“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Karakteristik Negara lemah


Oleh: Aan
Secara umum paradigma yang berkembang bahwa negara kuat ialah negara yang mampu menyediakan kebutuhan fundamental bagi negaranya, baik dari segi keamanan militer, sosial, ekonomi, maupun politik pemerintahan yang baik. Asumsi ini memang relatif. Begitu pula dengan pengertian negara lemah (weak state), karena hampir tidak ada kesepakatan yang universal dalam mendefinisikannya. Komisi Negara Lemah dan Keamanan Nasional AS misalnya, memperkirakan ada 50 sampai 60 negara berstatus lemah. Departemen Pembangunan Internasional Inggris misalnya, mengklasifikasikan 46 negara dengan 870 juta penduduknya sebagai negara rapuh (fragile).[1]
Kita melihat beberapa negara di dunia di dalamnya terdapat kelompok-kelompok, etnis-etnis yang berkonflik. Baik yang terjadi di dalam satu wilayah kekuasaan berdaulat atau lebih. Secara status, negara tersebut merdeka, tetapi pada kenyataannya tidak benar-benar berdaulat. Dalam beberapa aspek, tidak hanya keamanan militer, tetapi secara sosial-ekonomi kurang berkembang, bahkan terpuruk. Bahkan di level pemerintahan dipenuhi elit-elit berkepentingan kelompok. korupsi pun merajalela.
Gambaran tersebut tidak bisa memberikan pengertian secara valid tentang negara lemah. Sehingga perlu ada pendekatan melalui kategori tertentu. Namun setidaknya, karakteristik negara lemah dan negara gagal dapat dilihat melalui elemen berikut:[2]

1.       Perdamaian dan Stabilitas
Negara gagal sering dipenuhi konflik, resiko konflik dan ketidakstabilan, ataupun konflik yang baru saja muncul. Kurangnya keamanan fisik, fungsi lain negara yang sering dipertaruhkan; contohnya adalah Sudan dan Iraq.
2.       Efektivitas Pemerintahan
Negara dapat dipersulit dengan adanya pemerintahan yang buruk, korupsi, dan kurangnya layanan kebutuhan mendasar terhadap penduduknya. Dalam beberapa kasus, seperti Korea Utara dan Zimbabwe, hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya kepedulian pemimpin negara, atau keinginan politik, untuk menyediakan fungsi utama kepada seluruh rakyatnya.
3.       Kontrol teritorial dan poros batas negara
Negara lemah dan negara gagal bisa karena kurangnya kontrol yang efektif atas teritorialnya, militernya, atau kekuatan hukumnya atas wilayah yang penuh dengan ketidakstabilan; beberapa tempat dapat juga disebut “wilayah tanpa kekuasaan”. Batas antara Pakistan-Afganistan dan wilayah Sahel di daerah afrika utara merupakan contoh unsur-unsur eksis / berisiko menimbulkan kegagalan negara.
4.       Stabilitas Ekonomi
Beberapa negara lemah juga merupakan negara yang masuk dalam negara-negara termiskin di dunia. Sebagai konsekuensi dari kurang keamanan dan politik, negara lemah dan gagal sering kurang berhasil dalam mempertahankan pembangunan ekonominya. Contoh, Bangladesh dan beberapa negara di Sub-Sahara Afrika.



[1] Patrick, Stewart. 2006. Weak States and Global Threats: Fact or Fiction. The Washington Quarterly 29:2. (Spring 2006) hal.27
[2] Wyler, Liana Sun. 2008. Weak and Failing States: Evolving Security Threats and U.S. Policy. CRS Report. Hal.4-5. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL34253.pdf pada 28 September 2013 pukul 11:44 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar