“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Perspektif Dalam Politik Global "Liberalisme"


Oleh: Lutfi Maulana Hakim

 Sejarah Liberalsime
Liberalisme merupakan sebuah bentuk pemikiran yang terdapat dalam ilmu hubungan internasional. Pemikiran liberalisme sangatlah berbeda dengan realism, dimana realism berpandangan sesuai realita internasional dan cenderung menyerang antar negara satu dengan lainnya, sedangkan liberalisme cenderung pada sebuah pemikiran yang penuh kebahagiaan dan menyenangkan, karena berusaha untuk merubah dunia menjadi modern dan maju.
Kelahiran liberalism diprakarsai oleh John Locke selaku filosof liberal, pada abad ke tujuh belas. Munculnya pemikiran liberal ini berusaha memajukan manuisa dalam hal civil society serta perekonomian kapitalis modern, yang notabennya dapat berkembang dalam negara yang menjunjung tinggi hak-hak individunya. Bentuk modernitas dalam kehidupan yaitu, membentuk masyarakat yang lebih baik serta bebas dari rezim otoriter yang kemudian menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat tersebut. Menurut Adam Smith, liberalisme merupakan sebuah penekanan pada rasionalitas, dimana kemampuan yang setiap individu untuk membuat keputusan dan membuat kebijakan nya sendiri[1].
Pemikiran Liberalisme muncul, tentunya membawa asumsi yang kuat untuk merubah masyarakat dunia menjadi lebih baik, adapun bentuk-bentuk asumsi liberal yaitu;

1. Pandangan positif terhadap sifat manusia
2. Keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual dan yang terakir;
3. Percaya terhadap kemajuan[2].
Ketiga asumsi tersebut menjadi alasan pemikiran liberalisme diperkenalkan untuk dunia internasional. Proses modernisasi yang dibawa oleh kaum liberal yaitu, dengan mengembangkan teknologi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada menggunakan cara-cara yang tepat dan efisien.
Gagasan pokok kaum Liberalis dalam menciptakan sebuah masyarakat yang modern yaitu; menjadi manusia yang sama dan rasional, menggunakan pemerintahan yang baik, yaitu pemerintahan yang dipimpin oleh sedikit orang dan terbatas, peraturan pemerintah konsen kepada aturan yang telah diberikan, dan hak penting dari setiap individu ( adanya pasar bebas, mempunyai persamaan ide politik dan proses demokrasi, kebebasan berpendapat)[3].
Dalam perkembangannya Liberalisme memiliki tokoh-tokoh besar antara lain; John Locke sebagai pemrakarsa liberalisme di abad ke 17, Bentham dan Emmanuel Kant selaku pemikir liberal klasik yang memfokuskan pada sebuah kerjasama, kebebasan, perdamaian, dan kemajuan. Tokoh liberal modern lainnya yaitu, telah sesuai dengan bidang perkembangan liberalisme, seperti Nye :1988 berfokus pada liberalisme sosiologis, Keohane;1989 ada pada liberalisme interdependensi; Zatcher; 1995 liberalisme institusional dan Matthew pada liberalisme republikan. Keempat tokoh liberal ini merupakan tokoh liberalisme yang telah mengembangkan pemikirannya kedalam perkembangan modernitas.



Perkembangan Liberlisme
Dalam perkembangannya libiralisme telah masuk kedalam aspek pemikiran lainnya, hal ini menunjukkan para tokoh pemikir liberalis telah berhasil menyebarkan pemikirannya kedalam perspektif pemikiran lainnya.
Liberalisme sosiologis, merupakan perkembangan dari pemikiran liberalis yang telah ada sebelumnya. Kaum liberalis sosiologis menyatakan bahwa hubungan internasional bukan hanya hubungan antar sebuah negara seperti ungkapan kaum realis, akan tetapi hubungan internasional juga hubungan transnasional yaitu hubungan antar kelompok-kelompok, organisasi, masyarakat, yang berasal dari negara yang berbeda, untuk kemudian kaum liberalis sosiologis menyatakan hal ini sebagai pluralisme.
Tokoh- tokoh pemikir liberalisme sosiologi juga memberikan argumennya mengenai hubungan internasional, seperti yang diungkapkan James Rosenau, bahwa trannasionalisme adalah hubungan antar individu dengan individu, kelompok dengan kelompokserta masyarakat-masyarakat swasta yang memiliki sebuah konsekuensi penting terhadap suatu peristiwa. Selain J.Rosenau pemikir liberal lainnya Richard selaku pemikir diabad 19, menyatakan bahwa semakin kecil hubungan antar pemerintah, semakin besar dan banyak hubungan antar bangsa-bangsa didunia. Adapun contoh pemikiran liberalis sosiologi lainnya yaitu, Karl Deustch, yang menyatakan hubungan transnasional yang tinggi, antara berbagai masyarakat yang damai dan memuncak lebih sekedar ketiadaan perang. Ketiga pernyataan tokoh inilah yang menjadi salah satu contoh landasan dari pemikiran liberalis sosiologi[4].
            Perkembangan liberalisme lainnya yaitu; liberalis interdependensi yang berarti ketergantungan timbale balik, rakyat dengan pemerintah yang dipengaruhi oleh tindakan rekannya di negara lain. Pernyataan tokoh liberalis interdependensi Richard Rosecrance yang terkenal diera abad 20an, menganalisis tentang dampak dari pembangunan merupakan kebijakan negara, dan sepanjang sejarah setiap negara mencari kekuasaan wilayah, alat-alat militer dan perluasan wilayah. Menurut Rosecrance negara-negara mengalami proses ekonomi paling berhasil ketika berkahirnya perang dingin, dan setiap negara didunia memilih menjadi negara dagang. Pandangan lain juga dipaparkan oleh Enest Haas, bahwa aktor politik dipengaruhi untuk memindahkan kestiaan mereka menuju poros yang baru yang institusinya memiliki atau menuntut yurisdiksi atas negara-negara nasional sebelumnya. Pandangan ini merupakan contoh dari bentuk liberalisme interdependensi[5].
            Bentuk Liberalisme selanjutnya yaitu liberalisme institusional, dimana menurut kaum liberalisme institusional adalah suatu organisasi internsional yang mengatur kebijakan negara dalam bidang tertentu, yang kemudian organisasi internasional tersebut menjadi obyek utama bagi para teoritis masyarakat internasional. Bentuk dari nilai institusionalisasi memiliki tiga langkah yaitu; kebersamaan, kekhususan, dan otonom. Pernyataan tokoh dari liberal institusional yaitu; Keohane dan Nye yang hampir sama dalam pernyataannya, bahwa dibentuknya sebuah institusional adalah sudah tidak percaya nya serta mengurangi kecurigaan dan ketakutan negara satu dengan lainnya maka diciptakannya institusi. Hal ini yang kemudian dikembangkan oleh para pemikir liberalis.
            Bentuk liberalisme yang selanjutnya adalah, liberalisme republikan dibangun karena negara-negara demokrasi liberal lebih damai dan patut hukum disbanding sistem politik lainnya. Immanuel Kant sebagai tokoh liberalisme ini menyatakan bahwa negara demokrasi tidak berperang dengan negara demokrasi lainnya, yang kemudian pernyataan ini dibangkitkan oleh Dean Babst pada tahun 1964, untuk selanjutnya semakin meluas perkembangannya. Menurut Russet kaum liberal berpendapat adanya zona damai antar negra liberal dikawasan Eropa barat, Amerika Utara, dan Jepang[6].

Kritikan dan Kehancuran Liberalisme
            Adapun kritikan yang diberikan kaum neorealist kepada kaum liberalis yaitu, dikemukakan oleh Hans J. Morgenthau bahwa “ anda telah salah memahmai politik, sebab anda telah salah memperkirakan sifat asli manusia. Kritikan ini menjadi sebuah hal yang terus berkembang untuk menyerang kaum liberal seperti yang dilontarkan Mearsheimer, bahwa kaum liberal tidak menyadari bahwa kawan-kawan negara demokrasi liberal suatu hari berbalik melawan , namun sayangnya tidak masuk akal bagi negara-negara demokrasi liberal sekalipun untuk mengubah anarki. Banyaknya kritikan dari kaum neoralis menjadi cambukan dan kemunduran perlahan dan lemahnya pemikiran liberal. Kaum neorealist beranggapan bahwa anarki itu suatu kekekalan dan liberal tidak dapat  melakukan hal tersebut maka disebutlah liberal lemah.
Era kehancuran liberal terjadi saat masa Wall Street, dikenal dengan masa depresi hebat hingga tahun 1970an. Peristiwa ini adalah krisis ekonomi yang dialami Amerika serikat dan seluruh dunia memburuk di tahun 1929 tepatnya 24-29 Oktober, yang mana disaat itu muncul banyak ngelandangan dan orang miskin termasuk di Indonesia. Masa ini kemudian disebut dengan zaman malaist. Baru diawal 1944 terjadi perjanjian Bretton Woods, yang menjadi sebuat titik balik liberal. Dalam hal ini para elit politik dan pengusaha memegang teguh peranan yang kemudian mengingatkan ke pemerintah untuk selalu menjaga kesejahteraan rakyat. Isi perjanjian Bretton Woods yaitu, menyepakati aturan institusi tentang aturan dan sistem moneter internasional yang melahirkan IMF, dan Bank Dunia. Adanya kesepakatan ini ditujukan untuk mensejahterkan rakyat dan menjaga kestabilan perekonomian dunia[7].

Kebangkitan Liberalism dan Studi kasus
Hal ini yang kemudian membangkitkan kekuatan liberal yang lebih kuat dengan pernyataan anarki yang tidak  dapat dirubah dari dunia internasional, anarki bukan berarti tidak ada pemimpin sama sekali, seperti pernyataan kaum realis, menjadikan arti anarki tidak ada pemerintah tunggal dan berlebihan, yang kemudian menjelaskan perbedaan politik domestic dan internasional tidak sejelas yang dikemukakan kaum realis. Pernyataan kaum liberal ini menjadi kekuatan besar kaum liberal untuk mengembangkan pemikirannya ke dunia internasional dan siap bersaing dengan pemikiran  lainnya[8].
Bentuk dari  studi kasus tentang liberalisme yaitu, munculnya institusi internasional seperti OSCE (Organization for Security and Cooperation in Europe), dan WTO (world Trade Organization), muncul karena adanya perkembangan pemikiran liberalisme institusional ditahun 1980an. Lahirnya dua organisasi besar dunia ini, karena perkembangan liberalisme institusional yang menyatakan negara-negara didunia sudah tidak saling percaya satu sama lain, bahkan saling mengancam maka dari itu dibentuk sebuah organisasi sebagai wadah dari perkumpulan negara-negara dalam bidang tertentu dan kawasan tertentu. Munculnya WTO sebagai wadah negara dunia untuk melakukan perdagangan dunia, yang difasilitasi melalui wadah WTO. OSCE merupakan bentuk dari organisasi keamanan dan kooperasi dikawasan Eropa. Contoh ini yang menjadi bukti sebuah perkembangan pemikiran liberalisme, menjadi Neo-liberalism, yang sebelumnya liberalisme juga menjadi cikal bakal beridrinya IMF dan Bank Dunia.

Pandangan tentang Liberalisme
Pemikiran Liberalisme merupakan pemikiran yang ingin menjadikan dunia lebih baik dan jauh dari kata anarki. Kenyataan ini sangatlah berbeda dengan pemikiran Realisme yang cenderung memandang dunia itu anarki dan jauh dari sebuah sistem. Selain itu liberalisme berhasil masuk ke pemikiran sosial lainnya seperti contoh sosiologi, yang kemudian membuat liberal berkembang. Liberalisme juga mengalami kemunduran dan kehancuran dimana ekonomi Amerika Serikat terganggu pada masa high depression ditahun 1929-1939. Peristiwa ini yang menjadi titik balik kebangkitan liberalisme, karena munculnya  IMF dan Bank Dunia sebagai bentuk lahirnya neo-liberalisme sebagai pemikiran penyempurna liberalisme, untuk kesejahteraan dunia. Peristiwa ini menjadi kelebihan dari liberalisme yang kemudian menjadi neo-liberalisme.
Liberalisme memiliki sebuah prinsip yaitu, memberikan kebebasan setiap individu untuk berfikir, sesuai dengan hakikatnya manusia memiliki sifat rasional. Liberalisme menekankan rasionalitas kepada setiap individu dengan memberikan kebebasan, yang antara lain; kebebasan berfikir dan berpendapat. Dalam pandangan ini liberal tidak berbicara zero sum game, akan tetapi liberal lebih menekankan progresifitas tentang kemajuan berfikir dari setiap individu. Asumsi dasar dari pemikiran liberalisme yaitu nature of rasional man, bahwa negara masih menjadi social contract. Pemikiran liberalisme merupakan sebuah awalan agenda politik, yang memberikan kebebasan berpikir setiap individu, yang kemudian asumsi ini dibedakan dengan pemikiran kaum realis.
 Pemikiran kaum realis, sama-sama memiliki pemikiran rasional tetapi lebih menitik beratkan pada sebuah power yang ada dari setiap negara. Pemikiran liberal memiliki asumsi tentang kebebasan yaitu, adanya sebuah nilai dalam kehidupan individu dan bernegara yang ditekankan dala kebebasan serta rasionalitas, sehingga berbeda dengan asumsi realism. Hal ini yang menjadikan asumsi dasar rasionalitas dari pemikiran kaum liberal.


[1] Takdir Ali Mukti, Bahan Kuliah, Teori Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2011
[2] Robert Jackson & Georg Sorensen, (1999). Pengantar Studi Hubungan Internasional, New York: Pustaka Pelajar, hal 139.
[3] Takdir Ali Mukti, Bahan Kuliah, Teori Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2011
[4] Robert Jackson & Georg Sorensen, (1999). Pengantar Studi Hubungan Internasional, New York: Pustaka Pelajar.
[5] ibid
[6] Ibid
[7] Takdir Ali Mukti, Bahan Kuliah, Teori Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2011

[8] Opcit hal 139.

 Sejarah Liberalsime
Liberalisme merupakan sebuah bentuk pemikiran yang terdapat dalam ilmu hubungan internasional. Pemikiran liberalisme sangatlah berbeda dengan realism, dimana realism berpandangan sesuai realita internasional dan cenderung menyerang antar negara satu dengan lainnya, sedangkan liberalisme cenderung pada sebuah pemikiran yang penuh kebahagiaan dan menyenangkan, karena berusaha untuk merubah dunia menjadi modern dan maju.
Kelahiran liberalism diprakarsai oleh John Locke selaku filosof liberal, pada abad ke tujuh belas. Munculnya pemikiran liberal ini berusaha memajukan manuisa dalam hal civil society serta perekonomian kapitalis modern, yang notabennya dapat berkembang dalam negara yang menjunjung tinggi hak-hak individunya. Bentuk modernitas dalam kehidupan yaitu, membentuk masyarakat yang lebih baik serta bebas dari rezim otoriter yang kemudian menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat tersebut. Menurut Adam Smith, liberalisme merupakan sebuah penekanan pada rasionalitas, dimana kemampuan yang setiap individu untuk membuat keputusan dan membuat kebijakan nya sendiri[1].
Pemikiran Liberalisme muncul, tentunya membawa asumsi yang kuat untuk merubah masyarakat dunia menjadi lebih baik, adapun bentuk-bentuk asumsi liberal yaitu;

1. Pandangan positif terhadap sifat manusia
2. Keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual dan yang terakir;
3. Percaya terhadap kemajuan[2].
Ketiga asumsi tersebut menjadi alasan pemikiran liberalisme diperkenalkan untuk dunia internasional. Proses modernisasi yang dibawa oleh kaum liberal yaitu, dengan mengembangkan teknologi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada menggunakan cara-cara yang tepat dan efisien.
Gagasan pokok kaum Liberalis dalam menciptakan sebuah masyarakat yang modern yaitu; menjadi manusia yang sama dan rasional, menggunakan pemerintahan yang baik, yaitu pemerintahan yang dipimpin oleh sedikit orang dan terbatas, peraturan pemerintah konsen kepada aturan yang telah diberikan, dan hak penting dari setiap individu ( adanya pasar bebas, mempunyai persamaan ide politik dan proses demokrasi, kebebasan berpendapat)[3].
Dalam perkembangannya Liberalisme memiliki tokoh-tokoh besar antara lain; John Locke sebagai pemrakarsa liberalisme di abad ke 17, Bentham dan Emmanuel Kant selaku pemikir liberal klasik yang memfokuskan pada sebuah kerjasama, kebebasan, perdamaian, dan kemajuan. Tokoh liberal modern lainnya yaitu, telah sesuai dengan bidang perkembangan liberalisme, seperti Nye :1988 berfokus pada liberalisme sosiologis, Keohane;1989 ada pada liberalisme interdependensi; Zatcher; 1995 liberalisme institusional dan Matthew pada liberalisme republikan. Keempat tokoh liberal ini merupakan tokoh liberalisme yang telah mengembangkan pemikirannya kedalam perkembangan modernitas.


Perkembangan Liberlisme
Dalam perkembangannya libiralisme telah masuk kedalam aspek pemikiran lainnya, hal ini menunjukkan para tokoh pemikir liberalis telah berhasil menyebarkan pemikirannya kedalam perspektif pemikiran lainnya.
Liberalisme sosiologis, merupakan perkembangan dari pemikiran liberalis yang telah ada sebelumnya. Kaum liberalis sosiologis menyatakan bahwa hubungan internasional bukan hanya hubungan antar sebuah negara seperti ungkapan kaum realis, akan tetapi hubungan internasional juga hubungan transnasional yaitu hubungan antar kelompok-kelompok, organisasi, masyarakat, yang berasal dari negara yang berbeda, untuk kemudian kaum liberalis sosiologis menyatakan hal ini sebagai pluralisme.
Tokoh- tokoh pemikir liberalisme sosiologi juga memberikan argumennya mengenai hubungan internasional, seperti yang diungkapkan James Rosenau, bahwa trannasionalisme adalah hubungan antar individu dengan individu, kelompok dengan kelompokserta masyarakat-masyarakat swasta yang memiliki sebuah konsekuensi penting terhadap suatu peristiwa. Selain J.Rosenau pemikir liberal lainnya Richard selaku pemikir diabad 19, menyatakan bahwa semakin kecil hubungan antar pemerintah, semakin besar dan banyak hubungan antar bangsa-bangsa didunia. Adapun contoh pemikiran liberalis sosiologi lainnya yaitu, Karl Deustch, yang menyatakan hubungan transnasional yang tinggi, antara berbagai masyarakat yang damai dan memuncak lebih sekedar ketiadaan perang. Ketiga pernyataan tokoh inilah yang menjadi salah satu contoh landasan dari pemikiran liberalis sosiologi[4].
            Perkembangan liberalisme lainnya yaitu; liberalis interdependensi yang berarti ketergantungan timbale balik, rakyat dengan pemerintah yang dipengaruhi oleh tindakan rekannya di negara lain. Pernyataan tokoh liberalis interdependensi Richard Rosecrance yang terkenal diera abad 20an, menganalisis tentang dampak dari pembangunan merupakan kebijakan negara, dan sepanjang sejarah setiap negara mencari kekuasaan wilayah, alat-alat militer dan perluasan wilayah. Menurut Rosecrance negara-negara mengalami proses ekonomi paling berhasil ketika berkahirnya perang dingin, dan setiap negara didunia memilih menjadi negara dagang. Pandangan lain juga dipaparkan oleh Enest Haas, bahwa aktor politik dipengaruhi untuk memindahkan kestiaan mereka menuju poros yang baru yang institusinya memiliki atau menuntut yurisdiksi atas negara-negara nasional sebelumnya. Pandangan ini merupakan contoh dari bentuk liberalisme interdependensi[5].
            Bentuk Liberalisme selanjutnya yaitu liberalisme institusional, dimana menurut kaum liberalisme institusional adalah suatu organisasi internsional yang mengatur kebijakan negara dalam bidang tertentu, yang kemudian organisasi internasional tersebut menjadi obyek utama bagi para teoritis masyarakat internasional. Bentuk dari nilai institusionalisasi memiliki tiga langkah yaitu; kebersamaan, kekhususan, dan otonom. Pernyataan tokoh dari liberal institusional yaitu; Keohane dan Nye yang hampir sama dalam pernyataannya, bahwa dibentuknya sebuah institusional adalah sudah tidak percaya nya serta mengurangi kecurigaan dan ketakutan negara satu dengan lainnya maka diciptakannya institusi. Hal ini yang kemudian dikembangkan oleh para pemikir liberalis.
            Bentuk liberalisme yang selanjutnya adalah, liberalisme republikan dibangun karena negara-negara demokrasi liberal lebih damai dan patut hukum disbanding sistem politik lainnya. Immanuel Kant sebagai tokoh liberalisme ini menyatakan bahwa negara demokrasi tidak berperang dengan negara demokrasi lainnya, yang kemudian pernyataan ini dibangkitkan oleh Dean Babst pada tahun 1964, untuk selanjutnya semakin meluas perkembangannya. Menurut Russet kaum liberal berpendapat adanya zona damai antar negra liberal dikawasan Eropa barat, Amerika Utara, dan Jepang[6].

Kritikan dan Kehancuran Liberalisme
            Adapun kritikan yang diberikan kaum neorealist kepada kaum liberalis yaitu, dikemukakan oleh Hans J. Morgenthau bahwa “ anda telah salah memahmai politik, sebab anda telah salah memperkirakan sifat asli manusia. Kritikan ini menjadi sebuah hal yang terus berkembang untuk menyerang kaum liberal seperti yang dilontarkan Mearsheimer, bahwa kaum liberal tidak menyadari bahwa kawan-kawan negara demokrasi liberal suatu hari berbalik melawan , namun sayangnya tidak masuk akal bagi negara-negara demokrasi liberal sekalipun untuk mengubah anarki. Banyaknya kritikan dari kaum neoralis menjadi cambukan dan kemunduran perlahan dan lemahnya pemikiran liberal. Kaum neorealist beranggapan bahwa anarki itu suatu kekekalan dan liberal tidak dapat  melakukan hal tersebut maka disebutlah liberal lemah.
Era kehancuran liberal terjadi saat masa Wall Street, dikenal dengan masa depresi hebat hingga tahun 1970an. Peristiwa ini adalah krisis ekonomi yang dialami Amerika serikat dan seluruh dunia memburuk di tahun 1929 tepatnya 24-29 Oktober, yang mana disaat itu muncul banyak ngelandangan dan orang miskin termasuk di Indonesia. Masa ini kemudian disebut dengan zaman malaist. Baru diawal 1944 terjadi perjanjian Bretton Woods, yang menjadi sebuat titik balik liberal. Dalam hal ini para elit politik dan pengusaha memegang teguh peranan yang kemudian mengingatkan ke pemerintah untuk selalu menjaga kesejahteraan rakyat. Isi perjanjian Bretton Woods yaitu, menyepakati aturan institusi tentang aturan dan sistem moneter internasional yang melahirkan IMF, dan Bank Dunia. Adanya kesepakatan ini ditujukan untuk mensejahterkan rakyat dan menjaga kestabilan perekonomian dunia[7].

Kebangkitan Liberalism dan Studi kasus
Hal ini yang kemudian membangkitkan kekuatan liberal yang lebih kuat dengan pernyataan anarki yang tidak  dapat dirubah dari dunia internasional, anarki bukan berarti tidak ada pemimpin sama sekali, seperti pernyataan kaum realis, menjadikan arti anarki tidak ada pemerintah tunggal dan berlebihan, yang kemudian menjelaskan perbedaan politik domestic dan internasional tidak sejelas yang dikemukakan kaum realis. Pernyataan kaum liberal ini menjadi kekuatan besar kaum liberal untuk mengembangkan pemikirannya ke dunia internasional dan siap bersaing dengan pemikiran  lainnya[8].
Bentuk dari  studi kasus tentang liberalisme yaitu, munculnya institusi internasional seperti OSCE (Organization for Security and Cooperation in Europe), dan WTO (world Trade Organization), muncul karena adanya perkembangan pemikiran liberalisme institusional ditahun 1980an. Lahirnya dua organisasi besar dunia ini, karena perkembangan liberalisme institusional yang menyatakan negara-negara didunia sudah tidak saling percaya satu sama lain, bahkan saling mengancam maka dari itu dibentuk sebuah organisasi sebagai wadah dari perkumpulan negara-negara dalam bidang tertentu dan kawasan tertentu. Munculnya WTO sebagai wadah negara dunia untuk melakukan perdagangan dunia, yang difasilitasi melalui wadah WTO. OSCE merupakan bentuk dari organisasi keamanan dan kooperasi dikawasan Eropa. Contoh ini yang menjadi bukti sebuah perkembangan pemikiran liberalisme, menjadi Neo-liberalism, yang sebelumnya liberalisme juga menjadi cikal bakal beridrinya IMF dan Bank Dunia.

Pandangan tentang Liberalisme
Pemikiran Liberalisme merupakan pemikiran yang ingin menjadikan dunia lebih baik dan jauh dari kata anarki. Kenyataan ini sangatlah berbeda dengan pemikiran Realisme yang cenderung memandang dunia itu anarki dan jauh dari sebuah sistem. Selain itu liberalisme berhasil masuk ke pemikiran sosial lainnya seperti contoh sosiologi, yang kemudian membuat liberal berkembang. Liberalisme juga mengalami kemunduran dan kehancuran dimana ekonomi Amerika Serikat terganggu pada masa high depression ditahun 1929-1939. Peristiwa ini yang menjadi titik balik kebangkitan liberalisme, karena munculnya  IMF dan Bank Dunia sebagai bentuk lahirnya neo-liberalisme sebagai pemikiran penyempurna liberalisme, untuk kesejahteraan dunia. Peristiwa ini menjadi kelebihan dari liberalisme yang kemudian menjadi neo-liberalisme.
Liberalisme memiliki sebuah prinsip yaitu, memberikan kebebasan setiap individu untuk berfikir, sesuai dengan hakikatnya manusia memiliki sifat rasional. Liberalisme menekankan rasionalitas kepada setiap individu dengan memberikan kebebasan, yang antara lain; kebebasan berfikir dan berpendapat. Dalam pandangan ini liberal tidak berbicara zero sum game, akan tetapi liberal lebih menekankan progresifitas tentang kemajuan berfikir dari setiap individu. Asumsi dasar dari pemikiran liberalisme yaitu nature of rasional man, bahwa negara masih menjadi social contract. Pemikiran liberalisme merupakan sebuah awalan agenda politik, yang memberikan kebebasan berpikir setiap individu, yang kemudian asumsi ini dibedakan dengan pemikiran kaum realis.
 Pemikiran kaum realis, sama-sama memiliki pemikiran rasional tetapi lebih menitik beratkan pada sebuah power yang ada dari setiap negara. Pemikiran liberal memiliki asumsi tentang kebebasan yaitu, adanya sebuah nilai dalam kehidupan individu dan bernegara yang ditekankan dala kebebasan serta rasionalitas, sehingga berbeda dengan asumsi realism. Hal ini yang menjadikan asumsi dasar rasionalitas dari pemikiran kaum liberal.


[1] Takdir Ali Mukti, Bahan Kuliah, Teori Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2011
[2] Robert Jackson & Georg Sorensen, (1999). Pengantar Studi Hubungan Internasional, New York: Pustaka Pelajar, hal 139.
[3] Takdir Ali Mukti, Bahan Kuliah, Teori Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2011
[4] Robert Jackson & Georg Sorensen, (1999). Pengantar Studi Hubungan Internasional, New York: Pustaka Pelajar.
[5] ibid
[6] Ibid
[7] Takdir Ali Mukti, Bahan Kuliah, Teori Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2011

[8] Opcit hal 139.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar