“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Hubungan Kondisi Politik dan Kemiskinan di Indonesia


Oleh: Bayu Setyawan
Stabilitas politik dan keamanan merupakan syarat kemutlakan dan necessary condition bagi pembangunan ekonomi. Praktis, tidak ada satupun negara di dunia yang mampu membangun tanpa stabilitas politik dan keamanan. Pengalaman di sejumlah negara seperti Mesir, Libya, Tunisia, dan Suriah menunjukkan instabilitas politik dan keamanan menurunkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pengangguran dan gelombang PHK, tak terkendalinya inflasi, dan peningkatan angka kemiskinan.
Indonesia pernah mengalami krisis multidimensi 1997-1998, di mana pada 1998 pertumbuhan ekonomi mencapai minus 13 persen, inflasi tercatat sangat tinggi dan mencapai angka 77 persen, gelombang PHK dimana-mana, pengangguran meningkat dan melonjaknya angka kemiskinan. Pasca-reformasi, Indonesia mampu memulihkan perekonomian dengan cepat melalui stabilitas makroekonomi, pengendalian inflasi, mendorong sektor riil dan manufaktur, meningkatkan daya beli masyarakat, dan menurunkan angka kemiskinan.      
Instabilitas politik yang tidak terkendali menyebakan suasana ketidakpastian yang ditandai dengan gelombang demonstrasi, huru-hara, kerusuhan, dan konflik horizontal lainnya. Missal, pada Tragedi Mei 1998 sampai pada aksi-aksi demonstasi berikutnya yang berujung pada violence. Bahkan pada beberapa kasus Bahkan dua dari tiga penduduk Indonesia, menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), dalam kondisi sangat miskin pada tahun 1999. Belajar dari pengalaman Indonesia pada 1998 kestabilan politik dan keamanan sangat mendasar agar pembangunan berjalan baik demi mewujudkan kesejahteraan melalui pertumbuhan yang berkualitas dan inklusif. Salah satu yang perlu dijaga bersama terutama pergantian pemimpin.

Keterbatasan kecukupan dan mutu pangan dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita, dan ibu. Sekitar 20 persen penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya mengonsumsi 1.571 kkal per hari. Kekurangan asupan kalori, yaitu kurang dari 2.100 kkal per hari, masih dialami oleh 60 persen penduduk berpenghasilan terendah (BPS, 2004); Kasus mengenai gizi buruk tahun ini meningkat cukup signifikan, pada tahun 2005 tercatat 1,8 juta jiwa anak balita penderita gizi buruk, dan pada bulan Oktober 2006 sudah tercatat 2,3 juta jiwa anak yang menderita gizi buruk.
Keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi, jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedangkan masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Demikian juga persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan, pada penduduk miskin hanya sebesar 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya menjangkau 18,74 persen (BPS, 2001) penduduk, dan hanya sebagian kecil di antaranya penduduk miskin.
Keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan ditunjukkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung. Keterbatasan kesempatan kerja dan berusaha juga ditunjukkan lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga. Keterbatasan akses layanan perumahan dan sanitasi ditunjukkan dengan kesulitan yang dihadapi masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering dalam memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai.
            Dampak kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks, diantaranya:
1.      Penganguran
2.       Kekerasan
3.      Pendidikan
4.       Kesehatan
Ada tiga ciri kemiskinan yang menonjol di indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPPAS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tidak tergolong miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan sehingga tidak mengambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikatagorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di indonesia.
Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di indonesia, yaitu: kerentanan, sifat multy dimensi dan keragaman antar daerah .
Dengan kata lain, strategi dari pengentasan yang efektif bagi indonesia terdiri dari tiga komponen:

1.      Membuat pertumbuhan ekonomi bermanfaat bagi rakyat miskin.
2.      Membuat layanan sosial bermanfaat bagi rakyat miskin.
3.      Membuat pengeluaran pemerintah bermanfaat bagi rakyat miskin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar