“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Situasi Keamanan Global Pasca 11 September 2001


Oleh: Adi Rio Arianto Salamun, Arif Muliawan, Arizona Flora Krisandy, Farida Choirunisa, Diakonia Pungkassari, Evita, Frederik Sarira, Meutia Larasati, Muhtar Lutfi, Zulkifli H. Manna
 Beberapa saat setelah penyerangan terhadap gedung WTC dan Pentagon terjadi, AS langsung mengeluarkan laporan rutin Dapartemen Pertahanan AS, yaitu “Quadrennial Defense Review Report/QDR” (30 September 2001) dan setahun kemudian disusul dengan “The National Security Strategy/NSS” (17 September 2002) yang merupakan strategi pemerintahan Bush dalam menghadapi perubahan ancaman keamanan AS pasca 11 September 2001.
Perubahan cara pandang terhadap konsep keamanan serta transformasi strategi pertahanan terlihat jelas baik dalam laporan QDR 2001 maupun didalam NSS 2002. Pada masa pemerintahan Bill Clinton kebijakan luar negeri AS lebih menekankan pada isu-isu ekonomi, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), serta nilai-nilai demokrasi. Hal ini terlihat dalam “National Security Strategy” tahun 1999, dimana Clinton merumuskan empat tugas besar bangsa AS, antara lain: meningkatkan keamanan Amerika, meningkatkan kemakmuran ekonomi Amerika, mempromosikan demokrasi, dan empromosikan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. [1]
Sementara dalam NSS 2002, presiden George W. Bush sangat menekankan persoalan-persoalan keamanan. Meskipun tidak secara eksplisit, kecenderungan Bush mengedepankan pendekatan militer dalam strategi keamanannya jelas terlihat. Dalam pidatonya di Westpoint, pada 1 Juni 2002, Bush mengemukakan tiga tugas besar AS kedepan, yaitu: “We will defend the peace by fighting terrorists and tyrants, we will preserve the peace by building good relations among great powers, and we will extend the peace by encouraging free and open societies on every continent.[2]

Arah dan warna kebijakan AS memperlihatkan perubahan yang cukup menyolok. Peristiwa 11 September terbukti memiliki peranan yang besar dalam mengubah kepentingan dan tujuan politik luar negeri AS. Setidaknya seperti apa yang terlihat dalam QDR 2001 yang dikeluarkan  Department of Defense  pada akhir September 2001 menunjukkan perubahan orientasi yang besar dalam tujuan-tujuan kebijakan pertahanan. Ada empat kebijakan (defense policy goals) yang tercatat dalam laporan tersebut: “Assuring allies and Friends, dissuading future military competition, deterring threats and coercion against U.S. interests, and if deterrence fails, decisively defeating and adversary.” [3]
Dalam laporan QDR 2001, AS kembali menegaskan bahwa tujuan kekuatan bersenjata AS adalah untuk melindungi dan meningkatkan kepentingan keamanan nasional negara, serta jika strategi penangkalan mengalami kegagalan harus mampu melakukan perlawanan pada ancaman-ancaman terhadap kepentingan tersebut. AS memiliki kepentingan, tanggung jawab, dan komitmen terhadap keamanan dunia. Sebagai sebuah kekuatan global dalam masyarakat yang sangat terbuka, AS sangat dipengaruhi oleh tren, kejadian, dan pengaruh-pengaruh yang lain yang berasal dari luar teritorialnya. Sehingga kerika ancaman muncul menucak, maka sudah menjadi kewajiban bagi Amerika untuk melaksanakan misi pengamanannya dengan menjalankan misi “menyerang duluan”.


[1] U.S. Department of Defense, Quadrennial defense Reriew: Defense Strategy 2001, hal. 50.
[2] “Bush Speech at Wespoint 2002”, http://www.usinfo.state.gov, diakses tanggal 11 November 2013 pukul 22.32 WIB
[3] U.S. Department of Defense, loc.cit., hal. 50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar