Oleh: Ahmad Anwar, Angela Merici Chrisan, Anisa L. Umoro, Anna C. Suwardi, Bayu Setyawan, Cut Fitri Indah Sari H., Nasikhatun Listya A.F., Novie Lucky A., Novian, Uticha Sally, Yan Abrar
Jaringan
narkoba internasional sangat mengandalkan transportasi dan dalam peredaran
narkoba, baik itu melalui jalur darat, laut ataupun udara, di pelabuhan dan
bandar udara internasional, pertumbuhan pesat dalam perdagangan internasional
juga telah memfasilitasi perdagangan narkotika, karena volume yang diangkut di
seluruh dunia membuat sulit bagi pihak berwenang untuk mendeteksi pengiriman
narkoba. Perkembangan besar
lain selama beberapa dekade terakhir adalah peningkatan lalu lintas udara.
Jumlah pesawat yang beroperasi meningkat lebih dari 80 persen pada 1990-2009
atau 3,2 persen per tahun. Dikombinasikan dengan penjualan tiket yang makin
murah, kenaikan ini telah bertindak sebagai insentif bagi kelompok peredaran
narkotika untuk mengambil keuntungan dari volume yang lebih besar lalu lintas
udara, baik dengan mempekerjakan banyak orang untuk mengangkut obat-obatan
terlarang lintas batas di dalam tubuh mereka atau dengan menyembunyikan obat di
dalam angkutan udara atau paket pos. Globalisasi telah memberi kemudahkan bagi
pengedar narkoba untuk memperluas usahanya. Hal ini dimungkinakan dengan
mudahnya transportasi internasional pada era globalisasi, perpindahan manusia
yang sangat dinamis, kemudahan fasilitas bank dan komunikasi yang cepat. Semua
keunggulan akibat sistem globalisasi ini mampu dimanfaatkan jaringan pengedar
narkoba untuk semakin memperbesar dan memperluas jangkauan bisnisnya[1].
Kemudahan in memungkinkan opium yang ditanam di Afghanistan misalnya bisa
dengan cepat dinikmati konsumennya yang ada di Eropa maupun Amerika.
Selain transportasi, teknologi
informasi pun turut membantu peredaran narkoba ke seluruh dunia. Misalnya,
teknologi internet yang telah mempermudah akses informasi keseluruh belahan
bumi, mempermudah para pengedar berkomunikasi dengan jaringannya di belahan
bumi lainnya. Namun, bagi penegak hukum, teknologi ini juga memberi jalan baru untuk intervensi pengendalian
obat. Ini adalah faktor penting untuk menyebarkan informasi tentang risiko yang
terkait dengan penggunaan narkoba. Selain itu, Internet juga menjadi sarana
tambahan untuk memantau pasar obat terlarang dan perencanaan dan operasi
pelaku. Hal ini juga sekarang lebih mudah bagi aparat penegak hukum untuk
bekerja sama erat lintas batas. Akibatnya, pengedar narkotika tampaknya telah
menjadi lebih berhati-hati dan canggih dalam penggunaan internet mereka.
Kecepatan perkembangan teknologi
serta kemampuan adapatasi pelaku secara cepat dari teknologi yang tersedia
untuk kebutuhan mereka menyajikan tantangan utama untuk sebagian besar
badan-badan penanggulangan narkotika di banyak negara. Selain itu, tidak adanya
peraturan internet internasional membuat sulit untuk menghalangi pelaku yang
beroperasi secara internasional.
Selama beberapa dekade terakhir,
telepon seluler semakin canggih dan komputer yang tersambung ke Internet telah
tersedia sebagai bagian pertumbuhan populasi dunia. Telepon selular, khususnya
yang layanan pesan singkat (SMS), telah merevolusi bisnis narkoba di semua
tingkatan. Pesan SMS yang sulit bagi penegak hukum untuk memantau dan melacak,
dan meluasnya penggunaan kartu SIM murah anonim membuat tracing bahkan lebih rumit. Selain itu, ponsel dapat bertindak
sebagai registri pelanggan pengedar obat, dan untuk beberapa pengedar, aset
utama mereka adalah nomor yang tersimpan di telepon. Internet telah memiliki
dampak yang besar pada bisnis obat terlarang. Peredaran sekarang jauh lebih
mudah memahami tingkat harga di berbagai pasar, memperoleh bahan kimia
prekursor, dan menyembunyikan keuntungan narkoba. Pengguna narkoba sudah mulai
menggunakan internet sebagai sarana bertukar informasi tentang penggunaan
berbagai obat-obatan terlarang dan pada kesempatan terbaik untuk mendapatkan
obat yang lebih murah. Karena kemajuan teknologi, baik
teknologi informasi maupun transportasi menyebabkan penyebaran narkoba telah
menjamur melalui pasar-pasar gelap yang dimotori oleh gembong atau kartel
narkoba. Sistem kartel narkoba memungkinan pengaturan peredaran narkoba ke
seluruh dunia. Kartel-kartel narkoba ini umumnya memiliki sistem tidak bekerja
sendiri namun juga bekerjasama dengan kartel-kartel narkoba baik dalam dan luar
negeri. Jaringan ini memudahkan penyelundupan dan penyebaran narkoba dari dalam
dan ke luar negeri. Kartel narkoba di Meksiko misalnya berhasil untuk bertahan
dan berkembang semakin besar akibat kerjasama dengan kartel lain dan
memungkinkan penyeludupan narkoba ke Amerika Serikat, Kanada dan kawasan
Amerika Latin. Sebagian besar narkoba yang diselundupkan tersebut merupakan
buatan kartel narkoba di Kolombia, yang menunjukkan kuatnya jaringan kerjasama
kartel-kartel tersebut[2].
Berikut ini adalah beberapa kartel narkoba dari beberapa negara yang dianggap
memiliki jaringan bisnis dan pengaruh kuat secara global[3]:
1.
Kartel
Sinaloa, Meksiko
Kartel
terbesar di Meksiko sekarang adalah Sinaloa, pemimpinnya adalah JoaquĂn Guzmán
Loera, yang dikenal sebagai "El Chapo" atau "kerdil".
Joaquin dianggap sebagai gembong narkotika yang paling kuat yang pernah ada di
dunia. Sinaloa menyelundupkan kokain, ganja, metamfetamin dan heroin melalui
darat atau melalui terowongan ke AS, terutama melalui Arizona.
2.
Yamaguchi-gumi,
Jepang
Merupakan kelompok
Yakuza Jepang yang terbesar dengan pusatnya di Kobe, tetapi berbisnis pada
skala global. Dengan jumlah anggota mencapai puluhan ribu, mereka berurusan
dengan narkoba , senjata, perjudian, pemerasan dan prostitusi.
3.
Solntsevskaya
bratva, Rusia
Istilah
"Mafia Rusia" mungkin dapat menggambarkan besarnya kekuatan atau
persaudaraan kartel ini. Kelompok ini dikenal memiliki link ke Semion Mogilevich, Eropa dan mungkin juga dunia, disinyalir
sebagai kartel paling kuat di dunia.
4.
The
'Ndrangheta, Italia
The
'Ndrangheta dari Calabria saat ini merupakan kartel narkoba di Italia yang
mulai tumbuh untuk menjadi salah satu kartel narkoba terbesar di dunia.
Pendapatan tahunannya dari impor kokain dan bisnis lainnya diperkirakan
mencapai puluhan miliar dolar.
5.
Keluarga
Abergil, Israel
The Abergils
telah menjadi salah satu eksportir ekstasi terbesar di dunia, termasuk ke
Amerika Serikat, selain itu mereka juga terlibat dalam perjudian dan pencurian.
Kartel –kartel narkoba tersebut
memiliki sistem manajemen yang kuat dan rapi, beberapa kartel bahkan begitu
kuat sehingga mampu mempersenjatai diri dengan memiliki angkatan bersenjata.
Selain itu, dengan sumber dana yang dimiliki, mereka mampu untuk menyediakan
peralatan persenjataan yang sangat canggih, yang umumnya diselundupkan melalui
pasar gelap, untuk memperlancar bisnisnya. Mereka juga mengembangkan
usaha-usaha untuk keperluan pencucian uang hasil narkoba. Mereka membuka
beragam café, maupun diskotik yang
selain untuk keperluan pencucian uang juga dipergunakan sebagai medan transaksi
dan pemasaran bagi produk narkoba yang mereka hasilkan.
Kasus lain mengenai mengguritanya
jaringan narkoba internasional adalah peredaran narkoba secara ilegal ke Indonesia
yang berasal dari Myanmar , Thailand dan Laos. Sementara pemasok lainnya
berasal dari Iran, Pakistan dan Afghaistan dengan produksi hampir 4000 ton[4].
Barang-barang gelap tersebut kemudian dipasarkan ke beberapa negara di kawasan
Asia Tenggara termasuk Indonesia , Malaysia dan Singapura[5].
Dengan segala kemudahan yang disediakan oleh
globalisasi, organisasi kejahatan pengedar narkoba mampu menjelma menjadi
kekuatan besar dan menjadi “wajah buruk” di era modern. Organisasi ini umumnya
sangat sulit diberantas karena selain kekuatan sumber dana yang dimiliki,
organisasi ini sarat dengan pengalaman selama beberapa generasi sehingga telah
mengembangkan berbagai kemampuan untuk bisa bertahan. Umumnya organisasi
kriminal dunia ini memiliki akar yang sangat kuat, sebagaimana contohnya kartel
narkoba di Kolumbia sampai Yakuza di Jepang.
Bahkan dalam perkembangannya
sekarang perkebunan Coca, yang dulunya ditemukan di Bolivia, Peru, dan
Kolombia, sekarang sudah merembet ke Ekuador, Brazil, Venezuela, Panama, Guyana,
dan bahkan daerah lain di dunia. Chlorohydrate,
yang merupakan produk akhir dari pasta kokain, diproduksi di laboraturium yang
juga melibatkan negara-negara baru, seperti Argentina atau Chili. Perkebunan
opium tidak lagi dilarang oleh Golden
Triangle Asia Tenggara, yakni Laos, Myanmar, Thailand. Dan masih banyak
negara lain yang terlibat dalam penyebaran narkoba.
Melihat fakta diatas dapat
disimpulkan peredaran narkoba tidak hanya melibatkan satu negara saja, tapi
melibatkan hampir seluruh negara di dunia. Karena kemudahan yang difasilitasi
oleh globalisasi diatas, masalah ini menjadi ancaman secara global bagi
negara-negara. Khususnya bagi negara-negara yang lemah dalam kepemimpinannya,
cenderung akan digunakan sebagai sarang oleh para pengedar karena lemahnya
aturan atau lowrisk yang diterapkan
negara-negara ini. Ketika hal ini terjadi, yang terancam tidak hanya negara
tersebut namun juga negara-negara lain dalam kawasan regional yang sama.
Seterusnya akan berdampak terhadap negara-negara lain di dunia internasional.
Oleh karena itu, isu peredaran narkoba ini menjadi isu global yang harus
ditangani secara serius oleh negara ataupun organisasi internasional di dunia.
Isu peredaran narkoba tidak hanya masalah bagi satu atau sekelompok negara,
namun menjadi masalah bagi semua entitas yang ada di dunia ini.
[1] Loredana Maftei, 2012. “Illegal Drugs in
Europe: The Negative Consequences of Globalization”. CES Working Paper,
IV,(2).
[2] Randhi Satria, 2012. “Kekerasan dan
Peredaran Narkoba; Studi Kasus : Organisasi Kriminal di Meksiko” . Tesis. Program Pasca Sarjana Ilmu
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM.
[3] Leo
Benedictus. A guide to the world's
biggest drug cartels. http://www.theguardian.com/world/shortcuts/2013/jul/16/drug-cartels-world-zetas-miguel-angel. Diakses pada 18 Oktober 2013 pukul 16.50
[4] Aziz Alifi, 2007. “Upaya
Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba: Studi tentang “Compliance” Indonesia terhadap
United Nations Convention Again Illicit in Narcotic Drugs and Pychotropic”. Thesis. Program Pasca Sarjana Ilmu
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM. Hal 6
[5] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar