memanfaatkan kaum proletar demi mencapai tujuan
kemakmuran manusia, lebih tepatnya sekelompok individu. Liberal-kapitalisme
melakukan propaganda bahwa semua orang harus sepakat menerima kapitalis sebagai
sebuah kebenaran. Dalam dimensi ini, maka liberal-kapitalisme dapat dikatakan
sudah “menang sebelum memberi kesempatan pada pihak lain untuk menyatakan versi
kebenaran yang dipercayainya”. Mereka menanamkan nilai “kebenaran” tersebut
secara perlahan dan halus, layaknya brainwashing,
tidak koersif layaknya gerakan-gerakan revolusi. Ini pula yang membuat dimensi
humanis Marxis justru seakan mengingkari humanitas itu sendiri.
Hal lain
yang juga dipandang sebagai kelemahan dimensi humanis Marx seperti digambarkan
oleh teoritisi-teoritisi kritis lain, seperti Habermas mengungkapkan bahwa
tindakan dasar manusia semestinya melibatkan aspek interaksi sebagai refleksi
diri sekaligus prasyarat untuk mengembalikan kebebasan manusia layaknya
pengandaian Marx mengenai masyarakat ideal. Namun dalam ajaran Marxis, hal
tersebut direduksi sebagai homo faber,
semata-mata sebagai manusia yang bekerja dan melalui hal itu akan meningkatkan
kualitas dirinya atau memanusiakan dirinya.[2]
Terlepas
dari hal tersebut, Marxisme pernah menjadi teori ataupun ideologi terbesar
dalam sejarah sekaligus telah menjadi pionir bagi kemunculan serta perkembangan
teori-teori kritis lain yang penting artinya dalam studi hubungan
internasional.
Referensi:
Burchill, Scott. 2005. Theories of
International Relations. 3rd edition. New York: Palgrave
Macmillan
Downs, Robert. 1961. Buku-buku Jang
Merobah Dunia, edisi bahasa Indonesia diterjemahkan oleh Asrul Sani.
Jakarta: PT. Pembangunan
Folker, Jennifer Sterling. 2003. Making Sense of
International Relations Theory. London: Lynne Rienner Publisher
Fromm, Erich. 2001. Konsep Manusia
menurut Marx, edisi bahasa Indonesia diterjemahkan oleh Agung Prihantoro.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Griffiths, Martin. 2007. International Relations
Theory for the Twenty-First Century: An Introduction. USA: Routledge
Suseno, Franz Magnis. 1992. Filsafat
sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius
Ritzer, George, dan Douglas J. Goodman.
2011. Teori Marxis dan Berbagai Ragam Teori Neo-Marxian. Bantul:
Kreasi Wacana
Wardaya, Baskara T. 2003. Marx Muda:
Marxisme Berwajah Manusiawi (Menyimak Sisi Humanis Karl Marx bersama Adam
Schaff). Yogyakarta: Buku Baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar