Oleh: Adi Rio Arianto Salamun, Arif Muliawan, Arizona Flora Krisandy, Farida Choirunisa, Diakonia Pungkassari, Evita, Frederik Sarira, Meutia Larasati, Muhtar Lutfi, Zulkifli H. Manna
Beberapa saat setelah penyerangan terhadap gedung WTC dan
Pentagon terjadi, AS langsung mengeluarkan laporan rutin Dapartemen Pertahanan
AS, yaitu “Quadrennial Defense Review Report/QDR” (30 September 2001)
dan setahun kemudian disusul dengan “The National Security Strategy/NSS”
(17 September 2002) yang merupakan strategi pemerintahan Bush dalam menghadapi
perubahan ancaman keamanan AS pasca 11 September 2001.
Perubahan
cara pandang terhadap konsep keamanan serta transformasi strategi pertahanan
terlihat jelas baik dalam laporan QDR 2001 maupun didalam NSS 2002. Pada masa
pemerintahan Bill Clinton kebijakan luar negeri AS lebih menekankan pada
isu-isu ekonomi, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), serta nilai-nilai
demokrasi. Hal ini terlihat dalam “National Security Strategy” tahun 1999,
dimana Clinton merumuskan empat tugas besar bangsa AS, antara lain: meningkatkan
keamanan Amerika, meningkatkan kemakmuran ekonomi Amerika, mempromosikan
demokrasi, dan empromosikan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. [1]
Sementara dalam NSS 2002, presiden
George W. Bush sangat menekankan persoalan-persoalan keamanan. Meskipun tidak
secara eksplisit, kecenderungan Bush mengedepankan pendekatan militer dalam
strategi keamanannya jelas terlihat. Dalam pidatonya di Westpoint, pada 1 Juni
2002, Bush mengemukakan tiga tugas besar AS kedepan, yaitu: “We will defend the peace by
fighting terrorists and tyrants, we will preserve the peace by building good
relations among great powers, and we will extend the peace by encouraging free
and open societies on every continent.”[2]
Arah
dan warna kebijakan AS memperlihatkan perubahan yang cukup menyolok. Peristiwa
11 September terbukti memiliki peranan yang besar dalam mengubah kepentingan
dan tujuan politik luar negeri AS. Setidaknya seperti apa yang terlihat dalam
QDR 2001 yang dikeluarkan Department of Defense pada akhir
September 2001 menunjukkan perubahan orientasi yang besar dalam tujuan-tujuan
kebijakan pertahanan. Ada empat kebijakan (defense policy goals) yang
tercatat dalam laporan tersebut: “Assuring allies and Friends, dissuading
future military competition, deterring threats and coercion against U.S.
interests, and if deterrence fails, decisively defeating and adversary.” [3]
Dalam
laporan QDR 2001, AS kembali menegaskan bahwa tujuan kekuatan bersenjata AS
adalah untuk melindungi dan meningkatkan kepentingan keamanan nasional negara,
serta jika strategi penangkalan mengalami kegagalan harus mampu melakukan
perlawanan pada ancaman-ancaman terhadap kepentingan tersebut. AS memiliki
kepentingan, tanggung jawab, dan komitmen terhadap keamanan dunia. Sebagai
sebuah kekuatan global dalam masyarakat yang sangat terbuka, AS sangat
dipengaruhi oleh tren, kejadian, dan pengaruh-pengaruh yang lain yang berasal
dari luar teritorialnya. Sehingga kerika ancaman muncul menucak, maka sudah
menjadi kewajiban bagi Amerika untuk melaksanakan misi pengamanannya dengan
menjalankan misi “menyerang duluan”.
[2] “Bush Speech at Wespoint 2002”, http://www.usinfo.state.gov, diakses tanggal 11 November 2013 pukul 22.32 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar