Oleh: Ahmad Anwar, Angela Merici Chrisan, Anisa L. Umoro, Anna C. Suwardi, Bayu Setyawan, Cut Fitri Indah Sari H., Nasikhatun Listya A.F., Novie Lucky A., Novian, Uticha Sally, Yan Abrar
Negara
selayaknya menjadi entitas paling berpengaruh dalam menelurkan berbagai kebijakan
untuk menangani masalah klasik tentang kejahatan transnasional seperti
peredaran narkoba yang tak ada habisnya hingga kini. Agaknya narkoba menjadi
permasalahan yang kian akut diberbagai negara, problematika yang ditimbulkan
narkoba kian komplek, mulai peredarannya, dampak buruk kesehatan, hingga
transaksi kejahatan yang menjadi-jadi.
Banyak aksi yang dilakukan
negara untuk memerangi peredaran narkoba antara lain dengan membuat konvensi
yang melarang kejahatan transnasional. Namun sulit untuk berhasil karena adanya
keterbatasan pada negara, seperti tidak semua oknum dalam negara yang juga
berpartisipasi terlebih lagi jika kemungkinan korupsi transnasional sudah
merasuki kedalam negara, semakin sulit untuk memberantasnya. Beberapa
perbandingan kekuatan negara dan organisasi kejahatan transnasional seperti
kartel narkoba antara lain seperti sulitnya negara bertindak ketika organisasi
kejahatan transnasional telah menggunakan batas negara sebagai bentengnya.
Kedua, jaringan yang luas dan sulit ditembus menjadi keunggulan lain dari
organisasi kejahatan transnasional, sementara negara merupakan komponen yang
sulit bergerak sendiri terlebih ketika pihak-pihak tertentu telah terinfeksi korupsi.
Ketiga, tidak adanya aturan yang membatasi perilaku organisasi kejahatan
transnasional membuat mereka tidak tersentuh, dibandingkan dengan negara yang
harus mengikuti beberapa runtutan peraturan sebelum bertindak. Keempat,
organisasi kriminal adalah organisasi pembelajar dimana mereka menyesuaikan
diri dengan lingkungan dan menghindari kesalahan yang sama di masa lalu[1].
Buruknya bagi negara, pemerintah leboh condong untuk terus menjaga aturan yang
sudah ada. Kelima, organisasi kejahatan transnasional memungkinkan dia melobi
siapapun terlebih orang-orang yang korupsi untuk mempermudah langkahnya jikalau
dia terjaring oleh negara. Sementara negara merupakan komponen yang terpisah
dan tidak hanya fokus pada satu masalah luar negeri saja. Kelemahan negara diatas
dapat berakibat buruk dan menyebabkan ancaman bagi keberlangsungan negara dalam
hubungan internasional. Jadi organisasi kejahatan transnasional terkait baik
secara langsung maupun tidak dengan korupsi. Bahkan saling mendukung. Pihak
yang sering korupsi antara lain pihak-pihak berwenang seperti polisi atau
politisi bahkan. Jika hal tersebut telah terjadi maka semakin sulit peran
negara untuk memberantasnya dan semakin memperbesar ancaman terhadap negara.
Jika isu ini tidak segera
ditemukan solusinya maka akan terjadi keterpurukan dalam dunia internasional.
Karena itu dibutuhkan sistem yang mengakar dari dalam negara yang terus tumbuh
kedunia internasional. Karena jika dalam negara tidak terselesaikan dalam hal
ini masalah korupsi maka aksi selanjutnya juga akan semakin sulit untuk
memberantas organisasi kejahatan transnasional seperti kartel-kartel narkoba.
Memang pada dasarnya untuk mengatasi
narkoba ini diperlukan suatu upaya yang komprehensif, tidak bisa dengan cara
yang instant. Prinsip dan komitmen yang kuat dari setiap negara layaknya
diperkuat untuk memperoleh hasil yang maksimal. Pembaharuan mekanisme dan cara
kerja penanggulangan serta pencegahannya pun
harus dilakukan secara rutin, sehingga tidak terjadi kemandegan sistem yang
justru akan rentan terhadap kembali munculnya spora baru dalam peredaran
narkoba.
Peranan perundang-undangan dan payung
hukum hendaknya ditegakkan dengan adil, kuat, dan tak pandang bulu. Setiap
negara selayaknya memberi porsi yang cukup dalam peraturan hukum terhadap pelanggaran
atas penyalahgunaan narkoba ini. Hukum dapat dijadikan sebagai tonggak tajam
bagi para pelaku penyalahgunaan narkoba ini, efek jera dan takut diharapkan
dapat terwujud, sehingga semakin menekan angka dampak negatif penyalahgunaan narkoba dan peredarannya.
Wars on Drugs di Amerika
Sebagai pioner sekaligus kekuatan dalam tatanan global,
Amerika Serikat menjadi suatu negara yang memiliki andil dalam menangani
permasalahan narkoba. Dengan menggaungkan jargon “war on drugs”, Amerika memulai perangnya melawan peredaran
terlarang narkoba. Pada dasarnya kebijakan ini diprakarsai oleh Presiden
Amerika serikat Richard
Nixon pada tahun 1971 lalu. Pada awalnya, gagasan ini bekerja untuk melawan
peredaran / perdagangan gelap narkoba dengan menggunakan kekuatan militer
sebagai senjata untuk melawan kejahatan ini. Dalam perkembangannya, war on
drugs mengalami perluasan konteks, yang kemudian diiukuti oleh berbagai negara
sehingga para pecandu / pengguna narkoba juga dimasukkan dalam daftar oknum
yang perlu dikenankan sangsi hukum.
“The War on Drugs is
a war on America! Time to End It!” pernah dituliskan oleh Russel Simmons,
sebagai harapan dan tuntutan agar problematika yang ditimbulkan oleh narkoba
segera menemukan solusinya[2].
Oleh karenanya senada dengan yang dikatakan oleh ONDCP
(Office of National Drug Control Policy) pemerintah Amerika (seperti BNN-nya
Indonesia), berharap pada pemerintahan Presiden Obama pada masa ini, untuk
lebih mengkaji misi war on drug secara lebih komrehensif. Permasalahan ini
membutuhkan terciptanya strategi yang lebih mutahir untuk memutus mata rantai
peredaran narkoba baik secara lokal maupun internasional.
Kolombia Melawan Kartel
Narkoba
Kolombia
termasuk negara dengan tingkat penyebaran dan pemroduksi narkoba yang sangat
tinggi dengan sistem manajemen yang rumit sehingga kerap menjadi sorotan utama
sekaligus sebagai inspirasi bagi negara lain dalam kebijakan baru pemerintah
dalam memerangi narkoba. Peranan Kolombia dalam industri obat bius dunia mengalami
sebuah evolusi selama beberapa dekade
belakangan ini. Bermula dari eksportir marijuana atau dikenal juga sebagai ganja untuk pasar AS yang merupakan
periode yang menjadi tonggak awal tumbuh dan
berkembangnya drug trafficking Kolombia, kemudian beralih ke pemrosesan koka menjadi kokain dan opium menjadi
heroin yang semua bahan bakunya disuplai dari
Peru dan Bolivia, hingga menjadi produser sekaligus eksportir utama dari kokain dan
heroin untuk pasar utama Amerika dan Eropa.[3] Berbeda
dengan penyebaran narkoba di Amerika Utara, di negara Amerika Latin khususnya
Kolombia, penyebaran narkoba dilakukan kebanyakan oleh kartel yang strukturnya
sangat komplek. Struktur kartel ini terdiri dari petani, produsen, manufaktur,
penyelundup, pejabat korup, bahkan penjual asongan. Kartel-kartel narkoba yang
terkenal di Kolombia adalah Medellin, Cali dan Carribean Coast. Pemerintah Kolombia
mencoba menangani kasus ini dengan cara memutus dan menghancurkan kartel-kartel
tersebut. Cara yang digunakan pemerintah pun beragam yaitu dengan memperketat
penjagaan antar negara untuk meminimalisir keluar masuknya narkoba. Aparat
Kolombia juga gencar melakukan penutupan atas terowongan-terowongan bawah tanah
yang digunakan untuk lalu lintas narkoba, serta razia di tempat hiburan malam
yang lazim menjadi tempat jual beli narkoba.
[1] Phil Williams, 2001. “Transnational Crime and Corruption”, dalam Brian White, Richard
Little, and Michael Smith (2nd eds.) Issues In World Politics, New York : PALGRAVE. Hal 245
[2]
Simon Russel, “The War on Drugs
is a war on America! Time to End It!”
dalam, http://www.huffingtonpost.com/russell-simmons/the-war-on-drugs-is-a-war_b_3038081.html.
diakses tanggal 16 oktober 2013.
[3]
Herningtyas Ratih.2012. “Weak State Sebuah Ancaman Keamanan: Studi Kasus
Kolombia” dalam Jurnal Hubungan Internasional.
Jogjakarta. Hal 30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar