Oleh: Astiwi Inayah, Citra Istiqomah, Dian Trianita Lestari, Feriana Kushindarti, Irani Siti N, Muhammad Nizar H, Nofansyah Ibrahim, Novi Rizka A, Reza Triarda, Siti Fadilah
Salah
satu pengertian yang banyak dirujuk
dalam memahami global governance
antara lain dari Rosenau dan Czempiel (1992) yang
menerjemahkan global governance sebagai pemerintahan tanpa pemerintah (governance without government). Hal ini
juga sejalan dengan pengertian dari Finkelstein (1995) yang menjelaskan bahwa “Global governance is governing, without sovereign authority, relationship
that transcend national frontiers. Global governance is doing internationally
what governments do at home”. Kedua
pengertian ini sebenarnya menjelaskan
kondisi minimnya peran pemerintah (negara) dalam global governance. Sedangkan pengertian lain dari Thomas Weiis
lebih menjelaskan bahwa global governance
tidak lain adalah “...efforts to bring
more orderly and reliably responses to social and political issues that go
beyond capacities of states to address individually ”, Ini artinya bahwa
isu dalam global governance merupakan isu yang tidak mampu lagi diatasi oleh
negara dengan kapasitasnya saat ini. Konsekuensinya ialah bahwa global
governance memerlukan interaksi lebih dari satu pihak, sebagaimana dalam
pengertian dari Gold Mercury International, yaitu “ Global Governance is about the interaction that is required to solve
problems that affect more than one state or region when there is no power
enforcing compliance”.[1]
[1]Finkelstein,
S. Lawrence. 1995. “What is Global Governance?” dalam Global
Governance, Vol. 1, No. 3 (Sept.–Dec. 1995). Lynne
Rienner Publishers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar