Bahan
Kuliah Hubungan Internasional
F. Fukuyama adalah seorang intelektual Amerika keturunan Jepang, dalam artikelnya yang terkenal The
End of History, berpendapat bahwa dunia
pasca Perang Dingin akan jauh lebih damai: tanpa perang. Mengpa? Karena menurut Fukuyama penyebab perang
antar negara selama ini adalah persaingan ideologi. Maka berakhirnya Perang Dingin, yang berarti juga mengakhiri perang ideologi
besar dunia, dengan sendirinya
akan mengakhiri perang antar negara, khususnya antar negara-negara demokratis. (Lihat pandangan kaum Liberal Internationalism di atas).
Perjuangan dan tindakan yang
bersedia mengorbankan jiwa orang lain demi kepentingan yang abstrak seperti
untuk mendapatkan status, pengakuan dan perjuangan ideologi, yang sebelumnya
menjadi sumber semangat, imajinasi dan idealisme kebanyakan negara di dunia
segera akan lenyap dan digantikan oleh pertimbangan kepentingan ekonomi,
masalah lingkungan dan berbagai hal positif lainnya.Dengan kata lain, menurut Fukuyama,
berakhirnya Perang Dingin, akan membuat masyarakat dunia
(negara-negara) akan lebih pragmatis. Kerjasama antar negara-negara bangsa di dunia akan semakin meningkat sehingga kemakmuran,
kesejahteraan dan kestabilan sosial, ekonomi dan politik segera akan terwujud.
Kritik
Pandangan Fukuyama
Berakhirnya
Perang Dingin tidak berarti berakhirnya rivalitas politik, ideologi, diplomasi,
ekonomi, teknologi atau bahkan kekuatan militer antar negara bangsa di dunia. Seperti contoh negara China yang terus meningkatkan anggaran belanja
militernya. Dan juga negara-negara lain di dunia seperti India, Korea Selatan,
Jepang.dll. Benar bahwa ada kecenderungan perang antar negara negara demokratis
semakin menyusut, tetapi bukan berarti kemungkinan perang semacam itu sudah
hilang sama sekali. Seperti
contoh terus meningkatnya anggaran belanja militer negara-negara di dunia.
Negara-negara demokratis (yang utuh) di dunia masih sangat kecil jumlahnya
dibandingkan negara-negara non-demokratis (lebih kurang 65:135).
Walaupun
ada kecenderungan jumlah negara-negara demokratis terus semakin bertambah,
namun proses pertambahan tersebut sering berjalan tidak mulus: maju- mundur
(one step backward pattern).Tidak ada bukti yang kuat bahwa perdamaian
berhubungan langsung dengan sifat demokrasi. Jangan-jangan hal tersebut
bersifat hanya kebetulan (coincidence). Bahwa revival dari suatu ideologi mungkin terjadi. Suatu ideologi bisa
saja meredup atau menghilang dari permukaan untuk satu atau beberapa generasi
tetapi tetap dapat muncul kembali pada waktu berikutnya. Penerimaan demokrasi
liberal secara universal, jika benar, tidak dengan sendirinya menghilangkan
bibit-bibit konflik dalam masyarakat liberal itu sendiri.Kemenangan dan
kekalahan suatu ideologi tidak berarti menutup kemungkinan munculnya ideologi
baru yang dapat menjadi kompetitor yang sudah ada. (Misal Islam?)
ReaIitas
Dunia Sekarang
Realitas duni apasca perang
dingin adalah, dimana negara-negara yang ada meskpun sudah hidup dalam iklim
internasional yang sistemnya cendrung terbuka dan demokratis. Dimana jalinan
dalam kerjasama ekonomi, politik, dan budaya sudah menjadi sebuah fenomena umum
tetap selalu dibayang-bayanig oleh kecurigaan dan rasa tidak aman dengan adanya
ancaman-ancaman yang datang. Ancaman yan gadtang setelah perang dingin tidak
hanya datang dari apa yang kita sebut sebagai negara. Dalam era globalisasi
ini, ancaman dapat datang dari banyak aktor non state. Baik itu kelompok maupun
aktor individu. Seperti contoh aksi-aksi terorisme, pembajakan kapal kargo, dan
juga aksi-aksi penembakan warga sipil.
Fakta yang kemudian muncul
adalah, menskipun negara-negara hidup dalam keadaan yang relatif damai tanpa
adanya peperangan. Disisi lain negara-negara tersebut juga terus berusaha
memperkuat persenjataannya. Hal ini dapat kita lihat dari semakin meningkatnya
anggaran belanja militer beberapa negara yang ada. Meningkatnya anggaran
belanja militer juga dapat disebabkan dengan adanya peningkatan dalam sektor
ekonomi negara dan stabilitas politik.
Trend keamanan yang terjadi
setelah perang dingin adalah dengan adanya pertahanan dan kerjasama kawasan
regional. Karena sekali lagi yan gingin kami akatakan adalah, dalam dunia yang
kontemporer seperti saat ini arti keamanan menjadi sangat komplek dan keamanan
tidak hanya kita artikan sebagai serangan yang berbentuk kekerasan dan sifatnya
merusak. Lebih dari itu semua, keamanan dapat berupa upaya-upaya pencegahan
meyebarnya perdagangan gelap seperti senjata, obat terlarang, ganja, dan
manusia. Dan untuk menagani kesemuanya tersebut sebuah negara tidak dapat
melakukannya sendiri dan membutuhkan kerjasama dengan negarap-negar ayang
berada disekitar negara tersebut.
Belanja
Militer Dunia
Besarnya
jumlah belanja militer dunia sekarang ini (2011) berkisar antara: US$2.157.172.000.000, atau setara
dengan: Rp.
19.414.548.000.000.000 ,-(dengan asumsi US $ 1 = Rp. 9.000,-. Dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan
sebesar lebih kurang 45%. (Sumber: Global Security.org, 2011). Sekarang ini paling sedikit terdapat sekitar 22.600 kepala nuklir (nuclear warheads) dengan total daya hancur mencapai
5000 megatons yang dimiliki oleh 5 negara nuklir utama. Amerika dan Rusia saja memiliki lebih kurang
21.600 kepala nuklir diantaranya.(Sumber: SIPRI 2011)
Faktor Penyebab Peningkatan Belanja Militer
Kombisanasi dari beberapa faktor berikut:
-
Tujuan
Politik Luar Negeri (Kepentingan Geopolitik dan Geostrategik)
-
Ancaman
yang nyata atau dipersepsikan
-
Konflik
Bersenjata atau kebijakan yang berkaitan dengan operasi-operasi penjaga
perdamaian
-
Tersedianya
kemampuan ekonomi (Contoh China).
-
Korupsi
Faktor Penyebab Peningkatan Belanja Militer
Kombisanasi dari beberapa faktor berikut:
-
Tujuan
Politik Luar Negeri (Kepentingan Geopolitik dan Geostrategik)
-
Ancaman
yang nyata atau dipersepsikan
-
Konflik
Bersenjata atau kebijakan yang berkaitan dengan operasi-operasi penjaga
perdamaian
-
Tersedianya
kemampuan ekonomi (Contoh China).
-
Korupsi
Apa Makna
Data-Data tersebut?
Data
tada tersebut dapat dimaknadi dengan, bahwa pandangan optimisme kaum endism atau liberal internationalism
seperti dikemukakan oleh Fukuyama tampaknya perlu dipertanyakan. Dan juga pemikiran realisme politik masih tetap dominan dalam politik
internasional. Selain itu, kekuatan militer tetap
menjadi tumpuan bagi upaya negara-negara di dunia untuk mempertahanankan
eksistensi, keamanan dan kepentingan nasionalnya masing-masing.
Bahwa karakter politik internasional tetap
anarkis,tidak ada kekuatan supranasional yang mempunyai kemampuan untuk
mengatur atau menegakan aturan demi ketertiban dan keamanan dunia. Bahwa sifat-sifat negara bangsa di dunia tetap tidak berubah: struggle
for power, self-help, mengejar kepentingan nasional masing-masing dan cenderung
untuk menggunakan kekerasan atau kekuatan militer. Hal ini dapat
disimpulkan, meskipun negara0negara saat ini hidup dalam iklim internasional
yang demokratis namun bahwa rasa saling curiga atau distrust antar sesama negara di dunia tetap tinggi. Adagium: “Tidak ada teman atau musuh yang abadi, yang ada adalah
kepentingan yang abadi” tetap dipegang erat. “Jika
ingin damai bersiaplah untuk perang” (seperti disampaikan Carl Von Clausewitz) tetap diyakini kebenarannya
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar