Oleh Haryo Prasodjo (09260012)
Pendahuluan
India merupakan
sebuah negara yang berada di wilayah Asia Selatan dengan jumlah penduduk
terbesar kedua didunia dengan populasi satu miliyar jiwa dan menjadi salah
satu negara diwilayah Asia dengan
perekonomian yang terus bergerak maju seiring dengan kemajuan ekonomi Cina,
selain itu India juga merupakan negara yang memiliki satu-satunya surga dunia
yang berada diwilayah Khasmir dan terkenal dengan keindahan alamnya. Sejak
merdeka pada bulan Agustus 1948, India telah menjadikan demokrasi sebagai alat
dalam menjalankan sistem pemerintahannya.
Sebagai negara yang
memiliki jumlah penduduk besar, India juga merupakan negara plural dimana terdapat
berbagai macam suku, kasta, bahasa,agama, serta etnis masyarakat didalamnya,
singkatnya India merupakan negara yang masyarakatnya heterogen. Hindu sebagai
etnis mayoritas dan Islam,Kristen serta Sikh sebagai etnis minorotasnya. Menurut survei (2001) pada waktu itu ada 11,67 persen
Muslim, Kristen 2,32 persen, 1,79 persen Sikh dan sejumlah besar umat Buddha
(0,77 persen), Parsees (0,4 persen) dan Jain (0,43 persen) di India[1].
Pada masa
pemerintahan Moghul, masyarakat India yang terdiri dari beberapa pemeluk agama
saling hidup rukun dan damai, hal ini dikarenakan pemerintahan Moghul saat itu
menjunjng tinggi prinsip-prinsip toleransi antar berbagai keyakinan yang
berbeda[2]. Keadaan tersebut jauh
sangat berbeda setelah kedatangan bangsa Inggris, yang mana membuat sekat-sekat
serta menggolongakn masyarakat India menjadi golongan-golongan, hal inilah yang
pada akhirnya sensitifitas etnik sangat terlihat dan tidak jarang memicu konflik golongan di
India hingga saat ini.
Berdirinya negara
Pakistan adalah sebagai bukti dari dampak penggolongan ang dilakukan kolonial
Inggris saat itu, bahkan setelah kemerdekaan diberikanpun Inggris masih
meninggalkan pekerjaan rumah bagi India dan Pakistan yaitu Khasmir sebagai wilayah
abu-abu yang sering memicu ketegangan antara dua negara tersebut.
Dampak dari
terpecahnya Pakistan yang mayoritas pendudknya muslim bagi India adalah,
masyarakat India yang mayoritas penduduknya pemeluk Hindu mempertanyakan
naionalisme masyarakat minoritas yang dalam hal ini adalah muslim.
Permasalahan
seperti konflik antar etnis serta penyerangan-penyerangan etnis mayoritas
terhadap etnis minoritas masih sangat santer terdengar, pada faktanya
penyerangan-penyerangan serta gerakan anti etnis tersebut dipelopori juga oleh
gerakan-grerakan politik, yang mana dengan kata lain konflik tersebut dibuat
guna melangengkan ataupun merebut kekuasaan suatu goongan dengan mengorbankan
golongan lainnya.
Penyerangan
terbesar oleh golongan ekstrimis Hindu yaitu perusakan serta perusakan Masjid
Babri di Ayodhya pada tahun 1992, serta berlanjut pada kerusuhan komunal di
Bombay pada tahun setelahnya 1993 yang mengakibatkan kurang lebihnya 2000 orang
menjadi korban[3].
Kelompok-kelompok di India masih di dasari atas golongan etniknya bukan pada
individu itu sendiri.
Bukan hanya Islam,
hal yang serupa juga dialami oleh etnis minoritas Kristen seperti apa yang
diberitakan media nasional India pada trahun 1998, : "Penargetan
penganiayaan secara sistematis terhadap orang Kristen". Ini disebut sebagai langkah terakhir dari Pemerintah BJP kemudian jalankan di Delhi untuk
menghujat ketiadaan gereja di Delhi sebagai tempat ibadah dengan alasan bahwa anggur disajikan di sana. (Hindustan
Times, 22 Juli1998).
Kejadian seperti
ini biasa dipelopori oleh golongan yang anti akan etnis minoritas dan berasal
dari kelomopok Rashtriya Swayamsevak
Sangh (RSS), Dewan Hindu Nasional (VHF), Bharatiya Janata Party (BJP) . Yang
mana kelompok-kelompok tersaebut menganggap kelompok minoritas seperti Inslam
dan Kristen sebagai orang asing, mereka biasa megatakan muslim di India sebagai
Babar ki aulad ( anak-anak keturunan barbar) sehingga ada selogan yang berbunyi
“Babar ki aulad, jao pakistan ya qabrastan” ( anak-anak Barbar pergi saja ke
Pakistan atau ke Pemakaman)[4], dan mengait-kaitkan
Kristen sebagai kerabat dekat vatikan meskipun tidak ada hubungannya antara
kristen dengan Vatikan.
Perselisihan terus berlanjut RSS
menolak minorotas Islam dan Kristen bukan karena mereka India ataupun non India
akan tetapi lebih pada faktor ideologi semata, bahkan mayoritas Hindu berusaha
untuk menghapus konstitusi India pasal 30 yang melindungi hak serta kebebasan
agama dan politik etnis minoritas tersebut[5]. Padahal bagi demokrasi
keragaman dan persamaan dalam hak individu seperti beragama dan berpolitik merupakan sebuah dasar didunia plural yang
modern seperti saat ini.
Bahkan sejauh ini
belum ada yang dapat menciptakan keseragaman dalam sebuah tatanan demokrasi, demikian
pula keberanekaragaman yang terjadi di India pada masa PM Manmohan Singh
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dari tulisan ini adalah:
Bagaimanakah proses demokratisasi yang terjadi di India dan juga hak atas
perlindungan etnis minoritas yang berada di India? Sudakah demokrasi itu
dimaknai sebagai liberte (kemerdekaan),egalite (persamaan),fraternite
(persaudaraan)? Serta adakah partisipasi politik dari etnis minoritas itu
sendiri? Apa tantangan terbesar bagi demokrasi India saat ini?Maka dari itu
penulisan ini dibatasi dengan rentang waktu yaitu pada masa pemerintahan PM Manmohan
Singh
Kerangka Teori
Teori adalah
konsep-konsep yang digunakan yang saling berhubungan menurut aturan logika
memadai suatu pernyataan tertentu sehingga bisa menjelaskan fenomena tersebut
secara ilmiah. Teori sebagai suatu perangkat preposisi yang terintegrasi secara
sintaksis, yaitu mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis
satu sama lainnya dengan data dasar sehinggadapat diamati dan dapat berfungsi
sebagai wahana untuk menjelaskan fenomenayang diamati. Disisi lain, teori
secara dinamis harus bisa menuntun kita mencarisekumpulan faktor-faktor yang
menentukan terjadinya fenomena itu.Dari definisi teori tersebut diatas, maka
untuk menjelaskan permasalahan tentang “Demokratisasi dan Perlindungan Etnis
Minoritas di India”(Masa Pemerintahan PM. Manmohan Singh) maka penulis
menggunakan Teori Ideologi dengan pendekatan Republikan dan Demokrasi
Sekular sebagai acuan.
Pengertian Teori Ideologi
Ideologi pertama
diperkenalkan oleh seorang filsuf kebangsaan Perancis yang bernama Antonie
destutt de Tracy di masa revolusi Perancis, dalam penjelasannya diketahui bahwa
awal mula ideologi digunakan untuk menyebut perkembangan ide-ide manusia
(science of ideas), yang pada akhirnya dpat disimpulkan bahwa ideologi
merupakan sistem pemikirtan empiris yang dirumuskan dengan tujuan untuk
menguasai pihak lain.
Selain itu Anthony
Downs megnatakan bahwa ideologi merpakan seperangkat asumsi dasar baik secara
normatif maupun empiris mengenai sifat dan tujuan manusia atau masyarakat agar
dapat dipakai untuk mendorong serta mengembangkan tertib politik. Dengan kata
lain ideologi adalah perangkat prinsip pengarahan (guiding principle) yang di
jadikan dasar, memberi arahan dan tujuan yang akan dicapai di dalam melangsungkan mengembangkan kehidupan
bangsa dan negara serta mencakup aspek eksistensi manusia[6].
Dalam hal ini
ideologipun terkait dengan aspek-aspek dibawah ini:
1.
Baik secara langsung dan tidak langsung Ideologi berusaha
mempengaruhi prilaku politik kelompok atau masyarakat yang ada.
2.
Ideologi merupakan media utama dalam kekuatan sosial politik
yang ada.
3.
Ideologi memiliki tujuan mendorong, menciptakan, dan
mengembangkan tertib sosial dan politik.
4.
Ideologi berusaha mempersatukan kelompok-partai suatu
negara.
5.
Ideologi adalah program dan setrategi negara dalam rangka
mempersatukan dan menciptakan partisipasi masyarakat.
Adapun
fungsi-fungsi dari Ideologi itu sendiri dalam masyarakat adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk membangun dan melibatkan diri dalam sektor kehidupan
masyarakat.
2.
Guna memenuhi fungsi instrumental dalam masyarakat.
3.
Sebagai bekal komunikasi.
4.
Sebagai formulasi yang berupa panduan, petunjuk, dan pedoman
bagi negara dan masyarakatnya.
5.
Sebagai upaya dalam pengendalian konflik.
Pendekatan Republikan
Pendekatan ini
lebih pada sebuah paham dan gerakan untuk meghilangkan kekuatan-kekuatan feodal
dan berusaha untuk menciptakan negara yang bersifat republik. Keyakinannya
adalah bahwa negara adala republica yaitu sebuah negara yang dimiliki oleh umum
atau atas asas kebersamaan dalam artian milik seluruh masyarakat dan bukan
milik suatu golongan tertentu.
Demokratis Sekualar
Donald
E Smith menjelaskan bahwa sekularisme dimaknai dengan tidak adanya campur
tangan dari negara terhadap persoalan agama, yang berarti pula ada dinding
penyekat antara agama dan politik. Agama merupakan urusan individu penganut
agama yang bersangkutan bukan merupakan persoalan negara. Pemerintah sebagai
penguasa negara tidak perlu mengurusi masalah agama yan dianut oleh warga
mereka.[7]
Pembahasan
Demokratisasi dapat
diartikan sebagai proses diamana sebuah negara yang tadinya otoritarian ataupun
belum terdapat nilai-nilai demokrasi di dalamnya menuju sebuah sistem yang menganut
nilai-nilai demokrasi didalamnya. Hingga saat ini India merupakan negara
demokrasi yang paling stabil di dunia ketiga. Dalam sejarah perkembangannya India
mengadopsi konstitusi demokrasi pada tahun 1950 dan hanya dalam tempo delapan
belas bulan yaitu ditahun 1975-1977, pada masa yang disebut dengan keadaan
darurat yang dideklarasikan oleh Indira Gandhi menjadi pemerintahan yang non
demokratis”.
India merupakan
negara yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dimana beberapa etnis minoritas
lainnya seperti Islam, Kristen, dan Sikh merupakan etnis minoritas. Menurut survei (2001) pada waktu itu ada 11,67 persen
Muslim, Kristen 2,32 persen, 1,79 persen Sikh dan sejumlah besar umat Buddha
(0,77 persen), Parsees (0,4 persen) dan Jain (0,43 persen) di India[8].
Hal yang menarik dari demokrasi yang terdapat
di India adalah yang mana masyarkatnya yang multi etnis, bahasa, agama, dan
budaya.
Meskipun
perlindungan telah diberikan pemerintah kepada etnis minoritas bukan berarti
etnis minoritas tidak menghadapi masalah, masih juga terjadi deskriminasi,
seperti contoh baru-baru ini Vishweshwara hegde Kageri, Menteri Pendidikan
bagian Karnataka, India bagian selatan, menganjurkan pada etnis Muslim,
Kristen, Sikh, dan India sekuler Mereka wajib menyisihkan waktunya setiap
harinya utnuk membaca kitab Bhagvad
Gita, sebuah kitab suci Hindu, dan jika meraka menolakna maka akan
dianggap sebagai orang asing dan harus meninggalkan negara tersebut[9].
Penyebab terjadinya
deskriminasi terhadap beberapa etnis minoritas seperti Islam dan Kristen
merupakan trauma masa lalu yang dialami India serta konflik berkepanjangan dengan
Pakistan. Serta masih kentalnya etnisitas
dalam masyarakat yang didominasi oleh mayoritas pemeluk Hindu. Mereka
berangapan bahwa etnis minoritas khususnya pemeluk Islam merupakan lebih pada
sebuah ancaman bagi integrasi kesatuan wilayah India, tidak heran jika Hindu
memandang Islam di India sebagai kepanjangan tangan dari Pakistan dan mengecapnya
sebagai penghianat.
Demokrasi yang sekuler
di India amatlah berperan penting dalam pengintegrasian ideologi-ideologi yang
terpisah dalam masyarakatnya, yang mana bagi demokrasi keragaman adalah sebuah
dasar yang terdapat dalam dunia yang plural modern seperti India, tidak ada yang dapat menciptakan sebuah
keseragaman dalam nilai-nilai demokrasi. Dalam nilai-nilai demokrasi justru
masyarakat dituntut untuk dapat saling menghormati dan menghargai orang lain
yang berlainan, khususnya dalam hal beragama.
Meskipun demikian Prinsip non-diskriminasi dan konsep kewarganegaraan telah
diabadikan didalam Konstitusi India. Yang pertama dan terpenting adalah Hak
Kesetaraan (Pasal 14) yang merupakan perluasan dari hak-hak yang dijamin dalam
Pembukaan Konstitusi. Pasal 14 dari Konstitusi India mengatakan:Negara tidak
akan menyangkal kepada orang kesetaraan di depan hukum dan wajib memberikan
perlindungan yang sama bagi setiap orang di wilayah India[10].
Bahkan dalam Pasal 16 mengatakan: "Tidak ada diskriminasi terhadap warga
negara atas dasar agama, ras atau kastabaik dalam penghormatan maupun
pekerjaannya di kantor wilayah negara."
Tidak hanya
itu negara yang telah mengadopsi sekularisme dan demokratis dlam konstitusinya
tersebutpun menjamin asas persamaan hak bagi semua warganya. Konstitusi India
yang telah beberapa kali diamandemen itu, menjamin sepenuhnya seluruh hak warga
negaranya termasuk kebebasan beragama, dengan demikian pemerintah India tidak
lagi mempermasalahkan warrga negara yang berbeda agama dengan mayoritas
masyarakat India yangpemeluk Hindu.
Dengan
jelas telah disebutkan dalam “Pembukaan” konstitusi India bahwa warga negara
India diperlakukan dengan justice,
liberty, equality, serta fraternity. Yang mana dalam pembukaan konstitusi
India disebutkan:
We the
people of India, having solemnly resolved to constitute Inida into a Sovereign
Socialist Secular Democratic Republic and to secure to all citizens:JUSTICE,
social, econimic and political; LIBERTY
of thought, expression, belief, faith and worship; EQUALITY of status
and of apourtinity; and to promote among them all FRATERNITY assuring of the
individual and the unity and integrityof the Nation; In our constuent assembly
this twenty-six day of November. 1949, do herby adopt, enact and give to
aourselves this constitution.
Dengan penegasan
tersebut maka setiap warga negara berhak untuk mendapatkan hak-hak
fundamentalnya yang paling tidak ada tujuh buah hak yang didapatnya seperti right to equality baik didepan hukum,
sehingga tidak boleh dibedakan dalam hal agma, ras, suku, bahasa,dan
budaya.selanjutnya adalah right to
freedom protection alam hal ini termasuk perlindungan hidup, berpendapat,
serta perlindungan dalam hal penahan pada kasus tertentu.
Selanjutnya adalah right against exploitation dilarangnya
adanya eksploitasi baik dalam hal perdaganan manusia ataupun pekerja-pekerja
seperti buruh.
Right to freedom religion yang mana
setiap warga negara India bebas menetukan agamanya masing-masing tanpa adanya
campurtangan negara didalamnya, selanjutnya cultural and educational rights hak
untuk memperoleh pendidikannya dalam hal ini termasuk uga etnis minoritas.Saving of certain laws setiap warga
negara diberikan kepastian hukum terhadap diri dan apa-apa yang mereka miliki,
seperti rumah dan sebagainya, dan yang terakhir adalah right to constitutional
remedies hak konstitusi yang menyangkut hak politik masyarakatnya
Dengan berbagai
hak tersebut India ingin menerapkan apa yang disebut sebagai demokrasi dan
sekaligus sekularisme, dengan demikian berarti India bukanlah negara yang
didasari atas agama tertentu melainkan sebuah kebebasan beragama, yang berarti
setiap warganya dapat melaksanakan dan mengamalkan ajaran agamanya
masing-masing, tatapi demikian dalam kehidupan nyata, pelaksanaan tersebut
ternyata sangat sulit.
Dalam hal
sekularisme pemerintah sebagai penguasa negara seharusnya tidak ikut campur
dalam masalah beragama yang dianut oleh warga mereka, pengertian sekularisme
yang ada tidak dianurt secara mereata oleh negar yang mengaku dirinya adalah
sekular. Hal ini terlihat dari ada campur tangan pemerintah dalam pengaturan
yang berhubungan dengan masalah keagamaan.
Dalam kaitan
mayoritas-dan minoritas pemerintah akan memberikan status mayritas kepada
warganya yang pemeluk Hindu dan minoritas kepada warganya yang beragama Islam
dan Keristen, sementara mereka yang digolongkan ekonomi kelas bawah adalah
mereka yang berkasta rendah. Selain Brahmana, Kesatria, Waisya dan Sudtra
ternyata masih ada 1000 kasta rendah lainnya yang terdaftar secara resmi, atau
yang biasa disebut untouchable ( yang tidak dapat disentuh karena najis).
Kondisi
yang demikian tentu tidak mengenakkan bagi pemerintah India yang menganggap
dirinya sekular, maka ada usaha dalam penghapusan kelas tersebut, seperti
penghapusan diskriminatif baik di toko, stasiun, sekolah-sekolah, serta ruang
publik lainnya. Paling tidak ada tiga prinsip dasar yang dianut oleh Hindu
militan: Pertama keinginan kaum Hindu
untuk menerpakan ajaran dan tradisi mereka sebagai suatu dasar mutlkak bagi
eksistensi India. Mereka menganggap jumlahnya yang mayoritas dalam masyarakat
India, tetrapi tidak tampak simbol-simbol Hindu dalam kehidupan India, mereka
merasa tidak senang diakui persamaannya dengan minoritas yang juga diakui
keberadaannya. Mereka menuntut untuk diberlakukannya simbol Hindu dalam India
seperti apa yang terjadi di Pakistan dan Bangladesh, maka dari itu mereka
merumuskan dua ide penting dalam gerakan nasionalisme Hindu India yaitu:
Hindutva (etos Hindu) dan Hindurashtra (bangsa Hindu).
Kedua,militanisme Hindu
cendrung anti-Barat, mereka tidak begitu senang dengan pemimpin orang Inida
yang bertingkahlaku kebarat-baratan,bahkan ide Nehru atas sekularisme dan
demokrasi dianggap sebagai gaya barat, mereka tidak sengang diberlakukan
persamaan dengan minoritas mereka menganggap kolonialisme barat telah merusak
tradisi Hindu yang telah lama ada diIndia.
Ketiga, gerakan
militanisme Hindu adalaha militerisme dan kekerasan, hal serupa terlihat dari
slogan mereka”Hindukan segala politik dan militerkan Hindu raya”[11].
Meskipun demikian India memiliki sebuah elogan perdamaian antara Hindu dan
muslim yang berbunyi “Mayoritas Hindu dan Minoritas uslim setuju bahwsannya
pemeritah harus melindungi kepentingankepentingan minoritas”.
Namun
demikian peran civil society masa pemerintahan PM Manmohan Singh dinilai cukup
kuat, halk ini terlihat dari banyaknya LSM serta masyarrakat yang mendukung
aksi Anna Hazare yang melakukan aksi mogok makan guna merumuskan UU anti
korupsi di India. Dan juga perang-peran dari organisai muslim India seperti
Jamiyat-Ulama-e-Hind (JUH) dan Jamaat-e-Islami Hind(JEIH) yang selalu
memperjuangkan UU khusus muslim yang biasa disebut sebagai Muslim Personal Law
(MPL) yang didalamnya mengatur tentang pernikahan, perceraian, waris, waqaf,
dan sebagainya yang tentu UU ini berseumber dari Al Quran dan Sunnah Rasulullah
SAW.
Seiring dengan arus demokratisasi
neilai-nilai demokratisasi yang ada di india lebih berasal dari tegah (elit
politik-Partai politik) dan bawah (civil society), yang mana dari tengah
seperti partai-partai pusat mulai sadar bahwa keberadaan partai-partai daerah
amatlah penting apa lagi partai daerah yang lebih berasakan etnisitas, Sehingga
partai-partai tersebut sadar bahwa Islam dan Kristen disini pun memiliki peran
yang cukup setrategis sebagai sumber suara dan legtimasi bagi keberlangsugan
kekuasan politik , adapun demokratisasi Inida dimaknai dari bawah yaitu karena
adanya dorongan seperti bentuk organisai-organisai baik Islam dan Kristenyang merasa resah dan tertekan karena masih adanya
bentrokan dan diskriminasi oleh oknum-oknum pemerintah, hal ini menjadikan
Islam dan kristen dapat bersatu dan menjadi sebuah basisi kekuatan baru dengan menggunakan
jalur politik yaitu melalui legtimasi kekusaan. Mulai merebaknya pembangunan
masyarakat sipil diIndia yang mana telah membawa India lebih mendalami
demokrasi sebagai terciptanya liberalisai .
Meskipun demikian
dengan terjadinya konflik-konflik komunal walau bukan berasal dari etnis mayor dan minor yang
terjadi diIndia seperti yang terjadi pada tanggal 8 Januari 2010 di perbatasan
negara bagian Assam, antara etnis rabha dan Garo yang menewaskan 10 orang serta
20 orang luka-luka dan kurang lebih 40 ribu orang harus di ungsikan kewilayah
yang lebih aman[12].
Hal ini menandakan belum tumbuh meratanya sikap serta nilai-nilai demokrasi
seperti liberte (kemerdekaan),egalite (persamaan),fraternite (persaudaraan)
dalam masyarkat India pada umumnya.
Adapun tiga
tantangan terbesar dari proses demokratisasi yang ada diIndia saat ini adalah
yang pertama kemiskinan dimana hal ini terjadi karena kurang meratanya
distribusi kebijakan dari pemerintah-pemerintrah negara-negara bagian, kedua
yang tidak jauh berbeda dengan demokratisasi yang terjadi di negara-negara Asia
yaitu seiring dengan arus demokratisasi juga membawa kasus-kasus korupsi, serta
masih banyaknya penduduk India yang buta huruf. Hal ini tidaklah lain
disebabkan karena
Hingga sat ini
demokrasi India terfokus pada tren perubahan dan tantangan namun tetap optomis
bahwa demokratisasi dapat berjalan baik. Berbagai macam perbedaan dapat
disatukan dengan ideologi serta semangat republik yang menjunjung tinggi asas
kebersamaan dan egalitas dalam kelompok masayarakatnya, meskipun diIndia masih
terdapat perbedaan kasta, namun lambat laun sedikit-demi sdikit akan terkikis
dengan kemajuan perekonomian India saat ini. Munculnya kelas-kelas baru dalam
masyarakat menjadi tobak penting sebagai regenerasi pemahaman akan nilai-nilai
demokrasi yang ada. Sehingga konflik-konflik yang bersifat etnisitas tidak lagi
muncul, masyarakat tidak mudah di provokasi serta di jadikan kembing hitam
untuk melanggengkan sebuah kekuasaaan milik golongan tertentu.
Kesimpulan
India merupakan
negara ketiga dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, yang mana India
merupakan negara dengan demokrasi yang baik karena dianggap stabil diantara
negara-negara lainnya di Asia. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan india
dalam menanamkan serta mengamalkan nilai-nilai demokrasi dalam masyarakatnya,
sebuah nilai yang menganut persaudaraan, persamaan, serta kesetaraan.
India dianggap
sebagai negara yang unik, karena negara yang menganut demokrasi sekuler ini
terdiri dari multi etnis baik dari segi bahasa, agama, etnis, dan budaya. Namun
demikian perbedaan-perbedan semacam inilah yang menjadikan demokrasi dapat
memiliki nilai lebih dibanding dengan negara yang masyarakatnya cendrung
homogen.
Meskipun India
menganut demokrasi yang sekuler naun dalam penerapannya dilapangan masih adanya
bentuk-bentuk penlokan akan asas persamaan baik dalam ras, suku, bahasa, etnis
dan agama.meskipun demikian pemerintah India telah berusaha untuk menghapuskan
hal-hal ang berkenaan dengan diskrimainasi tersebut.
Meskipun diskriminasi terhadap etnis
minoritas kerap kali terjadi hal tersebut tidak sedikitpun menyurutkan semangat
demokratisai yang ada diIndia, hal ini ditandai dengan mulai banyankanya civil
society serta danya peran media massa dan kebebasan berpendapat di India.
Adapun megenai tantangan demokrasi diIndia kedepannya lebih difokuskan pada
masalah-masalah pengentsan kemiskinan, peberantasan korupsi, serta mengatasi
gerakan-gerakan separatisme yang kerap menganggu kualitas dari demokrasi itu
sendiri.
Hal seperti ini dikarenakan
demokrasi India sifatnya lebih terfokus pada tren perubahan amun tetap optimis
dengan demokratisasi yang ada.
Daftar Pustaka
Meredith, Robyn,
“Menjadi Raksasa Dunia, Fenomena Kebangkitan India dan China yang Luar Biasa
dan Pengaruhnya terhadap Kita”, Nuansa , Bandung 2008.
Sorensen, Georg,
“Demokrasi dan Demokratisasi, Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia Yang Sedang
Berubah”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2003.
Mashad, Dhurorudin,
“Muslim di India”, Pensil - Grafika Indah, Jakarta 2003.
Hidajat, Imam,
“Teori-teori Politik”, Setara Press, Malang 2009.
Mas’oed, Muchtar.
Mac Andrews, Coin, “Perbandingan Sistem Politik”, UGM Press, Yogyakarta 2008.
Smith, E Donald.
“India as a Scular State”. Princeton , New Jersey, Princeton University Press
1963.
Jones, Pip.
“Pengantar Teori-teori Sosial.Dari Teori Fungsional hingga Post-Modernisme”.
Pustaka Obor, Jakarta Mei 2009.
Cahyono, Cheppy
Hari (ed). “Ensklopedia politika”. Usaha Nasional. Surabaya 1982.
Tudor, Maya,
“India’s Democratic Journey”, Taiwan Journal Democratic, Vol 4, No 2:189-193.
Ali, Asghar
Engineer, “the Minority Question in India”, Journal, March 16-31 2005.
Shastri, Sandep,
Suhas Palshikar, “Democraticizing the Meaning of Democracy”, Journal Voice From
South Asia.
Vanhanen, Tatu.
“Problems of Democracy in Ethnically Dividad South Asia Countries”. Journal
University of Helsinki. Swaden 6-9 July2004.
Bardhan, Pranab.
“Democracy and Distributive Politics in India”. Journal University of California
at berkeley.
Mahajan, Gurpreet.
“Negotiating Cultural Diversity and Minority Rights in India”. Journal Center
for Political Studies, Jawaharlal Nehru University. New Delhi, India.
Sinha, Mukul.
“Minorities in India an Introduction Yesterday, Today, Tomorrow”,Journal New
Sosialist Movement, 2011.
S.W.R. de A.
Samarasinghe, “Democracu and Democratization in Developing Countries”. Journal
Series on Democracy and Health. Development Studies Program, The American
University and Institute for International Research Washington DC and
International Centre for Ethnic Studies. Kandy Srilanka, july 1994.
Pantham, Thomas dan
Kenneth L Deutch. “The Ideology of Hindu Nationalism” New delhi 1986.
Nahar, Emanual.
“Minority Rights in India: Christian Experience and Apprehension”. Maistream
Weekly Vol XLV No 01, December 23 2006.
Sen, Amartya. “Development as
Freedom”. New York: Anchor Books, 1999.
Talukdar, Sohidur Rashid. “Sebuah
tantangan Demokrasi”, Texas Amerika Serikat. 22 Juli 2011.
www.khaleejtimesonline.com.
Alhadath, Ardian. “Media Massa
dan Transformasi Sosial: Sebuah Pengantar”. Artikel Civic Vol 1 No 2 Agustus
2003.
www.suaranews.com. “Kerusuhan Etnis
di India Menewaskan 10 Orang”. 8 Januari 2010.
[1]
Nahar,
Emanual. “Minority Rights in India: Christian Experience and Apprehension”.
Maistream Weekly Vol XLV No 01, December 23 2006.
[2]
Mashad,
Dhurorudin, “Muslim di India”, Pensil - Grafika Indah, Jakarta 2003.
[3]
Sinha,
Mukul. “Minorities in India an Introduction Yesterday, Today, Tomorrow”,Journal
New Sosialist Movement, 2011.
[4]
Ali,
Asghar Engineer, “the Minority Question in India”, Journal, March 16-31 2005.
[5]
Ibid.
[7] Smith, E
Donald. “India as a Scular State”. Princeton , New Jersey, Princeton University
Press 1963.
[8] Ibid.
[9]
Talukdar,
Sohidur Rashid. “Sebuah tantangan Demokrasi”, Texas Amerika Serikat. 22 Juli
2011. www.khaleejtimesonline.com.
[10]
Vanhanen,
Tatu. “Problems of Democracy in Ethnically Dividad South Asia Countries”.
Journal University of Helsinki. Swaden 6-9 July2004.
[11]
Pantham, Thomas dan Kenneth L Deutch. “The Ideology of Hindu Nationalism” New
delhi 1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar