Oleh: Haryo Prasodjo (09260012)
Abstraksi
With the Marshall
Plan signed by U.S. President Harry S Truman early history of the new world begins,
which with the recovery program by the United States in Western Europe has
marked the beginning of a new era of cold war, the United States, the Marshall Plan
not only serves to development, but also the development of new markets and understand
the political defense of the ideology of communism when the Soviet Union seized
control of eastern Europe, the Marshall Plan was the beginning of a new history
of the world, which is also formed in the North Atlantic defense alliance (NATO)
and the establishment of Council of Europe as the beginning of European integration
in the regional cooperation that now we are familiar with the European Union
Kata Kunci:Marshall Plan, Bantuan
Luar Negri, Ekonomi Politik.
Pendahuluan:
Dengan
kekalahan pasukan Nazi Jerman dan menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada
pasukan sekutu yang telah menjatuhkan bom atom didua kota yaitu Hiroshima dan
Nagasaki, telah menandai bahwa perang yang hampir menghancurkan 2/3 dunia dan
kurang lebih memakan korban puluhan juta jiwa telah berakhir[1],
perang yang ditulis dalam sejarah dunia sebagai perang dunia keII tersebut
dimenangkan oleh pihak sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Uni Soviet,
Inggris, dan Perancis.
Perang
yang terjadi hampir memakan kurun waktu 6 tahun( 1939-1945)[2]
tersebut telah meluluhlantakkan negara-negara dikawasan Eropa baik wilayah
barat maupun timur, tidak hanya merusak bangunan perang yang maha dahsyat
tersebut juga telah menghancurkan negara-negara tersebut diberbagai sektor,
mulai dari politik, ekonomi, hingga sektor sosialnya, maka tidak heran jika
orang-orang dikala itu menyebut negara eropa sebagai negara yang sedang sakit,
berbagai macam sumber daya telah dihabiskan untuk memenuhi ambisi masing-masing
negara untuk berperang antara satu dengan yang lainnya.
Dengan
demikina sudah dapat dipastikan bahwa negara-negara dikawasan Eropa saat itu
mustahil untuk dapat survive tanpa
adanya bantuan dari pihak luar. Pasca berakhirnya perang dunia II pihak sekutu
yang terdiri dari Amerika Serikat yang saat itu diwakili oleh Roosevelt,
Inggris yang diwakili oleh Wilson Churchil, Serta Uni Soviet yang diwakili oleh
Stalin mengadakan pertemuan disemanjung
Crimea yang terkenal dengan sebutan konfrensi Yalta (Crimea Conference)[3],
pertemuan tersebut berlangsung dengan agenda yang terfokuskan pada empat hal
yaitu:
·
Pembangunan Eropa serta membahas masalah
tentang Jerman.
·
Pembentukan organisasi internasional
yang baru.
·
Lengkah awal guna mengalahkan dan
menangkal militer Jepang.
·
Serta masalah keamanan dan perdamaian
dunia dimasa depan.
Serta
dengan hasil :
·
Jerman dinyatakan kalah tanpa syarat
(unconditional surrender)
·
Pembaginan Jerman-Berlin pada empat
zona.
·
Jerman harus membayar ganti rugi perang
dan pengunaan tenaga kerja Jerman oleh sekutu.
·
Serta pembekuan seluruh aset dan
indusrti di Jerman.
Perkembangan
yang terjadi di Eropa saat itu amatlah dinamis baik Amerika Srika maupun Uni
Soviet memiliki niat yang sama dalam melakukan pembangunan diEropa namun
memiliki visi yang berbeda, yaitu dalam hal penanaman paham ideologi, dimana
Amerika Serikat menginginkan Eropa yang liberal dan Uni Soviet menginginkan Eropa dengan paham komuisnya,
hal ini tidak terlepas dari misi Uni Soviet yang menjadikan wilayah disekitarya
sebagai negara-negara satelit.
Kecurigaan
Uni Soviet ditahun 1946 terlihat saat
Amerika Serikat ingin mengantikan posisi Inggris dalam diwilayah Eropa, maka
pada tahun itu juga Uni Soviet membangun dinding sepanjang perbatasan antara
Eropa Timur dengan Eropa Barat yang dikenal dengan tirai besi (the iron
certain), dengan demikian maka sphare of influence di Eropa antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet terpecah, Amerika yang cendrung memilih paham liberal dengan Uni
Soviet dengan paham sosialisnya memulai dinamika baru dalam sejarah dunia.
Pada
tahun 1947 Amerika Srikat memulai kebijakan luar negrinya atas Eropa dengan
program yang dinamakan “European Recovery Program” atau biasa dikenal dengan
Marshall Plan, hal tersebut justru memperuncing hubungan antara Amerika Srikat
–Uni Soviet, ditahun selanjutnya yaitu 1949 Amerika Srikat kembali melancarkan
politik luar negrinya berupa kebijakan pembangunan (containment policy)
ditandai dengan pembentukan aliansi pertahan yang dikenal NATO, awal masa
perang dinginpun dan babak baru sejarah dunia dimulai dengan dibentuknya
aliansi pertahanan serupa oleh soviet ditahun 1955 yang dikenal dengan sebutan
Pakta Warsawa.
Latar Belakang Masalah
Marshall
Plan sendiri merupakan sebuah ide yang diambil dari gagasan sekertaris negara
Amerika Srikat George Marshall yaitu sebuah program perancanaan pembangunan
ekonomi dengan skala besar selama 4 tahun 1947-1951 guna membangun kembali
kekuatan-keuatan perekonomian negara-negara Eropa setelah perang dunia II,
Marshall Plan sendiri tidak hanya ditujukan untuk negara-negara di Eropa namun
juga diperuntukkan bagi negara-negara dikawasan Asia yang terkena dampak dari
perang dunia II, juga untuk menghindari kembali perpecahan dan konflik antara
negara di Eropa pasca perang dunia II, politik bantuan Marshall Plan juga
bertujuan untuk membendung pengaruh dari Uni Soviet di kawasan Eropa.
Marshal Plan sendiri tidak trelepas
dari pada Doktrin Truman (truman Doctrin), yang pada intinya menegaskan kepada
dunia eropa bahwa sistem demokrasi den liberal adalah pilihan terbaik dari pada
paham komunis sosialis yang dianut oleh Uni Soviet, dimana keputusan dalam
demokrasi merupakan keinginan dari pada bersama, adanya institusi yang bebas,
tersedianya perwakilan rakyat dalam pemerintahah, adanya kebebasan berpendapat,
memilih, dan beragama, adanya perlindungan terhadap hak-hak individu, serta adanya
kebebasan dalam berpolitik.
Agenda
Marshall Plan sendiri secara tidak langsung membuat negara-negara dieropa
tergantung dengan Amerika Srikat meskipun mereka diberi kebebasan dalam memilih
dalam penggunaan sumber daya namun pada hakikatnya mereka tidaklah bebas, hal
ini terkait dengan kebijakan yang memposisikan Amerika Srikat sebagai center of
control dari pada perekonomian dan perpolitikan di Eropa.
Pendekatan Ekonomi Politik
Pendekatan Merkantilisme
Dalam
pengertiannya ekonomi politik dapat diartikan sebagai adanya pengaruh ekonomi
yang berdampak pada kekuasaan politik, baik melalui relasi sosial maupun relasi
kekuasaan, adapun jalan yang digunakan dapat melalui faktor-faktor produksi,
distribusi barang, hingga konsumsi sumber daya , seperti yang terjadi di Eropa
pasca Perang Dunia II, dimana program perencanaaan pembangunan Marshall Plan
adalah sebagai new merkantilisme, Amerika berusaha menguatkan hegemononi
kekuasaan serta pengaruhnya diwilayah Eropa, bantuan ekonomi yang dilakukan
secara bertahap selain untuk pembanggunan namun juga untuk kepentingan nasional
dari Amerika Sendiri,
Dari
segi ekonomi, Amerika Serikat berusaha untuk membuka peluang untuk terciptanya
pasar baru guna meningkatkan produksi serta ekspor bagi perusahaan-perusahaan
yang ada di Amerika Serikat, selain adanya proyek pembangunan ada juga proyek
ekonomi besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Amerika Srikat.
Tidak hanya dalam kepentingan ekonominya, dalam bidang politikpun Amerika
memiliki misi menjadikan Marshall Plan sebagai politik pembendungan dari pada
pengaruh ideologi komunisme yang dilancarkan Uni Soviet dikawasdan Eropa Timur.
Hal
ini terjawab saat dibentuknya pakta pertahanan laut Atlantik Utara NATO (North
Atlantic Treaty Organization) 1949[4],
yang pada dasarnya juga untuk kepentingan Amerika Serikat, yaitu mengamankan
jalur perdagannya dengan Eropa dikawasan Atlantik yang dikenal dengan Atlantic
Relations
Konsep Bantuan Luar Negri
Bantuan
luar negri merupakan salah satu instrumen kebijakan luar negri yang sering
digunakan dalam hubungan luar negir. Secara umum bantuan luar negri dapat
digunakan sebagai transfer sumber daya dari pemerintah ke pemerintah lain yang
dapat berupa barang, jasa , ataupun dana.
Dalam
membahas bantuan luar negri, penertian bantuan luar negri diartikanoleh
sejumlah pakar, dalam artian sempit oleh Robert Gilpin dalam bukunya “ The
Political Economy of International Relations” yakni, bantuan luar negri yang
berupa sejumlah dana yang diberikan oleh negara yang relatif maju atau kaya, kepada
negara yang secara ekonomi dapat digolongkan lebih miskin.
Sedangakan
bantuan luar negri dalam artian luas, K.J Holsti dalam bukunya “International
Politics: Framework of Analysis”[5]
mengartikan bantuan luar negri sebagai transfer uang, tekhnologi, ataupun
nasihat-nasihat tekhnis dari negara donor ke negara penerima. Terdapat empat
tipe utama dalam bantuan luar negri:
1. Bantuan
secara tekhnis.
2. Bantuan
berua hibah dan impor komoditi.
3. Pinjaman
pembangunan.
4. Bantuan
kemanusiaan yang sifatnya darurat.
Menurut
pakar lain, Alan Rix dalam bukunya “Japan’s Foreign Aid Challenge: Policy
Reform and Aid Leadership”[6],
pelaksanaan pemberian bantuan luar negri adalah tidak terlepas dari motivasi
negara pemberi bantuan, terdapat empat motivasi dari negara pemberi:
1. Motif
kemanusiaan, yang bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan dinegara yang
dibantu melalui dukungan dalam kerjasama bidang ekonomi.,
2. Motif
Politik, dimana adanya pemusatan tujuan yang meningkatkan peran negara
pendonor, memperoleh pujian menjadi tujuan dari pemberian bantuan luar negri
baik dari dalam negrinya sendiri maupun dunia internasiona.
3. Motif
keamanan nasional, yang mendasarkan pada asumsi bahwa bantuan luar negri dapat
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang akan mendorong stabilitas politik dan
akan memberikan keuntngan pada kepentingan negara donor, dengan kata lain motif
keamanan memiliki sisi ekonomi.
4. Motif
yang berkaitan dengan kepentingan nasional
Selain
itu pakar yg lainpun menyebutkan , pengertian mengenai bentuk-bentuk bantuan
luar negri ini seperti yang telah
diutarakan oleh Hans Morgenthau yaitu:
The first prepequisite for the
development of a viable foreign aid policy is the recognition of the diversity
of policies that go by that name. Six such can be distinguished which have only
one thing in common: the transfer of money, goods, and services from one nation
to another. They are humanitarian foreign aid, subsistance foreign aid,
military foreign aid, bribery, prestige aid, and foreign aid for economic
development.[7]
Hans
Morgenthau menjelaskan bahwa bentuk-bentuk bantuan luar negri terdiri dari bantuan kemanusiaan, bantuan terhadap negara
yang sadang mengalami krisis, bantuan militer, bantuan dalam bentuk penyuapan,
bantuan untuk menstabilkan sebuah negara dan bantuan untk mengembangkan ekonomi
sebuah negara.
Berdasarkan
pemaparan beberapa pakar diatas kita dapat melihat Amerika Serikat memiliki
kepentingan strategis dan eknomis sehingga memberikan bantuan rekonstruktuisasi
berupa Marshall Plan. Seperti pada pendekatan sebelumnya, Amerika menggunakan
Marshall Plan hanya sebagai alat diplomasi guna melancarkan apa yang menjadi
sasaran bagi politik dan kepentingan Amerika dikawasan Eropa
Pembahasan Kesimpulan
Marshall
Plan seperti yang kita kenal sampai saat ini, tidak hanya berupa bantuan semata
Amerika Serikat kepada negara-negara diwilayah Eropa saat itu, tapi juga
merupakan sebuah agenda politik luar negrinya guna memperluas pengaruh, baik
berupa ideologi liberal juga perluasan pasar bagi industrialisasi di Amerika Serikat,
dalam hal kajian politik dan keamanan, Marshall Plan lebih berperan sebagai
prisai yang melindungi negara-negara dalam naungan Amerika Srikat daripada
paham komunis yang dianut oleh Uni Soviet saat itu.
Secara
tidak langsung Amerika Serikat berusaha untuk mengintervensi dan menjadikan
negara-negara di Eropa menjadi tergantung dengan Amerika. Amerika menjadikan Eropa
Barat saat itu sebagai pionir dalam menghadang ideologi kamunisme yang dikenal
dengan “Kebijakan Pembendungan” (Containment Policy) Dalam perjalanannnya
Marshall Plan merupakan salah satu kunci dari pada sejarah dan tatanan kekuatan
dunia saat ini, maka tidak heran jika banyak akadenisi yang mengatakan bahwa
“Amerika seperti memelihara anak harimau”.
Dengan
ditanda tanganinya Marshall Plan oleh Presiden Amerika Harry S Truman yang
berlandaskan kebijakan Amerika Srikat untuk mendukung masyarakat yang bebas
yang mencoba melawan penakhlukan oleh minoritas bersenjata ataupun tekanan dari
luar, karena bagi Truman rezim yang sifatnya totaliter justru memaksa orang
untuk dapat bebas,sehingga banyak pakar yang menandakan bahwa Marshall Plan dan
Doktrin truman merupakan awal ditandainya perang dingin antara Amerika Srikat
dengan Uni Soviet
Pada
dasarnya Marshall Plan sendiri diberikan dengan syarat apabila negara-negara
Eropa wilayah barat saat itu dapat bekerjasama membuat skema yang rasional
dalam menggunakan bantuan tersebut, maka langkah awal dari implementasi
pembangunan tahap awal adalah mendirikan sebuah satu kerjasama yaitu
pembentukan single economic, maka ditahun 1949 wilayah Eropa Barat mendirikan
sebuah organisasi dengan nama Council of Europe disebut dengan Dewan Eropa,
yang ditahun selanjutnya 1950 mentri luarnegri Perancis Robert Schuman pada
acara European Day memberi gagasan untuk dibentuknya European Coal and Steel
Community yang ditandatangani pada 18 April 1951 sebagai negara pionirnya
adalah Perancis, Jerman, Belgia, Belanda, Luxemburg, dan Italia, yang pada
akhirnya kerjasama inilah yang berkembang menjadi European Union seperti
sekarang ini.
Daftar Pustaka
http://www.loc.gov/exhibits/marshall/ For European Recovery: The Fiftieth Anniversary of the Marshall Plan
http://www.marshallfoundation.org/TheMarshallPlan.htm
http://kajianeropa.wordpress.com/sejarah/
http://iratnati.wordpress.com/2008/03/25/sejarah-singkat-uni-eropa/
http://www.america.gov/st/washfile-english/2005/April/200504291439291CJsamohT0.6520502.html
http://www.thepresidency.org/storage/documents/Marshall_Plan.pdf
http://www.demagaga.com/2012/03/11/the-cold-war-the-marshall-plan-1947-1952/
Ibland, Larry. Creation and Implementation of Marshall Plan 1947-1948
Fred a Sonderman, William C. Olson, David S. Mclellan. 1997, the theory and practice of international relations faourth editions, new delhi, Prentice-Hall of India Private Limited.
Yanuar ikbar. Drs. 2006. Ekonomi politik internasional : konsep dan
teori.
Rix,
Alan. 1993. “Japan’s Foreign Aid Challenge: Policy Reform and Aid Leadership”
London and New York: Routlage.
Holsti,
K.J, Politik Internasional :kerangka Analisa, (New Jersey:Prenitce Hall), 1995.
Hans
J Morgenthau,” To Intervene or Not To Intervene” Foreign Affairs, April 1967.
Robert
Gilpin dalam bukunya “ The Political Economy of International Relations”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar