Disusun Oleh: Aghnaita Firdayanti 09260010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Seiring dengan berjalannya waktu, era
perang dingin masalah internasional masih bersifat tradisional atau masih
berkutat pada masalah militer, paradigma tersebut bergeser seiring berjalannya
pasca perang dingin menjadi ancaman ancaman yang sifatnya non militer seperti
masalah lingkungan hidup, migrasi, perdagangan anak dan wanita, perdagangan
obat obatan terlarang (narkotika), HIV/AIDS dan lain lain dengan ruang lingkup
melewati batas negara (transnational crime).
Asia Tenggara merupakan salah satu
kawasan yang tingkat kejahatan transnasionalnya relatif tinggi khususnya
perdagangan narkotika. Hal ini disebabkan karena kejahatan transnasional marak
terjadi di kawasan dimana negara negaranya diatur oleh pemerintahan yang korup
dan lembaga pemerintahan yang lemah. Faktor tersebut merupakan latar belakang
tingginya tingkat kejahatan transnasional khususnya peredaran narkotika di Asia
Tenggara.
Menurut WHO (1982) narkoba (narkotika
dan obat atau bahan berbahaya) adalah semua zat padat, cair maupun gas yang
dimasukkan kedalam tubuh dapat merubah fungsi dan struktur tubuh secara fisik
maupun psikis termasuk makanan, air dan oksigen dimana dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi tubuh normal[1].
Contohnya seperti opioda (morfin, heroin), kokain, ganja, dan alkohol yang mana
memiliki efek dapat merubah fungsi berpikir, perasaan dan perilaku orang yang
memakainya namun sayang seringkali zat yang seharusnya berfungsi sebagai obat
malah disalahgunakan dengan cara dipakai dalam dosis yang kecil maupun besar
untuk dinikmati efeknya, penyalahgunaan ini dapat menyebabkan ketergantungan.
Dalam hal ini penulis mengangkat
pembahasan mengenai perjalanan perdagangan narkotika Asia Tenggara. Dinilai
cukup tinggi hal ini dibuktikan dengan adanya Golden Triangle atau segitiga emas negara pusat produksi,
penyelundupan dan perdagangan narkotika terbesar di Asia Tenggara. Golden Triangle beranggotakan Thailand,
Myanmar dan Laos dimana Myanmar sebagai salah satu opium[2]
terbesar di dunia sementara Laos sebagai negara penghasil opium terbesar kedua
dan Thailand mendominasi produksi narkotika jenis ekstasi, sabu sabu dan
narkotika cair lainnya di Asia Tenggara. Fakta inilah yang menjadi faktor utama
mengapa Thailand pernah menjadi negara dengan tingkat pengguna narkotika tertinggi
di dunia, sementara Phnom Penh Kamboja merupakan pusat money laundering (pencucian
uang) dari hasil keuntungan penjualan narkotika dan kejahatan transnasional
lainnya seperti penyelundupan senjata ilegal, perdagangan manusia, cyber crime,
dan lain sebagainya[3]. Myanmar merupakan poin
penting dalam Golden Triangle karena Myanmar bertugas sebagai distributor opium
ke seluruh dunia, Myanmar bukan lagi sebagai negara transit dari narkotika
namun sebagai negara pembuat narkotika nomor satu. Selama ratusan tahun,
provinsi Shan dari Myanmar yang sebelah timurnya berbatasan dengan Cina, sebelah
baratnya berbatasan dengan Thailand dimana kota Maesai berada menjadi tempat
ladang opium yang paling utama karena selain tanah dan iklimnya cocok,
lokasinya juga strategis karena terisolir[4].
Berbeda dengan Kolombia atau kawasan Amerika Latin lainnya yang lebih
didominasi oleh peredaran dan perdagangan kokain, Asia Tenggara merupakan
kawasan pusat produksi heroin[5],
opium dan sejenisnya yang merupakan olahan dari tanaman opium poppy. Di kawasan
The Golden Triangle, heroine di
distribusikan ke Thailand melalui rute khusus perdagangan gelap narkoba.
Narkotika lainnya masuk ke provinsi Yunnan-Cina dan tujuan akhirnya adalah
Guangdong, Hongkong dan Macau. Disamping itu Ho Chi Minh City, Manila dan Phnom
Penh juga menjadi komponen penting dalam hal distribusi drugs ke pasar
internasional, karena tujuan distribusi yang berbeda membuat narkotika tersebut
harus melewati tempat atau negara transit untuk memberika supply terhadap pasar
domestik dan pasar internasional[6].
Peredaran Narkotika tidak hanya
terjadi sebatas pada negara anggota Golden Triangle saja namun di tiap tiap
negara Asia Tenggara pasti menghadapi masalah yang sama seperti di negara
Brunei Darussalam terdapat methampetamine kristal[7], cannabis
(ganja) dan ekstasi menjadi fokus pemerintahan karena penggunaannya yang
meningkat drastis. Sementara itu di Kamboja di dominasi oleh methamphetamine
pil, kristal dan juga bubuk. Di Indonesia sendiri merupakan negara penghasil
ganja (cannabis/marijuana) terbesar terutama di provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dimana disana banyak terbentang ladang ganja dan ditunjang dengan
iklim dan kondisi tanah disana yang membuat tanaman ini tumbuh subur tanpa
metode pertanian, selain ganja di Indonesia juga terdapat heroin, ekstasi dan
sabu sabu. Laos sebagai anggota dari Golden Triangle memiliki empat jenis
narkotika yang beredar disana antara lain adalah heroin, cannabis (ganja),
opium, methampethamine pils. Malaysia jenis narkotikanya sangat variatif antara
lain heroin, morfin, cannabis, opium ekstasi meskipun bervariasi jenis
narkotika yang masuk tapi Malaysia berhasil melakukan penanggulangan
permasalahan yang ada. Myanmar juga sebagai anggota dari Golden Triangle sudah
jelas bahwa merupakan negara sebagai penghasil dan pengedar heroin terbesar
karena disana terdapat ladang opium yang merupakan bahan dasar dari heroin. Di
Filipina narkotika yang mendapat perhatian pemerintah adalah sabu sabu dan
cannabis, di Singapura juga bervariasi jenis narkotika yang masuk tetapi karena
kondisi geografis Singapura yang relatif kecil membuat pemerintah mampu
mengatasi penanganan produksi dan penggunaan narkotika dengan efektif.
Sementara itu di Thailand yang juga merupakan negara anggota dari Golden
Triangle yang juga menjadi negara transit narkotika ke pasar internasional,
jenis narkotika yang banyak disini adalah ya’ba[8].
Dan Vietnam juga merupakan negara yang sukses menanggulangi peredaran narkotika
di negaranya dan jenis narkotika yang sempat beredar disana adalah heroin.
Dalam menghadapi peredaran narkotika Asia
Tenggara yang semakin meningkat, sebagai Asosiasi Bangsa Bangsa Asia
Tenggara yang berdiri pada tanggal 8
Agustus 1967 dengan tujuan mengembangkan kawasan yang terintegrasi dalam bentuk
komunitas, ASEAN melakukan penanggulangan terhadap permasalahan regional yang
dihadapi oleh negara anggotanya.
ASOD ( ASEAN Senior Officials on Drugs
Matters ) merupakan organisasi bentukan ASEAN pada tahun 1984 yang bertugas dan
bertanggung jawab dalam penanggulangan masalah narkoba melalui konsolidasi dan
upaya bersama di bidang hukum, kerjasama internasional, penyusunan undang
undang serta peningkatan partisipasi organisasi organisasi non pemerintahan,
membuat agenda, merencanakan proyek kerjasama terkait permasalahan narkotika
serta menghasilkan rekomendasi dari hasil kerja kelompok yang diwadahi oleh
ASOD sendiri. Selain ASOD juga terdapat Senior Official Meeting on
Transnational Crime ( SOMTC ), ASEAN and China Cooperative Operation in
Response to Dangerous Drugs ( ACCORD ), dan ASEAN-EU sub Committe on Narcotics[9].
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijabarkan diatas maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah :
“Mengapa ASEAN berperan dalam Menanggulangi Penyalahgunaan
dan Perdagangan Narkotika di Asia Tenggara ? ”
1.3
Tinjauan Pustaka
1.3.1
Literatur Terdahulu
Dalam
melakukan penelitian ini, penulis melakukan kajian pada penelitian-penelitian
terdahulu yang membahas masalah ASEAN dalam menanggulangi masalah
penyalahgunaan dan perdagangan narkotika Asia Tenggara. Penelitian yang
dilakukan oleh Widiyanti membahas tentang “Kerjasama ASEAN Dalam Penanggulangan
Narkoba Kejahatan Transnasional”, penelitian tersebut berisi tentang keputusan
ASEAN untuk melawan kejahatan transnasional dengan ditandatanganinya
Declaration of ASEAN yang meminta negara anggotanya agar lebih mengintensifkan
kerjasama antar anggota dengan organisasi internasional yang sama sama
bertujuan mencegah dan menghapus penyalahgunaan dan perdagangan narkotika.
Berkembangnya kelompok kelompok kejahatan terorganisasi berkarakter
transnasional terutama didorong oleh kemajuan pesat tekhnologi yang semakin
erat dengan perdagangan internasional. Namun dalam Ria Erilina[10]
yang mana penelitiannya mengenai “Peran ASEAN dalam Penanggulangan Perdagangan
Narkoba” dengan membahas strategi kerjasama antar negara anggota dalam
menangani lalu lintas gelap perdagangan narkoba di kawasan Asia Tenggara.
Dan penelitian Andri Prima[11] tentang
“Peranan ASOD (Asean Senior Officials On Drugs Matters) dalam Menanggulangi
Drugs Trafficking di Asia Tenggara” membahas tentang strategi apa saja yang
dilakukan ASOD untuk menanggulangi drugs trafficking di Asia Tenggara, disini
Andri lebih mengerucutkan lagi penelitiannya dengan memberikan detil ASOD
bekerjasama dengan berbagai negara non anggota ASEAN dalam kinerjanya
menanggulangi drugs trafficking di Asia Tenggara. Sementara itu yang dibahas
dalam penelitian ini adalah “Mengapa ASEAN Berperan dalam Usaha Penanggulangan
Perdagangan dan Penyalahgunaan Narkotika di Asia Tenggara” tidak sama dengan
penelitian sebelumnya yang lebih bersifat deskriptif, penelitian ini berusaha
menjelaskan fenomena dengan melihat mengapa ASEAN sebagai organisasi dituntut
untuk ambil bagian dalam permasalahan menanggulangi perdagangan dan
penyalahgunaan narkotika di Asia Tenggara.
1.3.2 Landasan
Teori dan Konsep
1.3.2.1 Landasan
Teori
Comprehensive Security
Dalam teori ini dijelaskan bahwa keamanan tidak bersifat tunggal melainkan bersifat
majemuk sehingga pengelolaannya menjadi tanggung jawab kolektif, dengan cara
mendaya gunakan seluas mungkin peluang untuk menanggulangi ancaman dengan cara
yang terpadu dengan tujuan menciptakan stabilitas keamanan secara damai[12].
Yamin Matengkar berpendapat bahwa keamanan komprehensif merupakan konsep
keamanan menyeluruh yang dikembangkan antara dua negara atau lebih dalam bentuk
forum kerjasama pada berbagai macam aspek seperti politik, ekonomi, sosial,
militer[13].
Keamanan tidak bersifat tunggal namun
banyak definisi bukan hanya meliputi keamanan dalam konteks militer namun sudah
merambah pada ranah keamanan manusia
(human security), mengenai fenomena yang telah dipaparkan oleh penulis
diatas maka penulis akan menjelaskan permasalah itu dengan memandangnya dari
teori comprehensive security. Dimana negara negara Asia Tenggara yang tergabung
dalam ASEAN sebagian besar menganggap perdagangan narkotika merupakan salah
satu ancaman keamanan bersama maka sebagai organisasi yang menaungi negara
negara Asia Tenggara, ASEAN sebagai lembaga forum antar bangsa Asia Tenggara perlu
untuk melakukan penanggulangan terhadap perdagangan dan penggunaan narkotika
dengan cara membentuk ASOD (Asean Senior
Officials on Drugs Matters) sebagai bentuk kesungguhan bahwa penyalahgunaan
dan perdagangan narkotika yang merupakan ancaman keamanan yang serius bagi
negara negara anggota dan harus diberantas penggunaan serta perdagangannya maka
dibentuklah lembaga tersebut dengan tujuan menciptakan stabilitas perdamaian
antar negara anggota.
1.3.2.2 Landasan
Konsep
Konsep Keamanan Non Tradisional
Konteks
keamanan tidak terbatas pada integritas wilayah nasional suatu negara untuk
memperoleh keamanan dengan membangun satuan militer, konsep ini berkembang
karena proses globalisasi dan perkembangan teknologi informasi, demokratisasi
dan hak-hak asasi manusia, masalah lingkungan hidup ekonomi, sosial budaya[14].
Konsep ini juga bertujuan menciptakan kestabilan dan ketertiban yang mencakup
semua aspek keamanan[15]
Dalam penanggulangan atas kejahatan
yang dilakukan oleh individu dan operasinya melibatkan dua negara atau lebih. Dalam
hal ini negara negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN melakukan
penganggulangan atas kejahatan transnasional yaitu penanggulangan
penyalahgunaan dan perdagangan narkotika, dengan cara bergabung dalam ASOD (Asean Senior Officials on Drugs Expert)
sebagai bentuk keseriusan dalam menanggulangi ancaman keamanan transnasional.
Konsep Human Security
Menurut Barry Buzan, “keamanan manusia
merupakan satu konsep yang problematis, khususnya tatkala dijadikan sebagai
bagian dari analisis atas keamanan internasional. Bentuk keamanan ini memiliki agenda yang
berbeda. Apa yang menjadikan sesuatu itu sebagai isu keamanan internasional dapat ditemukan
dalam pemahaman keamanan militer-politik tradisional. Dalam konteks ini, keamanan bagi suatu negara
senantiasa berkaitan dengan kelangsungan hidup. Sementara itu, identitas
merupakan kunci dari pemahaman keamanan bagi suatu bangsa”. Dengan indikator di bidang militer ialah adanya interplay antara
offensive militer dan defensive sumber negara, sementara di bidang politik
yaitu terjaminnya stabilitas, pemerintahan dan adanya ideologi. Sementara itu
di bidang ekonomi adanya masyarakat, negara juga finance juga pasar sebagai
pemenuhan kebutuhan. Dan dalam Masyarakat diperlukan adanya evolusi identitas
nasional, agama dan budaya. Juga di bidang Lingkungan ialah kerusakan
lingkungan bisa merusak keamanan internasional.
Dalam hal ini perdagangan narkotika
di Asia Tenggara merupakan ancaman keamanan bersama, konsepsi keamanan bukan
lagi menyangkut persenjataan melainkan lebih berurusan dengan kehidupan manusia
dan martabatnya . Konsep Human Security lebih memusatkan perhatian pada manusia
(people centred) daripada negara (state centred).
1.4
Metode Penelitian
1.4.1
Metodologi Hubungan Internasional
1.4.1.1 Unit analisa dan eskplanasi
Unit
analisa/variable dependen dalam penelitian ini adalah Peranan ASEAN, sedangkan
unit eksplanasinya/variable independennya adalah Menanggulangi Penyalahgunaan
dan Perdagangan Narkotika di Asia Tenggara.
1.4.2
Metodologi Penelitian Sosial
1.4.2.1
Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah tipe
penelitian eksplanatif. Penulis akan berusaha memahami dan menjelaskan Peranan
ASEAN dalam Menanggulangi Penyalahgunaan dan Perdagangan Ilegal Narkotika di
Asia Tenggara.
Hubungan antara unit eksplanasi dan unit
analisis adalah korelasionis, dimana unit eksplanasi dan unit analisanya berada
pada tingkat yang sama. Dalam hal ini Asia Tenggara sebagai negara tingkatannya
sama dengan sistem Internasional yaitu ASEAN.
1.4.2.2
Teknik
Analisa Data
Analisa
data dilakukan dengan mengunakan metode kualitatif. Dalam
memecahkan masalah yang telah di eksplorasikan dan
telah terlihat kejelasannya, tentunya dengan menggunakan teori yang telah
ditentukan oleh penulis.
1.4.2.3
Teknik
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis melakukan teknik
pengumpulan data dengan studi pustaka, yaitu buku-buku, artikel-artikel dari
internet, dan skripsi yang berkaitan dengan obyek penelitian ini. Pengumpulan
data dilakukan dengan media elektronik dan media cetak guna melengkapi
kebutuhan penelitian.
1.5
Hipotesa
Setelah membahas peranan ASEAN dalam menanggulangi
penyalahgunaan dan perdagangan narkotika di Asia Tenggara. Maka yang dapat
diajukan penulis dalam hipotesa ini ialah negara negara Asia Tenggara yang
tergabung dalam ASEAN menganggap bahwa penyalahgunaan dan perdagangan narkotika
merupakan ancaman keamanan bersama, maka sebagai organisasi yang menaungi
negara negara Asia Tenggara ASEAN dituntut untuk menciptakan stabilitas
keamanan bersama dengan cara membentuk badan khusus penanggulangan
penyalahgunaan dan perdagangan narkotika yang disebut ASOD sebagai bentuk upaya
menciptakan stabilitas keamanan bersama.
Daftar
Pustaka
http://66.102.9.132/search?q=cache:vYHFvHrq8_UJ:www.banyumaskab.go.id/bmskita/data%2520umum/Deskripsi%2520Narkoba.ppt+narkoba&cd=18&hl=id&ct=clnk&gl=id
diakses pada 18 Maret 2012
Zarina Othman, Myanmar, Illicit Drug
Trafficking and Security implication. (Akademika
65, 2004)
The Golden Triangle-Maesai Thailand. http://smulya.multiply.com/journal/
item/46
Ralf Emers, “The Threat of
transnational crime in Southeast Asia: drug trafficking, human smuggling and
trafficking and sea piracy”. UNISCI
Discussion Papers, Nǖm. 2, mayo-sinmes, 2003, Universidad Complutense de
Madrid , España, hal 9.
ASEAN Selayang Pandang, edisi 2008. Direktorat Jendral ASEAN Departemen
Luar Negri Republik Indonesia 2008, hal 79.
Ria Erilina. 2009. Peranan ASEAN Dalam Penanggulangan
Perdagangan Narkoba. Program Sarjana Ilmu Hubungan Internasional Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang.
Keamanan Nasional : Sebuah Konsep dan
Sistem Keamanan Bagi Bangsa Indonesia. Sekretariat Jendral Dewan Ketahanan Nasional. 2010.
Andri Prima. 2010. Peran ASOD (Asean
Senior Officials On Drugs Matters) Dalam Menanggulangi Drugs Trafficking di
Asia Tenggara. Program Sarjana Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Yamin,
Matengkar. Intelijen Indonesia
: Towards Professional Intelligence. Gajahmada University
Press 2006.
Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Remaja Rosda Karya. Bandung
2005
[1] Anonim. Lihat di http://66.102.9.132/search?q=cache:vYHFvHrq8_UJ:www.banyumaskab.go.id/bmskita/data%2520umum/Deskripsi%2520Narkoba.ppt+narkoba&cd=18&hl=id&ct=clnk&gl=id
diakses pada 18 Maret 2012
[2] Opium adalah jenis narkotika analgesikyang
didapat dari polong biji tanaman opium poppy (dengan nama latin Paeoniflorum) yang belum matang. Untuk
memanennya kulit dari polong yang matang dikupas dengan menggunakan pisaudan
hasilnya mengeluarkan getah berwarna putih dan mengering menjadi damar coklat
yang lengket dan dipisahkan dari polong sebagai opium mentah. Opium memiliki
khasiat narkotik yang kuat, unsur pokok dan turunannya digunakan sebagai pereda
rasa sakit.
[3] Zarina Othman, Myanmar, Illicit Drug Trafficking and
Security implication. (Akademika 65,
2004) hal 33.
[4] The Golden Triangle-Maesai Thailand. http://smulya.multiply.com/journal/
item/46 diakses pada 19 Maret 2012
[5] Heroin (diacetylmorphine) merupakan obat yang sangat menimbulkan
ketergantungan. Berbentuk bubuk putih dengan rasa pahit. Efek jangka pendek
yang ditimbulkan setelah pemakaian satu dosis dalam waktu beberapa jam. Fungsi
mental terganggu akibat dari depresi pada pusat sistem syaraf, gangguan
pernafasan serta mulut kering, mual muntah dan gatal gatal. Efek jangka
panjangnya ialah kerusakan pembuluh darah, infeksi pada saluran dan katup
jantung, gangguan hati dan komplikasi pada paru paru.
[6] Ralf Emers, “The Threat of transnational crime in
Southeast Asia: drug trafficking, human smuggling and trafficking and sea
piracy”. UNISCI Discussion Papers,
Nǖm. 2, mayo-sinmes, 2003, Universidad Complutense de Madrid , España, hal 9.
[7] Methampethamine adalah obat yang
menyebabkan ketergantungan pada pusat syaraf. Jenis ini mengakibatkan tidak
dapat tidur selama beberapa hari, selain itu juga merangsang tubuh untuk
beraktifitas, menurunkan selera makan dan efek tersebut berlangsung selama 6
hingga 12 jam. Obat jenis ini juga memberikan ketergantungan psikologis,
pemakai akan merasa senang, banyak bicara dan energi yang berlebih, pemakaian
dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan paranoid, halusinasi mata dan suara.
[8] Ya’ba merupakan bahasa Thailand yang
berarti “obat gila” yang tabletnya tersedia dalam berbagai macam rasa seperti
jeruk, anggur dan vanilla. Obat ini mengakibatkan tubuh gemetar, halusinasi,
gangguan kejiwaan, ketakutan yang berlebihan, tubuh panas, cepat lupa.
[9] ASEAN Selayang Pandang, edisi 2008. Direktorat Jendral ASEAN Departemen
Luar Negri Republik Indonesia 2008, hal 79.
[10] Ria Erilina. 2009. Peranan ASEAN Dalam
Penanggulangan Perdagangan Narkoba. Program Sarjana Ilmu Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah
Malang.
[11] Andri Prima. 2010. Peran ASOD (Asean Senior Officials On Drugs
Matters) Dalam Menanggulangi Drugs Trafficking di Asia Tenggara. Program
Sarjana Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
[12] Keamanan Nasional : Sebuah Konsep
dan Sistem Keamanan Bagi Bangsa Indonesia. Sekretariat Jendral Dewan Ketahanan Nasional. 2010, hal. 19
[13] Yamin, Matengkar. Intelijen
Indonesia
: Towards Professional Intelligence. Gajahmada University
Press 2006.
[14] Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Remaja Rosda Karya. Bandung
2005. hal 128
footnote no 11, mengenai nama penulis nya itu salah. sebaiknya tulisan ini di periksa lagi, apalagi terkait penulisan nama sumber nya. Thanks.
BalasHapus