“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Arsitektur Keamanan Global Pasca Tragedi 11 September

Oleh: Adi Rio Arianto Salamun, Arif Muliawan, Arizona Flora Krisandy, Farida Choirunisa, Diakonia Pungkassari, Evita, Frederik Sarira, Meutia Larasati, Muhtar Lutfi, Zulkifli H. Manna                
Abstract
This paper explains about the architecture of global security often change during a “defining moment” dramatic. As long as we know like Prof. Budi Winarno analytically explained, that the collapse of the World Trade Centre (WTC) in New York on September 11, 2001 following the terrorist attacks is now seen by many as defining moment of the architecture of global security. This architecture typically same as the forming of The End of World War II in 1945 which then immediately followed by the start of the Cold War era. When the Berlin Wall fell on In 1989, the international community saw it as the beginning of the birth of the era Post Cold War. Indeed, the September 11 tragedy brought fundamental implications of the situation and the international political arena. For United States, the incident was a major blow to the supremacy of the superpowers, which demanded a response in the form of “global war againts terrorism”. For the other countries, in addition to make them aware that a serious threat to humanity can take the form of a never seen before, and the response of the WTC tragedy U.S. against terrorism is the beginning of the establishment of a world political order characterized by increased non-traditional threats, hereinafter give impact to the forming of the new architecture of global security which followed by the United States as the lone superpower hegemony. Other issues that give impact to the creating of architecture of global security such us ––humanitarian crisis in the Darfur case; human rights violations in Mianmar, Pantai Gading, Iraq, Israel, Bosnia, and East Timor; conflict countries among “failing states” in the case of Somalia and Iraq; issue of terrorism and civilization identity; cases of the spread of both nuclear and chemical weapons, also the dissemination of small arms and light weapon, and the changes of security environment from traditional to non-traditional level. All of these issued has been become the main issue that has encourage the forming of the new architecture of global security. 

Keyword: keamanan global, pasca 11 September, Amerika Serikat, hegemoni, HAM, militer, senjata, dan arsitektur keamanan internasional.

A.   Pendahuluan
Munculnya arsitektur baru “defining moment[1] terhadap persepsi ancaman baru dan ketidakpastian keamanan internasional telah mempengaruhi tatanan internasional yang kerap kali berubah oleh sebuah sebuah peristiwa dramatis. Berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945, segera diikuti dengan dimulainya era Perang Dingin. Runtuhnya Tembok Berlin tahun 1989, masyarakat internasional melihatnya memasuki era Pasca Perang Dingin. Runtuhnya gedung WTC di New York pada 11 September, dilihat banyak pihak sebagai defining moment yang mengakhiri era Pasca Perang Dingin.

Selanjutnya peristiwa ini telah memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perubahan dalam kepentingan nasional Amerika Serikat yang terefleksikan di dalam kebijakan luar negerinya khususnya bidang keamanan. Pada akhirnya peristiwa tersebut berhasil merubah cara pandang AS dan negara-negara lain dalam melihat kebutuhan keamanan negara secara global sehingga berimplikasi pada perubahan prioritas negara-negara dunia dalam mendefenisikan kepentingan nasionalnya terhadap ancaman dan kemanan di level internasional.
        Sudah pasti bahwa tragedi 11 September membawa implikasi fundamental terhadap situasi dan percaturan politik internasional. Bagi AS, peristiwa ini merupakan pukulan telak bagi supremasi adidaya, yang menuntut respon keamanan negera dalam bentuk “perang terhadap terorisme.” Bagi negara-negara lainya, selain menyadarkan mereka bahwa ancaman serius terhadap kemanusiaan dapat mengambil bentuk yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, tragedi WTC dan respon AS terhadap terorisme merupakan awal dari terbangunnya sebuah tatanan politik dunia yang ditandai oleh meningkatnya ancaman non-tradisional dan hegemonisme AS sebagai negara adidaya tunggal.  

[1] Budi Winarno, 2012, Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: CAPS, hal 175.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar