Disusun Oleh: Aghnaita Firdayanti 09260010
BAB I
Pendahuluan
- Abstraksi
Thailand is a country in Southeast Asia
bordering Laos and Cambodia to the east, Malaysia and the Gulf of Siam in the
south, and Myanmar and the Andaman Sea in the west. by relying on the tourism
sector as foreign exchange, can not be cushioned from drugs trafficking
problem. Evidenced by the inclusion of Thailand in the Golden Triangle which is
the golden triangle of South East Asia circulation of narcotics with the other
members of the Myanmar and Laos. In the 1990s in Thailand there is a separatist
group that funded the opium farmers to increase production and sales, this move
makes the sale of opium as a financial source of their group. Thailand is a
developing country which is moving very fast into globalisation and
international trade include drugs trafficking.
Keywords : Thailand, Globalisation, Drugs
Trafficking
- Latar Belakang
Berakhirnya Perang
Dingin yang ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 telah
memberikan perubahan yang signifikan terhadap sistem internasional. Seperti
yang kita ketahui bahwa pada era Perang Dingin masalah internasional lebih
bersifat tradisional atau militer, namun paradigma tersebut mengalami
pergeseran pada pasca Perang Dingin menjadi ancaman ancaman yang sifatnya non
militer. Ancaman ancaman non militer ini meliputi : masalah lingkungan hidup,
migrasi, perdagangan anak dan wanita, perdagangan obat obatan terlarang,
HIV/AIDS, dan masih banyak yang lainnya dengan ruang lingkup yang melewati
batas batas negara (transnational crime).
Ancaman baru ini bersifat multidimensional apabila penganggulangannya kurang
tepat maka ancaman yang diberikan bukan saja kepada negara tapi juga pada
tingkat individu.
Bicara tentang
kejahatan transnasional, Asia Tenggara merupakan satu kawasan yang tingkat
kejahatan transnasionalnya relatif tinggi khususnya perdagangan narkotika (drugs trafficking). Hal ini dikarenakan
kejahatan transnasional atau kejahatan lintas batas cenderung marak terjadi di
sebuah kawasan yang negara negaranya diatur oleh pemerintahan yang korup dan
memiliki institusi serta lembaga pemerintahan yang lemah. Faktor inilah yang
melatarbelakangi tingginya tingkat kejahatan lintas batas khususnya drugs
trafficking (perdagangan narkotika) di kawasan Asia Tenggara.
Menurut WHO yang
dimaksud dengan obat (drug) adalah
setiap bahan (zat/substansi) yang jika masuk dalam organisme hidup akan
memberikan perubahan pada satu atau lebih fungsi fungsi organisme tersebut. Zat
seperti opioda (morfin, heroin), kokain, ganja, sedativa/hiprotika dan alkohol
merupakan zat yang mempunyai efek seperti itu, khususnya dalam fungsi berpikir,
perasaan dan perilaku orang yang memakainya. Penyalahgunaan zat dan substansi (drugs abuse) adalah penggunaan zat yang
bersangkutan tidak digunakan untuk keperluan pengobatan melainkan untuk
menikmati efek yang ditimbulkan baik dalam dosis kecil maupun besar,
penyalahgunaan tersebut dapat menyebabkan ketergantungan (drugs dependence)[1] . WHO menambahkan, penyalahgunaan zat adalah
pemakaian zat secara terus menerus atau berkala diluar keperluan medis ataupun
pengobatan[2].
Perkembangan
ancaman baru ini menjadi ancaman serius bagi negara negara di kawasan Asia
Tenggara sendiri. Ditambah dengan dinobatkannya The Golden Triangle (Segitiga Emas) yang beranggotakan Thailand,
Laos, dan Myanmar yang merupakan pusat produksi, peredaran serta distribusi
narkoba terbesar khususnya di kawasan Asia Tenggara. Semakin cepatnya
perkembangan peredaran drugs dapat berdampak pada kefatalan dan kerugian bagi
bangsa maupun negara. Isu ini tidak sekedar mengancam stabilitas regional
melainkan ada aspek aspek lain yang menyebabkan isu ini berkembang seperti keterlibatan
para stakeholders (pihak dalam),
faktor geografis, serta lemahnya manajemen perbatasan.
Globalisasi
merupakan proses untuk meletakkan dunia dibawah 1 unit yang sama tanpa dibatasi
oleh garis dan kedudukan geografi suatu negara, dimana melalui proses ini dunia
akhirnya tidak lagi terbatasi dan negara terbuka luas untuk dimasuki oleh
berbagai pernyataan yang disalurkan via telekomunikasi contohnya internet,
media cetak dan elektronik. Yang akhirnya perkembangan ini memungkinkan
interaksi antara satu negara dengan negara lainnya juga membuat interaksi
sesama manusia dapat dilakukan dalam tempo yang singkat.
Thailand merupakan
negara yang proses globalisasinya berjalan dengan cepat dan hanya terjadi di
daerah ibukota saja terbukti dengan mengandalkan ekspor dan sektor pariwisata
sebagai devisa negara mampu mendongkrak perekonomian yang sempat ko laps pada
tahun 1997. Seiring dengan berjalannya proses globalisasi, permasalahan drugs
trafficking yang dialami Thailand juga mengalami lika liku. Terbukti pada tahun
2001-2002 Thailand menduduki peringkat tertinggi di dunia penyalahgunaan methampethamine[3]. Dari 60 juta
penduduk Thailand, lebih dari 30 jutanya merupakan pengguna Ya’ba[4]. Rute perdagangan
narkotika Thailand meluas hampir ke seluruh benua Asia, Eropa, Amerika dan
Afrika.
- Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka penulis
mengambil suatu persoalan yaitu “Bagaimana
Dampak Globalisasi Terhadap Perdagangan Narkotika di Thailand ?”
- Kerangka Teori dan Konsep
Hyperglobalist Perspective
Definisi hyperglobalist menurut Kenihi Ohmae
ialah proses global itu terjadi dimana negara sedang mengalami proses perubahan
ekonomi dan politik yang besar dan hal ini mampu mengikis dan mengurangi peran
negara bangsa juga mengurangi kekuasaan para politisi. Dalam situasi ini negara
menjadi “pengambil kebijakan” bukan lagi sebagai “pengambil keputusan, karena
peranan keuangan global dan modal perusahaan melebihi negara yang memiliki
pengaruh dalam menentukan organisasi, lokasi dan distribusi kekayaan ekonomi
juga kekuasaan. Bagi negara bangsa “model transisi organisasi ekonomi dan
regulasi dianggap sebagai dunia pelarian ketika mereka tak mampu lagi mengelola
secara efektif ekonomi nasional mereka sendiri”. Mantra globalisasi ekonomi ialah
mengakhiri kejayaan negara, kesejahteraan dan demokrasi sosial. Akibatnya
otonomi dan kedaulatan negara bangsa telah terkalahkan oleh proses globalisasi
ekonomi kontemporer.
Berdasarkan
perspektif Hyperglobalist, mereka menganggap bahwa terjadinya proses
globalisasi mendatangkan banyak manfaat antara lain melemahkan power
pemerintahan otoriter, memberikan banyak peluang dalam hal lapangan pekerjaan
juga memberikan berbagai macam pilihan, juga menawarkan kebudayaan lain.
Sementara dalam hal perekonomian para Hyperglobalist menilai bahwa globalisasi
mempermudah mereka dalam membentuk perusahaan multinasional (multinational coorporations), kemudahan
dalam menjalin kerjasama perekonomian lintas benua (world economics relationships) dengan cara melakukan perdagangan
bebas (free trade) untuk mendapatkan
barang murah (cheap goods).
Dalam hal ini Thailand
merupakan negara penganut Hyperglobalist, hal ini dapat dibuktikan dengan
seiring berkembangnya perekonomian mereka karena mengandalkan sektor pariwisata
dan ekspor hasil bumi. Globalisasi akan berjalan seiring dengan kemajuan
perkembangan perekonomian suatu negara, globalisasi dapat merubah budaya suatu
bangsa juga mempengaruhi kehidupan
sosial masyarakat contoh misalnya, adanya perilaku
yang menyimpang di dalam masyarakat seperti pergaulan bebas yang melanda tidak
hanya di kota-kota besar saja, tetapi juga sudah melingkupi seluruh pelosok
desa. Akibatnya banyak terjangkit penyakit seperti HIV yang banyak ditemukan di
Afrika. Akibat serbuan informasi yang mudah diakses keseluruh penjuru dunia,
yang dapat mempengaruhi pikiran penonton, pada gilirannya jika sebuah tayangan
yang merusak tadi mempengaruhi sebuah kelompok bangsa, maka akan menjadi sebuah
budaya yang merusak seperti merokok, narkoba, dan pergaulan bebas.
Begitu pula yang terjadi
di Thailand, karena bebasnya akses informasi dan kemudahan dalam melakukan
kegiatan lintas benua hal ini disalahgunakan oleh para pihak yang menginginkan
keuntungan untuk dirinya sendiri namun merugikan bagi negara contohnya ialah
dalam perdagangan narkotika. Para godfather
maupun godmother[5]
yang notabene adalah kelompok pemberontak di Thailand yang telah lama bergelut di bidang perdagangan narkotika ini
semakin cerdas dalam menjalankan strategi perdagangan agar tidak terendus oleh
pihak keamanan, dengan berbagai macam modus yang memanfaatkan kecanggihan
teknologi sebagai akibat dari globalisasi. Globalisasi menciptakan kesempatan siapapun
untuk melakukan kegiatan perdagangan bebas termasuk perdagangan narkotika dan
juga globalisasi menciptakan adanya kelompok, orang ataupun organisasi yang menguasai
aktifitas produksi, peredaran, serta perdagangan narkoba dan memiliki jaringan
Internasional bahkan cenderung tidak tersentuh oleh hukum sekalipun.
Teori Sekuritisasi
Menurut Barry Buzan,
sekuritisasi melihat bahwa masalah keamanan merupakan hasil konstruksi.
Artinya, suatu isu menjadi masalah keamanan karena adanya discourse content
yang setidaknya memberikan pengaruh, ditambah lagi terdapat aktor-aktor yang
mewacanakannya dengan mengatakan bahwa isu tersebut merupakan ancaman
eksistensial bagi suatu entitas[6].
Suatu isu menjadi masalah keamanan karena hasil promosi para aktor karena
pengaruh konstruksi diskursif antar aktor dan audiens. Aktor mewacanakan dan
audiens menyetujui[7]. Konsep yang terdapat
dalam sekuritisasi antara lain securitizing
actors ialah aktor yang melakukan sekuritisasi, speech act ialah tindakan sang aktor dalam melakukan sekuritisasi, existensial threat ialah ancaman
eksistensial yang diwacanakan oleh sang aktor yang akan muncul dari isu
tersebut. Referent Object ialah
entitas yang akan terancam jika isu tersebut tidak ditangani secara serius, Audience ialah pihak yang coba
dipengaruhi oleh sang aktor agar mempercayai existensial threat, sedangkan functional
actors ialah aktor yang secara signifikan sangat mempengaruhi dinamika
perkembangan tersebut[8].
Dalam sekuritisasi isu
drugs trafficking di Thailand ini securitizing
actornya ialah pemerintahan Thailand, speech
act menggunakan Kantor Dewan Pengaturan Narkotika (ONCB/ Officials on Narcotics Control Board) sebagai badan
yang bertugas menghentikan peredaran narkotika, refferent objectnya ialah daerah daerah di Thailand yang
kedaulatannya terganggu karena perdagangan narkotika dikarenakan aktifitas
produksi dan distribusi drugs tersebut (existential
threat). Audience merupakan
seluruh elemen masyarakat Thailand, sedangkan
functional actors ialah para
drugs traffickers / Godfather maupun
Godmother yang ada di Thailand dilihat
dari variabel yang mendorong eksisnya sebuah ancaman.
- Pembahasan
Thailand merupakan
negara di Asia Tenggara yang yang berbatasan dengan Laos dan Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam di selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di barat. Maesai yang terdapat di Thailand
merupakan titik bertemunya perbatasan antara Thailand, Myanmar dan Laos
disinilah tempat terjadinya lalu lintas perdagangan narkotika yang masuk dari
Myanmar dan yang akan dipasarkan ke seluruh dunia[9].
Peningkatan peredaran,
produksi, distribusi serta penyalahgunaan narkotika di Thailand juga merupakan
pengaruh modernisasi dan globalisasi yang menunjang mobilitas serta peningkatan
teknologi informasi yang berorientasi pada situasi yang bersifat global village[10].
Bisnis drugs juga merupakan bisnis yang sangat menguntungkan karena harganya
mampu berlipat ganda terlebih lagi apabila mampu diedarkan semakin jauh dari
wilayah asalnya, contohnya harga satu kilogram heroin di Myanmar berkisar
antara US$ 1.200 – 1.400. Harga ini akan meningkat menjadi dua kali lipatnya
bila komoditi heroin memasuki kota tempat pengapalannya di Chiangmai Thailand
dan bahkan menjadi 3 kali lipat begitu memasuki Bangkok, sebagai exit point
menuju kawasan lain diluar Asia Tenggara. Lalu apabila berhasil menjangkau
pasar di New York, harganya bisa menjadi US$ 20.000 hingga 60.000 per kilogram[11].
Pasca perang dingin, kawasan Asia Tenggara khususnya Thailand dijadikan rute
utama perdagangan opium dari Myanmar dan heroin juga masuk ke Thailand melalui
perbatasan Laos. Melonjaknya produksi illegal methampethamine Myanmar di tahun
1990an diikuti pula oleh semakin derasnya arus peredaran narkotika di Thailand
dan hingga tahun 2001 tercatat sebanyak 116 kg heroin masuk ke Thailand dari
Myanmar[12].
The Golden Triangle yang meliputi kawasan Thailand, Myanmar dan Laos
menjadi pusat produksi dan peredaran obat obatan terlarang di kawasan Asia
Tenggara yang mampu memproduksi sebanyak 65% dari total produksi opium dunia
dan menyumbangkan US$ 160 milyar per tahun kepada industri heroin[13].
Berbagai macam upaya telah
dilakukan pemerintah Thailand untuk melakukan penghentian peredaran narkotika
dengan cara membentuk kelompok kerja pengaturan bahan perintis pada 1992 yang
dipimpin oleh Kantor Dewan Pengaturan Narkotika (Office of the Narcotics
Control Board/ONCB)[14].
Thailand juga menerapkan lima UU untuk mengatur total 31 senyawa kimia termasuk
23 yang masuk dalam 1988 UN Convention dan dipublikasikan dengan tujuan
mengatur aspek penting dari perdagangan legal bahan kimia dan menghentikan
perdagangan ilegal bahan kimia, setelah diterapkannya langkah-langkah
pengendalian dibawah UU ini pengalihan bahan bahan kimia seperti heroin dan
metampethamine hampir seluruhnya terhenti. Hal ini dibuktikan dengan disitanya
mesin mesin pencetak tablet di daerah yang berbatasan dengan Myanmar[15]
dan mengakibatkan produksi methamphethamine dipindahkan ke negara tetangga.
Namun dari penanganan yang dilaporkan oleh UNODC
diatas rupanya belum sepenuhnya menghentikan peredaran narkotika di Thailand. karena
kemudahan dalam segala macam akses interaksi antar benua membuat The Drugs Lord [16], tidak
kehabisan akal dalam menjalankan bisnis haramnya memperjual belikan narkotika.
Mereka mulai berani menggunakan stakeholders dalam melancarkan aksi contohnya pada
20 April 2012 lalu, polisi berhasil meringkus penyelundup shabu-shabu dan
senjata api yang juga berperan sebagai seorang sersan polisi yang hingga sampai
penangkapannya ia masih memimpin unit pemberantasan kejahatan di Kabupaten
Sungai Kolok[17].
Selain menggunakan stakeholders, para The Drugs Lords ini juga menggerakkan
para kurir narkoba untuk lebih meningkatkan kewaspadaan dalam membawa narkoba,
seperti modus menyimpan narkotika dalam koper yang sebelumnya dibungkus dengan
lakban lalu dimasukkan kedalam dinding koper. Dan modus lain yang dilakukan
ialah dengan menggunakan jasa paket kiriman kilat, berkembangnya berbagai macam
modus baru dalam pengiriman narkotika ini merupakan imbas dari kemajuan
teknologi keamanan yang juga merupakan dampak dari globalisasi. Globalisasi
membuat sistem keamanan semakin canggih dan menuntut para The Drugs Lords untuk lebih memutar otak bagaimana caranya agar
peredaran narkotikanya lancar dan tidak terendus oleh sistem keamanan.
Globalisasi juga menciptakan sistem proteksi dari
peredaran narkotika di Thailand dengan terciptanya UU yang mengatur tentang
peredaran obat obatan dan menghentikan perdagangan narkotika. Namun hal ini
tidaklah berjalan seperti yang diharapkan, peredaran narkotika masih saja
terjadi karena globalisasi pula lah yang memberikan jalan bagi para The Drugs Lords untuk meneruskan
usahanya dengan menemukan inovasi baru dalam menyalurkan barang haram
- Kesimpulan
Thailand merupakan
negara di Asia Tenggara yang yang berbatasan dengan Laos dan Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam di selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di barat. Maesai yang terdapat di Thailand
merupakan titik bertemunya perbatasan antara Thailand, Myanmar dan Laos
disinilah tempat terjadinya lalu lintas perdagangan narkotika yang masuk dari
Myanmar dan yang akan dipasarkan ke seluruh dunia. Bisnis narkotika memang
sangat menjanjikan, apalagi jika narkotika yang dipasarkan bisa menjangkau
keseluruh dunia maka keuntungan akan semakin berlipat ganda.
Pemerintah Thailand
telah melakukan upaya untuk menghentikan peredaran narkotika dengan membentuk
Kantor Dewan Pengaturan Narkotika hingga
memberlakukan UU untuk setiap peredaran narkotika dan memberhentikan perdagangan
ilegal narkotika namun semuanya tidak cukup untuk menghentikan aksi para The Drugs Lords, semakin ketat
pengamanan semakin cerdas mereka memanfaatkan situasi untuk melancarkan
usahanya sebagai imbas dari globalisasi yang memudahkan segala jenis akses
antar benua.
Daftar Pustaka
- Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif, (Jakarta: BPFKUL, 1991)
- http://www.thaiembdc.org/socials/narcotics.html
- Barry Buzan, Ole Waever dan Jaap de Wilde, Security: A New Framework for Analysis, (London: Lynne Rienner Publishers, 1998)
- http://smulya.multiply.com/journal/item/46
- http ://www.suaramerdeka.com/harian/0302/28/tjk
- http://www.geopium.org/Chouvy_Illegal_Trades_Borders_Mainland_Southeast_Asia.html
- Peter Chalk, Grey Area Phenomena in Southeast Asia : Piracy, Drugs Trafficking, Political and Terrorism (Canbera ; Strategic and Defence Studies Centre Research School of Pasific and Asian Studies the Australian National University 1977)
- United Nations Office on Drugs and Crime Regional Centre for East Asia and Pasific .UNODC Melawan Pengalihan Bahan Kimia Perintis. Januari 2005.
- [1] http://www.Khabar-Asia-Tenggara.com . Khabar SouthEastAsia.
[1]
Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika
dan Zat Adiktif, (Jakarta: BPFKUL, 1991), hal 15.
[2]
Ibid. hal 16.
[3]
http://www.thaiembdc.org/socials/narcotics.html, diakses pada 4 Mei 2012. Methampethamine ialah obat yang sangat menyebabkan ketergantungan
dan stimulant pada pusat syaraf, memiliki nama lain crystal meth, ice,glass. Jenis ini memberikan efek yang sangat lama
dan penggunanya dapat terjaga dalam beberapa hari. Digunakan dengan cara
disuntik, juga bisa dibakar dan dihisap asapnya atau dihirup melalui hidung.
[4]
Ya’ba ialah bentuk pil dari
methampethamine mengandung 25 hingga 35 milligram methampethamine dan 45 sampai
65 milligram caffeine. Tabletnya tersedia dalam berbagai macam rasa jeruk,
anggur, vanilla juga berwarna hijau dan orange.
[6] Barry Buzan, Ole Waever
dan Jaap de Wilde, Security: A New
Framework for Analysis, (London: Lynne Rienner Publishers, 1998), hal 24.
[9] The Golden
Triangle-Maesai Thailand. http://smulya.multiply.com/journal/item/46.
diakses pada 16 Mei 2012
[10] Global Village adalah situasi yang menggambarkan bahwa dunia seolah olah seperti
sebuah desa kecil yang mana setiap masyarakat dapat berkomunikasi dan
berinteraksi dengan intensitas yang sangat tinggi antara yang satu dengan yang
lain, serta informasi yang ada sangat mudah tersebar ke seluruh penjuru desa.
[11] http
://www.suaramerdeka.com/harian/0302/28/tjk.2.htm diakses pada 26 Januari 2008
[12] Illegal Trade
Cross National Borders of Mainland Southeast Asia, diakses dari http://www.geopium.org/Chouvy_Illegal_Trades_Borders_Mainland_Southeast_Asia.html,
tanggal 25 Oktober 2010
[13] Peter Chalk, Grey
Area Phenomena in Southeast Asia : Piracy, Drugs Trafficking, Political and
Terrorism (Canbera ; Strategic and Defence Studies Centre Research School
of Pasific and Asian Studies the Australian National University 1977), hal
42-43
[14] United Nations Office on
Drugs and Crime Regional Centre for East Asia and Pasific .UNODC Melawan Pengalihan Bahan Kimia Perintis. Januari 2005. hal 5
[15] Ibid.
[16] The Drugs Lord merupakan sebutan untuk orang, kelompok, maupun
organisasi yang mampu menguasai aktifitas produksi, peredaran, serta
perdagangan narkoba dan memiliki jaringan Internasional bahkan cenderung tidak
tersentuh oleh hukum sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar