“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Konsep Global Governance


Oleh: Astiwi Inayah, Citra Istiqomah, Dian Trianita Lestari, Feriana Kushindarti, Irani Siti N, Muhammad Nizar H, Nofansyah Ibrahim, Novi Rizka A, Reza Triarda, Siti Fadilah 
           Salah satu  pengertian yang banyak dirujuk dalam memahami global governance antara  lain dari  Rosenau dan Czempiel (1992) yang menerjemahkan global governance sebagai  pemerintahan tanpa pemerintah (governance without government). Hal ini juga sejalan dengan  pengertian dari  Finkelstein (1995) yang menjelaskan bahwa “Global governance is governing,  without sovereign authority, relationship that transcend national frontiers. Global governance is doing internationally what governments  do at home”. Kedua pengertian ini sebenarnya  menjelaskan kondisi minimnya peran pemerintah (negara) dalam global governance. Sedangkan pengertian lain dari Thomas Weiis lebih menjelaskan bahwa global governance tidak lain adalah “...efforts to bring more orderly and reliably responses to social and political issues that go beyond capacities of states to address individually ”, Ini artinya bahwa isu dalam global governance merupakan isu yang tidak mampu lagi diatasi oleh negara dengan kapasitasnya saat ini. Konsekuensinya ialah bahwa global governance memerlukan interaksi lebih dari satu pihak, sebagaimana dalam pengertian dari Gold Mercury International, yaitu “ Global Governance is about the interaction that is required to solve problems that affect more than one state or region when there is no power enforcing compliance”.[1]


[1]Finkelstein, S. Lawrence. 1995. “What is Global Governance?” dalam  Global Governance, Vol. 1, No. 3 (Sept.–Dec. 1995). Lynne Rienner Publishers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar