Oleh:
Koento Wijanarko
201010360311062
Abstraksi
Setelah melalui
jalan demokrasi yang panjang, Indonesia mulai menuju era konsolidasi demokrasi
pasca pemilu 2004 yang menjadi tolak ukur keberhasilan demokrasi di Indonesia .
Di era kepemimpinan SBY, tantangan muncul dari gerakan-gerakan berbasis Islam.
Gerakan Islam dari berbagai golongan ini mempunyai agenda khusus yaitu
menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam mengingat mayoritas Penduduk
Indonesia beragana Islam.Selain itu, konsep pemerintahan SBY yang liberal
bertentangan dengan ideology Islam yang ada.
Kata Kunci: Konsolidasi
Demokrasi, Gerakan Islam, SBY
Pendahuluan
Indonesia
merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di kawasan Asia
Tenggara. Jumlah penduduk Indonesia saat ini diperkirakan lebih dari 250 juta
jiwa. 90 % warga Negara Indonesia memeluk Agama Islam, dan sisanya agama lain
seperti Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu.
Indonesia
juga merupakan Negara demokrasi terbesar di dunia. Hal ini tidak lepas dari
kesuksesan pemilu yang diadakan tahun 2004 dimana jumlah pemilih diperkirakan
mencapai lebih dari 117 juta jiwa dan menjadikan Indonesia sebagai pemilu
Presiden terbesar di dunia [1].
Selain itu hal tersebut terkait dengan jalan panjang Indonesia menuju Demokrasi
yang berkembang pesat dan transisinya hingga saat ini.
Diawali
saat kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang menjadi tonggak
pembebasan belenggu penjajahan di tanah air kita. Awal-awal tahun kemerdekaan,
Indonesia mengenakan sistem Demokrasi Parlementer di tahun 1949 yang dicetuskan
oleh Presiden Soekarno. Kemudian berubah menjadi Demokrasi Terpimpin tahun 1959
atas prakarsa Soekarno juga dikarenakan gagal berkembangnya konstitusi baru
yang melemahkan parlemen saat itu. Demokrasi Terpimpin lebih focus pada
kebijakan luar negeri Indonesia seperti permasalahan perang dingin dan sengketa
dengan Malaysia. Rezim Soekarno runtuh akibat kasus G 30 S PKI yang membuat
Soekarno lengser dan digantikan oleh Soeharto yang saat itu menjabat sebagai
Kepala Militer tahun 1967. [2]
Saat
Presiden Soeharto menjabat, masa yang dikenal sebagai “Orde Baru” ini
menggunakan system Demokrasi Pancasila yang berdasarkan pengamalan 5 sila
Pancasila. Transisi demokrasi bisa dibilang aman dan damai ditandai dengan
pemilu yang memenangkan Soeharto berulang kali hingga 1997. Di tahun 1998 Rezim
Orde Baru Soeharto runtuh oleh Gerakan Reformasi besar-besaran yang dikomandoi
mahasiswa sebagai akibat ekonomi yang morat-marit dan KKN lalu isu HAM yang
merebak saat itu. Pada era Presiden Habibie, Indonesia dikaitkan dengan masalah
HAM di Timor-Timur yang membuat lepasnya daerah tersebut dari NKRI sehingga
membuat Habibie lengser tahun 1999 dan digantikan oleh Presiden Abdurrahman
Wahid. [3]
Di
masa Abdurrahman Wahid, hanya berjalan 2 tahun akibat keputusan
kontroversialnya yang ingin membubarkan dewan legislative yang membuatnya turun
tahta dan digantikan Presiden Megawati di tahun 2001. Di era megawati, diwarnai
aksi pengeboman dari Bom Bali I hingga Bom Kuningan namun posisi Megawati tetap
aman hingga pemilu tahun 2004. Tahun 2004 merupakan tahun dimana Pemilu
langsung melibatkan seluruh warga Negara Indonesia dalam pemilihan legislative
maupun Pemilihan Presiden. Pemilu yang ditandai terpilhnya Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden dianggap sebagai berakhirnya masa
transisi dan mulai masuk pada masa konsolidasi demokrasi [4].
Lalu pemilu kembali bergulir tahun 2009 dan dimenangkan (lagi) oleh SBY dan
berlangsung hingga sekarang.
Saat
dimana konsolidasi demokrasi sedang berjalan di Indonesia, tentunya banyak
sekali hambatan-hambatan yang akan ditemui terutama pada era pasca pemilu 2004
dimana SBY memimpin Negara ini. Mulai dari isu Hak Asasi Manusia (HAM),
pluralisme yang ada di masyarakat, kasus-kasus korupsi, hingga masalah budaya.
Satu masalah yang sangat
penting untuk disimak yaitu keberadaan gerakan Islam di Indonesia. Mengingat
Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia,
maka adanya gerakan-gerakan Islam di Negara dirasa sangat dibutuhkan guna
memenuhi kepentingan umat muslim yang ada di Indonesia. Terlebih lagi setelah
rezim Orde Baru tumbang, organisasi-organisasi keagamaan di Negara ini
“meledak” dan timbul euforia terutama dalam kancah politik. [5]
Pembahasan
Dalam proses konsolidasi demokrasi, terdapat tiga prasyarat penting yang
harus dipenuhi oleh negara yang baru jika mereka ingin terkonsolidasi:
penguatan demokrasi, pelembagaan politik, dan kinerja rezim. Penguatan membuat
struktur-struktur formal demokrasi menjadi
lebih
liberal, memliki akuntabilitas, representatif dan terjangkau. Kemajuan dan
kepatuhan hukum
yang lebih besar adalah sangat penting. [6]
Gerakan-gerakan Islam
yang bermunculan luas saat Soeharto
lengser dimana pada saat itu perkumpulan Islam dilarang keberadaannya
sebenarnya menolak pemerintahan ala demokrasi. Sebagian berpendapat bahwa
Demokrasi merupakan buatan manusia dan berasal dari barat dan bersifat liberal
sehingga konsep tersebut dianggap kafir. Islam fundamentalis menganggap bahwa
system pemerintahan Islam sesungguhnya yaitu Khilafah Islamiyah, bukan yang dianut bangsa Indonesia saat ini.
Maka ini menjadi tantangan yang sangat besar dalam konsolidasi demokrasi di
Indonesia pada masa SBY.
Gerakan- Gerakan yang akan
dijelaskan disini terbagi dalam 3 golongan, yaitu kanan, tengah, dan kiri.
Gerakan Kanan yaitu dimana suatu organisasi berkecimpung dalam aktivitas
demokrasi yang berlangsung demi memenuhi kepentingan organisasinya. Sebagai
contoh organisasi yang berbentuk Partai seperti Partai Keadilan Sejahtera
(PKS).
PKS merupakan Partai Islam yang
dibentuk tahun 1998 yang semula bernama Partai Keadilan. Setahun berselang, PKS
langsung ikut pemilu tahun 1999 dengan jumlah 1,36% suara dan terus meningkat
di pemilu-pemilu berikutnya seperti di tahun 2004 dengan jumlah 7,34% suara.
PKS juga menempatkan Presidennya, Hidayat Nur Wahid sebagai Ketua MPR di tahun
yang sama.
Para
elit politik PKS menghadapi dunia perpolitikan secara lebih rasional dan
realistis. Dengan demikian, PKS dipaksa untuk lebih inklusif, moderat, dan
akomodatif terhadap system demokrasi dan juga kehendak public. Ditambah lagi
posisi PKS sekarang sebagai Partai pendukung Koalisi yang banyak menerima
kritikan. Sehingga PKS tidak bisa leluasa lagi untuk memaksakan ideology
murninya seperti pendahulunya, Masyumi. [7]
Namun
sebenarnya PKS memiliki Hidden Agenda
dibalik semua itu. PKS terus memberikan pendidikan Tarbiyah dan berdakwah ke
masyarakat untuk kembali ke Islam dan menolak sekularisme serta bergerak
melawan hegemoni barat. Hal ini tidak dimunculkan secara menonjol di depan
public dan hanya muncul di kalangan kader PKS, maka PKS tidak dianggap sebagai
ancaman dan tetap menaati ketentua konstitusional. Perjuangan akhir dari PKS
sendiri yaitu menciptakan berdirinya sebuah Negara Islam dengan system Khilafah Islamiyah dan ditegakkannya
Syariat Islam di Indonesia. [8]
Golongan
yang kedua yaitu Golongan tengah dimana golongan ini tidak berkecimpung dalam
pemerintahan seperti PKS namun lebih aktif dan tidak radikal dalam menyalurkan
aspirasinya dan berbentuk NGO seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Hizbut
Tahrir berdiri pada tahun 1953 di Palestina. Gerakan yang menitik beratkan
perjuangan membangkitkan umat di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan
Islam melalui tegaknya kembali Khilafah Islamiyah. Kemudian Hizbut Tahrir
berkembang dan meluas ke berbagai penjuru dunia masuk ke Indonesia pada tahun
1980-an dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di seluruh Indonesia.
Pada era 1990-an ide-ide dakwah Hizbut Tahrir merambah ke masyarakat, melalui
berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran, dan perumahan. [9]
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah sebuah organisasi politik yang
berideologi Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya.
Hizbut Tahrir bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang
untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka
untuk mendirikan kembali sistem Khilafah yang berlandaskan hukum Islam. Dalam
menyalurkan aspirasinya, HTI menggunakan dakwah di berbagai tempat dan
memberikan wacana terhadap perkembangan pemerintahan saat itu dan selalu
menolak ide Demokrasi.
Golongan ketiga yaitu golongan kiri, dimana golongan
ini bersifat ekstrim dan radikal dalam pelaksanaan misinya. Sebagai contoh
Jamaah Islamiyah Indonesia (JII). JII merupakan organisasi kelompok teroris
yang merupakan cabang dari Jaringan Al-Qaeda di Afghanistan dan didirikan
diantara tahun 1992 hingga 1993. Tujuan dari JII yaitu membuat Indonesia
menjadi Negara Islam dan membentuk Negara pan-islamik di Asia Tenggara. [10]
JII mengeluarkan “aspirasinya” dengan melakukan serangkaian pengeboman
di Indonesia. Diawali dari Bom Bali I tahun 2002, JW Marriot 2004, Kuningan
2004, Bom Bali II 2005 hingga yang terakhir yaitu pengeboman Masjid di Cirebon
dan Gereja di Solo tahun 2011. Pemerintah sudah berusaha meredam dengan
menangkap dan membunuh tersangka pengeboman tersebut namun hal itu sulit
terjadi. Hal tersebut diakibatkan selama tujuan JII belum tercapai yaitu
mendirikan Negara Islam di Indonesia, maka gerakan ini akan terus ada, terutama
di era pemerintahan SBY yang sangat “lengket” dengan demokrasi liberal.
Jika ditarik ke bawah, pada masa pemerintahan SBY saat ini
gerakan-gerakan Islam yang ada dapat menghambat konsolidasi demokrasi di
Indonesia secara menyeluruh. Karena selama umat Islam masih ada dan dominan,
selama pemerintahan lebih condong ke liberal, selama Negara Islam belum
terbentuk, maka gerakan ini akan terus ada dan proses konsolidasi tidak akan
berjalan dengan baik.
Kesimpulan
Banyak sekali tantangan-tantangan
yang dihadapi pada masa konsolidasi demokrasi terutama pada rezim SBY. Salah
satunya yaitu munculnya gerakan-gerakan Islam di Indonesia. Sejak era
reformasi, gerakan politik yang berbasis Islam berhamburan untuk ikut serta
dalam revitalisasi pemerintahan pasca orde baru.
Dengan konsep gerakan Islam yang
ingin Negara Indonesia menjadi Negara Islam dengan menggunakan Khilafah Islamiyah, maka gerakan Islam
ini akan terus berusaha untuk mewujudkannya mulai dari golongan Kanan hingga
golongan Kiri. Dan pemerintahan SBY yang menganut paham liberal, maka proses
demorkratisasi akan sulit mengingat ideology yang bersebrangan dan kurang “lengketnya”
hubungan antar dua pihak ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abuza,
Zachary. Political Islam and Violence in
Indonesia. Routledge: New York. 2007
Ardi, Sembodo. Islam
dan Demokrasi Pasca Orde Baru, UIN Sunan Kalijaga. Pdf
Ellicott, Karen. Countries of The
World and Their Leaders Year Book. Thomson Gale: USA. 2007
Kartasasmita, Ginandja. Budaya
Politik Dalam Proses Demokratisasi di Indonesia. Disampaikan pada semnas
Persadi Lembaga Administrasi Negara. 2004. Pdf
Penilaian Demokratisasi di Indonesia. International
IDEA: Swedia. 2000. Pdf
Rahmat, M. Imdadun. Ideologi Politik PKS. Penerbit LKiS: Yogyakarta. 2008
www.hti.or.id
(diakses 7 Januari 2012, 16.43)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar