Oleh: Anjas Kharisma (Mahasiswa HI UMM Angkatan 2009)
Abstraction
Globalisation
is the real thing to face. We have to relize that globalisation not only gives
an impact to human in this world, but also to animals and environment arround
us. There are many negative impacts that will be got by globalaisation
especially in environmental aspec. Deforestation is the impact that given by globalisation. Because
globalisation is the instrument of capitalism. Deforestation could have been seen in Indonesia. We can see
how the capitalism makes our encironment impured. Finally it will make a climate change,or
global warming that automatically the disasters will be so dificult to be
avoided. If we can’t “do something to keep our world from the environmental
problem by now, we may be life by facing many disasters.
Pendahuluan
Dinamika Globalisasi yang saat ini
menjadi sebuah perbincangan panas oleh kalangan intelektual di dunia,
memberikan kita pandangan untuk segera bersiap siap menghadapi begitu tajamnya
arus globalisasi. Globalisme yang di pacu oleh semakin kuatnya ekonomi,
komunikasi dan tekhnologi, yang semakin memberikan kita ruang untuk ikut
berpartisipasi di dalamnya. Sebuah topik pembahasan yang sering di
perbincangkan khususnya dalam dunia politik, ekonomi dan bisnis. Sebuah
definisi menyatakan bahwa globalisasi pada pokoknya berarti proses interkoneksi
yang terus meningkat di antara berbagai masyarakat sehingga kejadian kejadian
yang berlangsung mempengaruhi negara dan masyarakat yang lainya.[1]
Globalisasi menjadi sebuah tatanan
dunia baru saat ini. Kadaulatan dan fungsi negara menjadi harga yang harus di
bayar oleh negara yang menganut sistem seperti ini. Banyak kalangan intelektual
yang memperdebatkan globalisasi, terutama pada dampak yang akan di berikan
terhadap segala yang ada pada alam semesta. Sebagian dari mereka menganggap
bahwa globalisasi merupakan kepanjangan tangan dari kapitalisme, yang mana pada
akhirnya akan merugikan negara negara dunia ketiga dan menguntungkan bagi
negara maju. Globalisasi menggiring sengaja negara negara di dunia untuk masuk
ke dalam suatu pasar tunggal atau yang terkenal dengan istilah Free Trade. Sehingga memaksa kita agar
saling bersaing untuk mendapatkan kehidupan yag lebih baik.
Sampai pada saat ini, globalisasi
memang memberikan banyak hal yang “positif” terhadap perkembangan dunia
khusunya perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Efek yang di rasakan oleh
negara dunia ke tiga memang sangat deras terasa. Namun tidak sedikit pula
dampak negatif yang di sebabkan oleh proses globalisme ini. Aspek lingkungan
misalnya, yang saat ini sedang banyak di
soroti khususnya oleh negara negara Asia Pasifik menjadi sebuah topik menarik
untuk di perbincangkan. Karena wilayah asia pasifik memiliki hutan yang luas. Kerusakan
lingkungan yang semakin parah menjadikan globalisasi sebagai penyebab utama masalah
ini. Kerusakan lingkungan yang terjadi di negara negara berkembang merupakan
sebuah dampak yang harus segera di tanggulangi. Meskipun tidak hanya dampak
buruk yang di akibatkan oleh globalisasi, di sisi lain globalisasi sendiri
memberikan dampak positif terhadap kelestarian lingkungan. Alam yang sudah
semakin rusak membuat kita selayaknya untuk segera bertindak untuk mencegah
kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Dalam
kasus ini, pantas jika indonesia menjadi contoh mutlak objek kerusakan
lingkungan yang di akibatkan oleh Globalisasi. Karena jika kita tela’ah melalui
kacamata kapitalisme, kapitalisme di indonesia sangat memprihatinkan. Indonesia
yang memiliki sumber daya alam sangat melimpah akan semakin memperjelas
penjelasan tentang efek buruk yang di berikan globalisasi terhadap lingkungan
di indonesia. Karena negara dengan sumber daya alam yang melimpah dan harga
buruh yang rendah merupakan target yang akan sangat menguntungkan bagi mereka.
Mereka
mengeruk sumberdaya alam Indonesia tanpa ampun, tanpa harus mempertimbangkan
kerusakan alam yang terjadi dan hanya berfikir untuk mendapatkan untung yang
berlipat ganda. Menggunduli hutan Indonesia yang seharusnya menjadi wilayah
konservasi, di alih fungsikan menjadi lahan industri maupun perkebunan. Berdasarkan
data Dinas Kehutanan Jambi, dari luas kawasan hutan Jambi 2,179 juta hektar,
seluas 1,121 juta hektar kondisinya kritis. Luas lahan yang kritis di dalam
kawasan hutan mencapai 971.000 hektar dan yang di sekitar hutan mencapai
151.000 hektar.[2] Hal
tersebut tentunya merefleksikan dampak negatif globalisasi terhadap kerusakan alam di
Indonesia. Dan itu baru di satu wilayah saja.
Tanpa
di sadari, manusia telah merusak tempat tinggal mereka sendiri hanya dengan
alasan untuk bertahan hidup, atau mungkin untuk memenuhi kebutuhanya. Laporan Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC, 2007) memberikan indikasi bahwa aktivitas manusia
terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil dan kegiatan di
bidang pertanian menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dan
berakibat pada pemanasan global.[3] Pengrusakan lingkungan
dengan sadar ataupun tidak sadar harus segera di tindak lanjuti agar alarm
bahaya yang sedang kita rasakan tidak berlanjut ke level yang lebih tinggi.
Artinya kerusakan lingkungan yang saat ini terlihat sudah sepatutnya untuk di tanggapi
dengan serius karena jika hal tersebut terus berlangsung hanya karena sebuah
alasan yang tidak logis (kepentingan individu atau kelompok) maka akan
memberikan dampak negatif yang akan membuat seluruh umat manusia di dunia akan
menyesal. Alam yang saat ini menjadi sahabat manusia, suatu saat akan berubah
menjadi sumber bencana bagi manusia itu sendiri.
Berangkat dari pemahaman dan realita
tersebut penulis mencoba untuk memaparkan dampak yang di berikan oleh
globalisasi terhadap kelestarian lingkungan di indonesia yang semakin lama
semakin terasa dampaknya. Hutan, air, udara sudah banyak tercemar akibat keteledoran
manusia itu sendiri. Keserakahan manusia menggiring alam pada kehancuran.
“Tuhan menciptakan alam untum memenuhi kebutuhan manusia, tetapi tidak untuk
memenuhi keserakahan manusia” begitulah yang di ungkapkan oleh seorang filosouf
dari India Mahatma Gandhi. Sehingga dengan alasan menyadarkan manusia lainya
melalui tulisan ini, untuk berfikir dan bertindak menanggulangi kerusakan
lingkungan yang sedang terjadi saat ini.
Rumusan Masalah
Sesuai
dengan latar belakang yang sudah di paparkan di atas penulis akan membahas
tentang “bagaimanakah dampak globalisasi terhadap kelestarian lingkungan di
Indonesia?”.
Kerangka Pemikiran
Dewasa
ini telah banyak pengertian globalisasi yang di interpretasikan oleh kaum kaum
intelektual. Berbagai macam responpun muncul dari mereka yang berdiri di atas
berbagai macam perspektif. Istilah Globalisasi, pertama kali digunakan oleh
Theodore Levitt tahun 1985 yang menunjuk pada politik-ekonomi, khususnya
politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan.[4]
Disintegrasi negara-negara komunis yang mengakhiri Perang Dingin memungkinkan
kapitalisme barat menjadi satu-satunya kekuatan yang memangku hegemoni global.
Itu sebabnya di bidang ideologi perdagangan dan ekonomi, globalisasi sering
disebut sebagai Dekolonisasi (Oommen), Rekolonisasi ( Oliver, Balasuriya,
Chandran), Neo-Kapitalisme (Menon), Neo-Liberalisme (Ramakrishnan).[5]
Sedangkan menurut Anthony Gidens, globalisasi adalah proses
pemampatan ruang dan waktu terjadi[6],
dimana intensitas sosial yang terjadi di dunia tidak terelakan. Semakin
mudahnya mempengaruhi sebuah peristiwa walupun berada di tempat yang berbeda.
Musnahnya batas batas teritorial negara dan politik internasional semakin
memperkuat arus globalisasi saat ini.
Dari
beberapa pengertian di atas tentu saja dapat kita fahami bahwa dengan
globalisasi sebagai instrumennya, kapitalisme akan semakin mudah untuk masuk
dan menjalankan apa yang seharusnya mereka kejar. Maka tidak heran ketika
banyak yang mengartikan globalisasi sebagai kepanjangan tangan kaum kapitalis
dan koorporat. Kapitalisme yang dari dulu sampai sekarang menjadi musuh kaum
kaum proletar ataupun negara dunia ke tiga akan semakin mudah untuk
mengekspolitasi sumber daya alam maupun manusia tanpa hambatan teritorial,
bahkan dengan memanfaatkan keadaan financial maupun politik suatu negara yang
sedang krisis, kaum kapitalis akan mampu menembus hukum yang seharusnya di
tegakkan di negara dunia ke tiga. Kaum kaum kapitalis sejatinya benar benar
akan semakin mudah mengepakan sayap di atas negara negara dunia ke tiga yang
notabene sedang menghadapi krisis ekonomi dan politik. Janji globalisasi untuk
memajukan negara berkembang faktanya bersifat kontradiktif dengan realita yang
sedang terjadi saat ini.
Konsep
kapitalisme sendiri berangkat dari pemikiran Marx tentang sifat dasar manusia,
yaitu keserakahan, ketamakan dan kekerasan.[7]
Sifat itulah yang kemudian menjadikan mereka para pemilik modal dan alat
produksi berlomba lomba untuk mencari kekayaan semaksimal mungkin yang tentunya
menjadi tujuan dari kapital yang mereka miliki. Tujuan akhir yang tidak pernah
memikirkan apapun yang ada di sekitarnya. Memiliki banyak uang ataupun kekayaan
menjadi tujuan hidup kaum kapitalis meskipun harus mengorbankan banyak orang
bahkan eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan sehingga akan memberikan
dampak negatif terhadap kehidupan jangka panjang.
Kapitalisme
adalah sistem ekonomi di mana sejumlah besar pekerja yang hanya memiliki sedikit hak milik,
memproduksi komoditas komoditas demi keuntungan sejumlah kecil kapitalis yang
memiliki komoditas komoditas, alat alat produksi, dan bahkan waktu kerja para
pekerja, karena mereka menganggap bahwa mereka telah membeli waktu para pekerja
melalui apa yang di sebut dengan gaji.[8]
Maka dari itu tidaklah heran apa bila terjadi alienasi terhadap para buruh
buruhnya, parahnya lagi alienasi yang terjadi tidak hanya pada buruh, tapi
kelestarian alam. Demi mendapatkan sumberdaya yang di butuhkan untuk
menjalankan produksinya kaum kapitalis tidak perduli apa yang terjadi terhadap
alam yang rusak akibat ulah keserakahan mereka.
Indonesia
yang menjadi sarang kapitalisme sejak runtuhnya pemerintahan Soekarno
seharusnya harus mulai sadar. Eksploitasi besar besaran sumberdaya alam
Indonesia untuk kepentingan keuntungan korporasi dan kaum kapitalis tidak hanya
melnggar HAM, tetapi juga tidak kenal ampun pada kelestarian lingkungan Indonesia.
Semakin banyaknya hutan Indonesia yang di tebangi demi memenuhi keserakahan
kaum kapitalis, tentunya akan memberikan dampak terhadap keseimbangan alam. Karena
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan yang lebat. Bobroknya
kepemerintahan dan lemahnya supremasi hukum di Indonesia tentunya tidak akan
mampu menghadapi kekuatan korporasi, sehingga semakin mempermudah “mereka”
bertingkah di seluruh wilayah Indonesia.
Pembahasan
Indonesia adalah negara yang kaya raya akan sumber
daya alamnya, untuk itu wajar jika eksistensinya akan selalu menjadi pusat
perhatian dan perburuan negara maju yang miskin sumber daya alam ataupun
korporasi yang ingin memperluas eksistensinya di dunia bisnis internasional.
Indonesia diprediksi mampu menjadi negara terkaya Ke-5 di dunia, jika mampu
menggali serta mengolah secara optimal sumber daya alamnya dan mengatur
pengeluarannya yang saat ini amburadul.[9] Di
tambah lagi banyaknya mental mental koruptor yang dimiliki oleh para birokrat. Berlimpahnya
hutan di kalimantan dan Papua, banyaknya tambang minyak bumi, hasil laut,
bahkan Emas di papua yang sampai saat ini di kuasai oleh PT, Freepert Indonesia
milik Amerika, tidak bisa di manfaatkan secara optimal oleh pemerintah
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan msyarakat indonesia.
Faktanya selain kerugian financial yang jelas jelas
nampak terlihat dengan mata telanjang, kerugian yang di dapatkan Indonesia juga
terlihat terjadinya degradasi lingkungan yang terjadi di indonesia akibat
ekploitasi berlebihan yang di lakukan oleh perusahaan perusahaan lokal maupun
asing. Ironisnya minimya tindakan pencegahan ataupun sanksi yang di berikan
terhadap mereka (Pemilik Modal Besar). Tentunya hal ini akan semakin
memperjelas betapa boboroknya birokrasi bangsa ini. Dimana Hukum dan undang
undang tidak berlaku bagi mereka yang memiliki capital banyak.
Berkurangnya
Hutan Di Indonesia
Siapa yang tidak tahu kalau Indonesia memiliki hutan
yang luas dan lebat. Indonesia,
salah satu pemilik hutan tropik terbesar di dunia dan
menurut kementrian kehutanan
menyebutkan setiap tahun Indonesia kehilangan 1,17 juta hektar hutan.[10]
Hutan di indonesia merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi
sebagai paru paru dunia. Hutan indonesia di anggap mampu memperlambat
terjadinya “climate change”, isu yang selama ini di takutkan akan benar benar
terjadi. Di tambah lagi semakin meningkatnya produktifitas pabrik pabrik yang
secara otomatis juga meningkatkan produktifitas gas CO2 yang menyebabkan
terjadinya pemanasan global. Ironisnya hal tersebut berbanding berballik dengan
semakin berkurangnya jumlah luas hutan di indonesia. Hutan yang berfungsi
sebagai tempat tempat tinggal satwa liar dan penghasil O2 saat ini beralih
fungsi menjadi lahan perkebunan, industri, perumahan, bahkan yang saat ini
sedang booming maraknya penebangan liar untuk di produksi menjadi peralatan
rumah tangga.
Di wilayah sumatra selatan saja deforestasi
begitu cepat terjadi, realitas tersebut terlihat dari setiap luasan areal hutan
yang mencapai 3,5 hektar, pada tahun 2009 hanya tinggal 1 hektar saja yang
masih terjaga dengan baik. Itu pun berada di kawasan Taman Nasional Sembilang
Banyuasin dan Taman Nasional Kerinci Seblat Musi Rawas.[11] Menurut
WALHI fihak yang bertanggung jawab atas penebangan hutan dengan paradigma
kepentingan ekonomi adalah perusahaan perusahaan HTI.[12]
Karena mereka tidak melakukan tebang pilih dan kurangnya reboisasi terhadap
HTI. Setelah mereka melakukan penebangan besar besaran, mereka tidak melakukan
reboisasi di hutan tersebut.
Kalimantan merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan
alam terbesar. Pada tahun 2007, dalam buku laporan State of the World's
Forests, FAO (Food and Agricultural Organization) menempatkan Indonesia di
urutan ke-8 dari sepuluh negara dengan luas hutan alam terbesar di dunia.[13]
Namun saat ini jelas sekali kalimantan tidak mungkin berada pada urutan ke 7
lagi, karena hutan di kalimantan telah beralih fungsi menjadi lahan industri
sawit. Laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,87 juta hektar dalam kurun
waktu 2000 - 2005, mengakibatkan Indonesia menempati peringkat ke-2 dari
sepuluh negara, dengan laju kerusakan tertinggi dunia.[14]
Pencemaran Air Akibat Limbah Pabrik
Bukan
satu hal yang baru lagi ketika kita menemukan banyak DAS (Daerah Aliran Sungai)
yang kotor akibat limbah pabrik yang di buang dengan sengaja ataupun tidak. Isu
tersebut sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat indonesia, terutama di
wilayah Jawa yang terdapat banyak pabrik. Globalisasi yang menggiring para
pengusaha untuk bebas bersaing memproduksi komoditas dengan harga murah,
tentunya hal ini yang memaksa menekan biaya dalam proses produksinya. Logikanya
apabila biaya produksi murah maka harga barang tidak akan mahal. Dengan cara
apapun tentunya para pengusaha tidak ingin kalah bersaing dengan perusahan lain
dalam memasarkan komoditas yang di produksinya. Selain hutan yang menjadi
korban dari keserakahan kapitalisme, air di indonesia juga memiliki nasib yang
tidak berbeda. Artinya, kerusakan hutan dan pencemaran air adalah akibat dari
semakin meluasnya kapitalisme di Indonesia.
Banyaknya
pabrik yang membuang limbah produksinya tidak sesuai aturan membuat banyak
kualitas air sungai di Indonesia menurun. Tentunya hal itu berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat sekitar yang menggunakan air sungai sebagai sumber
penghidupan. Seperti yang kita ketahui, sebagian masyarakat menggunakan air
sungai untuk keperluan sehari hari, mandi, mencuci bahkan untuk memasak. Dan
bagaimana sengsaranya masyarakat pengguna air sungai apa bila sungai yang
biasanya di gunakan untuk kebutuhan hidup sehari hari tercemar akibat ulah para
kaum kapitalis. Menurut WALHI pada tahun 2010 saja hanya 400 dari sekitar 4,000
industri di Jakarta yang mengelola limbahnya, dan tidak adanya sistem sanitasi
di Jakarta sehingga air limbah seluruhnya dibuang ke sungai.[15]
Di daerah Serang utara terdapat sebuah aliran sungai
“Ciujung” yang tercemar akibat limbah pabrik PT. Indah Kiat Pulp And Papper.
Pencemaran tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar
dan masih berlangsung hingga saat ini yang mengakibatkan air sungai Ciujung
berubah warna menjadi kehitaman, berminyak, dan berbau tidak sedap.[16]
Kondisi tersebut menyebabkan penderitaan yang dirasakan masyarakat miskin
semakin parah. Karena masyarakat sekitar sungai tersebut asalnya memanfaatkan
air sungai tersebut untuk keperluan sehari hari, mulai dari mencuci, air minum,
dan mandi.
Banyak
pihak yang telah mengampanyekan agar pencemaran air untuk segera di tangani.
Grenpeace misalnya yang mengkampanyekan bahaya zat kimia yang mencemari sungai
Citarum. Sungai citarum yang merupakan sungai terpanjang dan terbesar di jawa
barat merupakan sungai yang di gunakan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai
keperluan. Pengairan, tambak, dan tentunya keperluan kebutuhan sehari hari.
Tercemarnya sungai citarum akibat pengelola’an limbah yang tidak profesional
oleh pabrik pabrik tentunya akan memberikan dampak negatif terhadap ekosistem
di sepanjang aliran sungai tersebut.
Freeport dan Lingkungan
Sebuah
pertambangan miliki Amerika yang sampai saat ini berdiri tegak di tanah papua
sungguh menyakitkan. Betapa tidak, eksploitasi besar besaran yang di lakukan
PT. Freeport Mc Moran itu jelas jelas melukai rakyat papua. Sumber daya alam
yang di keruk habis habisan tidak memberikan keuntungan yang setimpal terhadap
penduduk yang berhak mendapatkan kesejahteraan. Selain itu, kekerasan yang di
lakukan PT. Freeport Indonesia tersebut tidak hanya pada manusia atau buruh
Freeport, kehancuran lingkunganpun terjadi di sana. Hal ini tentunya juga bisa
menjadi bukti bahwa globalisasi mempermudah kaum kapitalis untuk
mengekspolitasi negara negara dunia ketiga seperti indonesia tanpa mempertimbangakan lingkungan sekitar
yang dalam jangka panjang akan memberikan dampak terhadap penduduk sekitar.
WALHI dan
JATAM (Jaringan advokasi Anti Tambang) yang mengamati masalah lingkungan di
Indonesia secara keras menolak PT. Freeport di Papua karena di anggap merusak
alam. Bagaimana tidak di anggap merusak lingkungan, jika puluhan truck raksasa
membawa bongkahan batu besar, tanah, pasir dan reruntuhan gunung Jaya Wijaya
yang di hancurkan dengan dinamit. Pembuangan limbahnya pun di lemparkan ke lembah sekitar dan ke sungai
(Ajkwa).[17]
Tentunya sudah dapat di bayangkan jika kerusakan ekologi akibat eksploitasi
oleh PT. Freeport dapat dengan mata telanjang. Dan lagi lagi masyarakat sekitar
akan menjadi korban kekerasan lingkungan yang di lakukan oleh kaum kapitalis.
Janji
globalisasi untuk memajukan negara maju bersifat paradoks. Janji yang selama
ini di jadikan alat propaganda harus ditanyakan kembali dengan jelas. Jika
sempai saat ini globalisasi hanya akan menghancurkan negara negara miskin
secara pelahan, otomatis harapan Indonesia untuk menjadi negara yang maju bisa
saja mustahil. Karena jika di lihat realita yang saat ini terjadi,
lingkunganlah yang menjadi korban keserakahan kaum kapitalis, dan hal itu
tentunya akan terus terjadi jika tidak ada tindakan atau kebijakan yang dapat
membuat mereka jera. Pada dasarnya mereka jelas mengerti dampak apa yang akan
terjadi jika alam sudah tidak bersahabat lagi dengan manusia, namun keserakahan
merekalah yang menjadi tameng kuat kesadaran mereka. Hanya waktu dan alam yang
mampu membuat mereka sadar akan apa yang telah mereka lakukan selama ini.
Kesimpulan
Dari
paparan di atas sudah dapat di simpulkan bahwa ternyata globalisasi tidak hanya
berdampak pada aspek ekonomi, pendidikan, tehnologi dan aspek lainya di
indonesia. Tetapi juga berdampak terhadap kelestarian lingkungan alam Indonesia
yang notabene menjadi daya tarik bagi kaum kapitalis untuk mengeksplorasi
sumber daya alamnya. Karena terlalu cintanya mereka terhadap sumber daya alam
yang di miliki Indonesia, mereka lupa bahwa apa yang mereka lakukan selama ini
akan berdampak terhada kehidupan manusia jangka panjang. Karena jelas kita
tidak bisa hidup tanpa lingkungan yang sehat, apa lagi dengan keadaan alam yang
semakin lama semakin rusak akibat dari ekploitasi berlebihan kaum kaum
kapitalis. Saat ini saja dampak yang di akibatkan sudah terlihat dan terasa.
Banyaknya hutan gundul akibat
penebangan liar ataupun penebangan tanpa adanya kegiatan tanam kembali,
pencemaran air sungai dan air laut yang telah merusak ekologi banyak di
akibatkan oleh mereka para pemiliki modal. Bahkan yang saat ini sedang banyak di
teriakan oleh masyarakat indonesia tentang kekerasan PT. Freepoert yang tidak
hanya di rasakan oleh manusia tetapi juga kekerasan terhadap gunung Jaya Wijaya
dan sekitarnya. Tentunya ini menjadi raport merah bagi pemerintah Indonesia
yang wajib di benahi. Tidak mampunya pemerintah Indonesia menghadapi rayuan
dari negara lain yang datang untuk berinvestasi, di tambah lagi banyaknya para
birokrat yang memiliki mental koruptor menjadi penyebab utama mudahnya mereka
mengeksploitasi sumberdaya alam Indonesia seenak mereka sendiri.
Semoga dengan semakin banyaknya
hutan gundul, dan bencana alam yang sering terjadi di Indonesia semakin membuat
kita sadar bahwa saat ini adalah waktunya untuk menanggulangi kerusakan alam
yang semakin parah. Khususnya bagi pemerintah Indonesia yang tertipu oleh
globalisasi dan kapitalisme yang selama ini menjadi salah satu faktor penyebab
rusaknya kelestarian alam Indonesia meskipun tidak secara langsung.
Daftar Pustaka
Ø Rais.
Amien. 2008. “Selamatkan Indonesia”. Yogyakarta: PPSK Press,
Ø Ritzer.
George dan Douglas J. Goodman. 2011. “Teori marxis dan bebagai ragam teori neo
marxian”,Bantul: Kreasi Wacana
Ø Setiawan.
Iwan. “Dampak globalisasi terhadap pertanian indonesia” (makalah dalam seminar
Seminar Interaktif Globalisasi Pertanian Indonesia Bandung 10 April 2004.
Ø http://sains.kompas.com/read/2009/12/24/05025249/Hutan.di.Jambi.Terancam.Sawit
di akses pada tanggal 28 Mei 2012
Ø http://mitrainsani.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=150:lingkungan-dan-kapitalisme&catid=40:media&Itemid=73
di akses pada tanggal 28 Mei 2012
Ø http://sulih-d-p-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-44227-Masyarakat%20Sipil%20Global-Akselerasi%20Globalisasi%20dan%20Masyarakat%20Sipil%20Global.html
di akses pada tanggal 28 Mei 2012
Ø http://mitrainsani.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=150:lingkungan-dan-kapitalisme&catid=40:media&Itemid=73
di akses pada tanggal 5 Juni 2012
Ø http://sains.kompas.com/read/2009/12/24/05063494/kepentingan.kapitalis.beri.andil.kerusakan.hutan
di akses pada tanggal 6 Juni 2012
Ø http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/06/100609_hutanindo.shtml
di akses pada tanggal 6 Juni 2012
Ø http://www.walhi.or.id/id/kampanye-dan-advokasi/tematik/air/66-pelayanan-air-minum-jakarta-dan-pencemaran-air-.html
di akses pada tanggal 8 juni 2012
Ø http://www.walhi.or.id/id/kampanye-dan-advokasi/tematik/air/1058-selamatkan-dan-pulihkan-sungai-ciujung-dari-pencemaran-limbah-ptindah-kiat-pulp-and-papper.html
di akses pada tanggal 8 juni 2012
[1] Rais, Amien, “Selamatkan
Indonesia”, Yogyakarta, PPSK Press, 2008, Hlm 11
[2]
http://sains.kompas.com/read/2009/12/24/05025249/Hutan.di.Jambi.Terancam.Sawit
di akses pada tanggal 28 Mei 2012
[3]
http://mitrainsani.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=150:lingkungan-dan-kapitalisme&catid=40:media&Itemid=73
di akses pada tanggal 28 Mei 2012
[5] Ibid
[6] http://sulih-d-p-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-44227-Masyarakat%20Sipil%20Global-Akselerasi%20Globalisasi%20dan%20Masyarakat%20Sipil%20Global.html
di akses pada tanggal 28 Mei 2012
[7] Ritzer, George dan Douglas J.
Goodman, “Teori marxis dan bebagai ragam teori neo marxian”,Bantul, Kreasi
Wacana, 2012, hlm. 29
[8] Ibid hlm 44
[9] Pikiran Rakyat, 8 April 2004 dalam, Setiawan
Iwan, “Dampak globalisasi terhadap pertanian indonesia” (makalah dalam seminar Seminar Interaktif Globalisasi Pertanian Indonesia Bandung
10 April 2004.
[10]http://mitrainsani.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=150:lingkungan-dan-kapitalisme&catid=40:media&Itemid=73
di akses pada tanggal 5 Juni 2012
[11]http://sains.kompas.com/read/2009/12/24/05063494/kepentingan.kapitalis.beri.andil.kerusakan.hutan
di akses pada tanggal 6 Juni 2012
[12] Ibid
[13] http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/06/100609_hutanindo.shtml
di akses pada tanggal 6 Juni 2012
[15] http://www.walhi.or.id/id/kampanye-dan-advokasi/tematik/air/66-pelayanan-air-minum-jakarta-dan-pencemaran-air-.html
di akses pada tanggal 8 juni 2012
[16] http://www.walhi.or.id/id/kampanye-dan-advokasi/tematik/air/1058-selamatkan-dan-pulihkan-sungai-ciujung-dari-pencemaran-limbah-ptindah-kiat-pulp-and-papper.html
di akses pada tanggal 8 juni 2012
[17] Rais, Amien, “Selamatkan
Indonesia”, Yogyakarta, PPSK Press, 2008, hlm 263
mantaps gan, nice article .. for visitors, maybe you need to add your reference, try to visit here and hopefully can help you .. :)
BalasHapushttp://wa1tips.blogspot.com/2014/07/dampak-globalisasi-terhadap-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara.html
thanks--