Oleh: Ahmad Mubarak Munir, Arnodya
Rizkiawan, Haryo Prasodjo, Rekha Kresana, Rochmy Hamdani Akbar, Zean Pratama
Keamanan internasional dapat
dipahami sebagai sebuah proses kerangka membangun keamanan dunia, konsep
keamanan terus berkembang dan bertransformasi, keamanan dalam kontek kekinian
atau pasca perang dingin dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu keamanan
tradisional dan keamanan non-tradisional. Pasca perang dingin berakhir para
ahli memperkirakan akan terjadinya the
absent of war sebagai bentuk dari
keamanan yang bersifat tradisional, namun pada kenyataannya keamanan
tradisional masih menjadi isu yang memberikan pengaruh besar dalam konstelasi
dunia internasional. Dalam perkembangannya konsep keamanan dapat dipahami
dengan berbagai teori, namun realis dan liberalisme menjadi dua pemikiran besar
yang mendominasi pemikiran terkait dengan keamanan.
Konsep keamanan tidak lepas dari
pemahaman pemikir realis yang memandang dunia internasional bersifat anarki
sehingga dengan demikian setiap negara memiliki keinginan untuk meningkatkan
kekuatan sebagai salah satu bentuk respon dari anarkisme tersebut. Pasca perang
dingin dunia internasional mengalami pergeseran dimana kerjasama menjadi salah
satu instrumen membangun dunia yang lebih aman dan globalisasi menjadi faktor
penggerak interkonektifitas masyarakat internasional, namun fenomena memperkuat
komponen pertahanan berkembang selaras dengan kerjasama yang dibentuk. Dua
pemikiran yang ada yaitu liberalisme dan realisme memberikan gambaran-gambaran
dan prediksi terkait dengan keamanan internasional, perdebatan yang ada antara
realisme dan liberalisme memberikan jalan tengah dalam mengamati dinamika
keamanan internasional.
Pemikiran realisme yang sangat
relevan menggambarkan kondisi keamanan sebelum berakhirnya perang dingin seolah
terbantahkkan setelah berakhirnya perang dingin dengan runtuhnya Uni Soviet dan
pemikiran liberallisme muncul sebagai alternative yang mampu memberikan konsep
kerjasama sebagai langkah nyata membangun perdamaian dunia. Namun pada dasarnya
pemikiran-pemmikiran realisme tidak mati dan tidak relevan lagi akan tetapi
kedua pemikiran ini berjalan beriringan, tidak dipungkiri kerjasama dan
security menjadi isu yang berkkembang bersamaan dalam konstelasi dunia
internasional.
Berakhirnya perang dingin
melahirkan berbagai prediksi terkait dengan keamanan internasional, salah satu
premis yang dikemukakan F. Fukuyama seorang intelektual Amerika Serikat
keturunan Jepang, dalam artikelnya yang berjudul The End of History terkait dengan keamanan internasional adalah
pasca perang dingin dunia akan lebih aman tanpa adanya perang. Pendapat
Fukuyama memberikan gambaran bahwa runtuhnya soviet yang ditandai dengan
berakhirnya perang dingin secara tidak langsung menghapus rivalitas dua blok
yang ada saat itu sehingga gesekan-gesekan yang memicu ketegangan secara
perlahan dihilangkan. Namun premis ini tidak seutuhnya berjalan sesuai dengan
apa yang dikemukakan, perang terbuka sebagai salah satu bentuk dari keamanan
tradisional masih berlangsung hingga saat ini.
Ruang lingkup keamanan
internasional mengalami perluasan sebagaimana yang telah disebutkan diatas
dimana keamanan dapat dibagi dalam dua katagori yaitu keamanan tradisional dan
non tradisonal, berakhirnya perang dingin menyebabkan adanya transformasi
keamanan, perluasan aktor dan isu dalam keamanan internasional sangat
dirasakan. Salah satu contoh adanya ancaman terorisme dan bentuk ancaman lain
seperti ancaman dunia maya yang dikenal sebagai cyber security, dimana keamanan dunia maya juga menjadi perhatian
dunia. Pencurian data dari jaringan computer sangat rentan terjadi, contoh
nyata rivalitas Cina dan Amerika Serikat dalam menguasi dunia maya, pencurian
data rahasia Amerika Serikat yang melibatkan Cina memaksa Amerika Serikat membentuk
lembaga khusus Cyber Command untuk
mengcounter itu.
Terorisme menjadi ancaman nyata
pasca perang dingin, kejadian 9/11 menjadi salah satu landasan Amerika Serikat
dalam memerangi terorisme secara global. Keamanan internasional pasca perang
dingin yang dimotori oleh perbedaan idiologi bertransformasi menjadi ancaman
bersama terhadap terorisme, kemudian aktor sebagai ancaman pada perang dingin
ditekankan pada negara berubah menjadi kelompok bahkan individu pasca perang
dingin. Perubahan-perubahan ini terjadi dan terus berkembang akan tetapi
ancaman nyata negara sebagai aktor dominan tidak dapat dipungkiri terus
bertransformasi memperkuat sistem keamanan dan bahkan mengembangkan kekuatan
baru, pengembangan riset alat militer dan peningkatan anggaran mengalami
perkembangan yang signifikan.
Perkembangan militer dunia pasca
perang dingin mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya, lahirnya
kekuatan baru dunia seperti lahirnya Cina dengan kemampuan militer yang besar
dan geliat Jepang menuju kemandirian dalam bidang keamanan dengan membentuk
department of defense pada tahun 2007 tidak luput dari pandangan bahwa hal tersebut juga menjadi salah satu
indikator ancaman bagi keamanan internasional, tidak hanya itu pasca perang
dingin berakhir teknologi nuklir yang berkembang mencapai tahap yang memuaskan
yaitu selangkah lebih maju untuk dikembangkan menjadi peralatan militer yang
memiliki daya deterrence yang tinggi. Fenomena ini menjadi salah satu indikator
adanya geliat setiap negara melakukan pengembangan teknologi militernya.
Munculnya kekuatan baru dunia dan
geliat negara dalam meningkatkan teknologi militernya, meningkatnya anggaran
militer dunia juga menjadi indikator nyata bahwa keamanan internasional belum
memiliki konsep nyata dalam membangun dunia yang lebih aman tanpa adanya
perang. Pada tahun 2011 anggaran militer dunia tercatat sebesar 2.157 milliar
dollar meningkat sebesar 45% dalam kurun waktu 10 tahun[1].
Walaupun peningkatan anggaran militer ini diperuntukkan untuk membangun
kekuatan militer baru atau modernisasi alutsista akan tetapi peningkatan ini
tentunya menjadi perhatian setiap negara yang direspon sebagai sebuah ancaman.
Perluasan makna aliansi sebagai
sebuah skema pertahanan dapat diindikasikan sebagai bukti bahwa keamanan masih
mejadi isu sentral saat ini. Aliansi yang dulunya didefinisikan dalam arti
sempit, saat ini didefinisikan dalam ruang lingkup yang lebih luas, aliansi
tidak harus berbentuk treaty atau perjanjian dua atau lebih negara namun dalam arti lebih luas sebuah
negara dapat mengukur tingkat aliansinya dari tiga komponen yaitu, commitment, Object dan character.[2]
Keamanan internasional berdinamika
dengan pemicu atau trigger yang sebagian besar merupakan persoalan lama yang
dapat meletus kapan saja, isu konvensional seperti konflik laut cina selatan,
nuklir Korea Selatan, Iran dan isu-isu lainnya merupakan salah satu ancaman
bagi terbentuknya keamanan
internasional, terlebih dengan keterlibatan aktor yang cukup luas dengan
melibatkan negara-negara super power seperti Amerika Serikat, hal ini tentunya
menjadi sebuah fenomena yang mengancam upaya membangun perdamaian
internasional.
good ones keep writing, i read all of your writings
BalasHapus