“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Hegemoni Amerika Serikat sebagai Security Keeper


  Oleh: Adi Rio Arianto Salamun, Arif Muliawan, Arizona Flora Krisandy, Farida Choirunisa, Diakonia Pungkassari, Evita, Frederik Sarira, Meutia Larasati, Muhtar Lutfi, Zulkifli H. Manna 
Atas peristiwa ini, AS memandang bahwa pembangunan postur pertahanan harus memperhitungkan kepentingan-kepentingan nasionalnya, antara lain:[1] Pertama “ensuring U.S. security and freedom of action, yang meliputi: kedaulatan (souvereignity) AS, integritas teritorial (territorial integrity), dan kebebasan (freedom), melindungi warga negara AS baik yang berada di dalam dan luar negeri, perlindungan terhadap infrastruktur strategis AS.  Kedua, “honoring international commitments”, dalam formasi bahwa keamanan dan kesejahteraan negara aliansi dan sahabat, menghalangi permusuhan yang mendominasi wilayah-wilayah strategis, khususnya Eropa, Asia Timurlaut, pesisir Asia Timur, dan Timur Tengah serta Asia Barat Daya, perdamaian dan stabilitas di dunia barat (west hemisphere). Ketiga, “contributing to economic well-being, meliputi: vitalitas dan produktivitas ekonomi global, dan keamanan internasional atas laut, udara dan ruang angkasa, dan jalur komunikasi informasi.
Melihat penekanan isu-isu keamanan dan kentalnya nuansa militeristik dalam pendekatan strategy baru Bush, maka perkembangan baru dalam strategy keamanan nasional AS diikuti dengan transformasi dalam militer AS. Donald H. Rumsfeld, Menteri pertahanan pemerintahan Bush, mengatakan bahwa Departemen Pertahanan AS harus memfokuskan perhatian pada upaya pencapaian enam tujuan program pengembangan transformasional (development of transfomational programs).[2]

Keenam tujuan yang disebut Rumsfeld sebagai “six-step strategy” tersebut meliputi: melindungi keamanan negara dan menjaga pangkalan-pangkalan AS di luar negeri, membangun dan mempertahankan kekuatan di medan perang, meniadakan tempat perlindungan bagi musuh dan memastikan bahwa tidak satu pun tempat di dunia ini yang dapat melindungi mereka dari penangkapan, melindungi jaringan informasi dari serangan, mempergunakan teknologi informasi untuk perhubungan antar berbagai kekuatan militer sehingga dapat bekerjasama dalam perang, dan mempertahankan kemudahan akses udara dan dari serangan musuh. Pengalaman 9/11, pada akhirnya menciptakan kebutuhan akan perubahan dalam postur pertahanan AS dengan cara-cara diatas.


[1] U.S. Department of Defense, loc.cit., hal. 2.
[2] Donald H. Rusmfeld, “Tranforming the Military”, Foreign Affairs, Mei/Juni 2002, hal.26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar